Tips mencari rumah ala ibu tiga anak. Ada yang bilang bahwa rumah itu jodoh-jodohan, sama seperti suami/istri. Menurut sahabat ismi, bener enggak? Hmm, dulu, aku meyakini bahwa ungkapan tersebut benar adanya. Hingga akhirnya aku dan suami memutuskan untuk membeli rumah, menjualnya, lalu mencari rumah yang baru.
Iya, rumah itu seperti jodoh. Tapi bila tak cocok, atau dalam perjalanannya menjadi kurang cocok, maka bisa berpisah. Sama seperti perjalanan pernikahan. Ada yang jodohnya seumur jagung. Ada yang sudah berjodoh selama 20 tahun, tapi akhirnya berpisah juga.
Berpisahnya bisa baik-baik, atau tidak baik. Pada kasus rumah, berpisah tidak baik misalnya disita bank. Bisa juga karena kredit macet sehingga harus melakukan over kredit.
Pada kasusku, rumah pertama dijual karena butuh rumah yang lebih besar. Rumah pertamaku dan suami luas tanahnya kurang lebih 80 meter, dengan luas bangunan 45 meter persegi. Tipe rumah terdiri dari dua kamar, satu kamar mandi, dapur kecil, garasi, teras, taman, dan ruang tamu yang jadi satu dengan ruang keluarga.
Ketika anak kami sudah tiga, dan ada yang berbeda jenis kelaminnya, aku dan suami ingin agar masing-masing anak kelak mempunyai kamar sendiri. Terlebih lagi kami merantau. Pinginnya ketika orang tua atau mertua datang ke Depok, mereka punya kamar sendiri untuk menginap.
Maka pilihannya adalah merenovasi dengan membuat rumah menjadi tingkat, atau menjual lalu membeli rumah baru. Aku bertanya ke ayahku yang mempunyai background teknik sipil dan terbiasa mengerjakan proyek bangunan termasuk rumah. Beliau berkata bahwa dana yang dikeluarkan untuk renovasi vs untuk membangun/ membeli rumah baru sama saja.
Jika membeli rumah baru/membangun rumah baru bisa mendapatkan tanah yang lebih luas, maka tentu akan menguntungkan membeli rumah baru. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya kami memutuskan untuk menjual rumah pertama tersebut.
Tips Menjual Rumah Pertama, Ketika Rumah Sudah Ada Jodohnya
Apakah proses menjual rumah semudah yang dibayangkan? Ternyata tidak! Meskipun rumah kami letaknya strategis (5 menit ke Universitas Gunadarma, 7 menit ke Universitas Pancasila, 10 menit ke UI, 15 menit ke Margonda, dekat dengan berbagai RS, dll) tapi ternyata butuh waktu juga untuk menjualnya.
Harga yang kami tawarkan merupakan harga pasar, karena terus terang kami membutuhkan uang tersebut untuk membeli rumah baru secara cash. Pengalaman KPR saat rumah pertama,membuat kami tidak mau lagi menggunakan cara KPR untuk membeli rumah.
Selama rumah pertama tersebut belum laku, alhamdulillah ada saja yang mengontrak. Biaya mengontrak di lokasi strategis tersebut cukup tinggi, mencapai 24 juta rupiah/ tahun. Alhamdulillah, uangnya bisa digunakan untuk membayar biaya kontrak kami di daerah lain.
Lalu sekitar dua tahun kemudian, ada yang menanyakan rumah tersebut. Dia mendengar bahwa rumah kami dijual, dan berminat untuk membelinya. Dia yang dimaksud adalah tetangga kami sendiri. Sekaligus rekan kerja suamiku.
Mereka bekerja di satu perusahaan, tapi berbeda departemen. Lalu setelah diskusi, dan nego harga, tercapailah kesepakatan dan metode pembayaran. Alhamdulillah rumah kami dibeli tanpa KPR. Jadi si pembeli akan membayar DP, lalu sisanya dicicil tiga kali selama 1 tahun.
Masyaallah, sungguh tak disangka. Di saat kami butuh dana tambahan agar bisa membeli rumah secara cash, ada seseorang yang ternyata berjodoh dengan rumah pertama.
Mencari Rumah Baru, Sempat diPHP
Sebelum rumah lama ada peminatnya, aku dan suami sudah survei keliling Depok. Kami survei rumah dan tanah. Ada yang rumahnya cocok, tapi budget enggak cocok. Ada yang rumah cocok, budget cocok, tapi cara bayar enggak bisa dicicil.
Ada pula yang semuanya cocok, tapi rumahnya enggak cocok. Yang paling sedih adalah ketika survei tanah, harga dan luas cocok, tapi masih indent setahunan plus belum tahu kapan akses jalan perumahan akan dibangun. Padahal kami ingin pindah secepatnya.
Hingga suatu hari, aku dan suami menemukan rumah yang cocok. Rumah dengan luas tanah 180 meter, dan masih ada sisa tanah di depan dan di belakang. Secara harga juga masih masuk ke budget. Maka kami menawarkan metode pembayaran dengan DP 50 %, lalu sisanya cicil selama 3 tahun.
Penjual menolak mekanisme tersebut, dan menawarkan cicilan maksimal 1,5 tahun saja. Beberapa bulan kemudian, akhirnya kami mendapat rezeki lebih sehingga bisa menyanggupi pembayaran tersebut.
Namun sayang seribu sayang, ketika cek dokumen, ternyata rumah masih atas nama orang tua. Fakta ini cukup ribet, karena jika dalam waktu 1,5 tahun (rumah belum kami lunasi), ndilalah orang tuanya meninggal dunia, maka rumah menjadi harta warisan.
Setelah berkonsultasi dengan notaris, tidak ada yang bisa menjamin rumah tersebut tidak menjadi sengketa. Ya kalau semua anak-anaknya bersedia rumahnya kami beli, lha kalau tidak? Wah, bisa gawat! Akhirnya, penjual hanya memberi opsi cash keras. Dan terus terang, kami belum ada dananya.
Alhamdulillah siapa sangka beberapa bulan kemudian, rumah pertama kami terjual. Begitu pembeli membayarkan DP, kami bisa membeli rumah baru secara cash keras. Kami menyampaikan hal tersebut kepada perantara penjual (adik kandungnya), tapi malah tidak ada respon. Akhirnya, kami survei lagi mencari rumah lain.
Mendapatkan Rumah Baru, Eh Cinta Pertama Datang Kembali
Dari hampir belasan kali survei rumah, ada 2-3 rumah yang menarik hati. Tapi lagi-lagi, aku dan suami belum sepakat. Hingga akhirnya kami menemukan sebuah rumah yang luasnya sesuai keinginan, dan aksesnya juga mudah.
Bukan hanya itu saja, rumah tersebut juga dijual dengan harga di bawah harga pasar. Intinya kalau beli tanah dan membangun sendiri, harganya akan lebih dari harga jual rumah yang ditawarkan. Masyaallah, berasa bertemu jodoh.
Oh ya, terus terang, uang kami mepet. Makanya aku dan suami mengajukan lagi untuk cash bertahap. Sayang, pemilik rumah tidak setuju. Mereka hanya mau KPR atau cash keras.
Karena sudah cocok, akhirnya aku dan suami menjual aset. Mulai dari saham, emas, tabungan di koperasi, semua dijual. Alhamdulillah pas banget. Tapi masih kurang buat bayar pajak yang harganya wow. Akhirnya terpaksa pinjam ke orang tua dan adik. Tentunya dengan perjanjian kapan batas pembayarannya.
Siapa sangka, Allah memudahkan proses jual beli rumah terakhir yang kami minati ini. Mulai dari proses pencarian notaris, mengurus perjanjian, membayar pajak, hingga tiba hari H penandatanganan perjanjian jual beli.
Suamiku cerita, sesaat sebelum melangkahkan kaki ke kantor notaris, tiba-tiba ia di Whatsapp oleh rumah yang pertama kali kami incar dulu (cinta pertama). Tiba-tiba mereka mengabarkan kalau harga rumah diturunkan, dan bahkan biaya notaris ditanggung berdua. Masyaallah, benar-benar seolah lagi mau akad eh cinta pertama bilang sayang:D
Namanya laki-laki, pantang mundur dan pantang bimbang. Whatsapp tersebut tidak langsung dibalas, melainkan suamiku langsung masuk ke kantor notaris. Kemudian ia menandatangani perjanjian jual beli dan balik nama. Alhamdulillah, proses jual beli sudah sah di mata hukum.
Selanjutnya suamiku ke bank, untuk melakukan transaksi transfer senilai harga rumah yang disepakati ke nomor rekening penjual. Setelahnya, kunci rumah diserahkan ke suami. Alhamdulillah, dengan kata lain rumah tersebut sudah sah menjadi milik kami.
Mohon doanya agar proses renovasi rumah berjalan lancar. Dan agar rumah penuh keberkahan. Aamiin.
Tips Mencari Rumah
Kalau ada sahabat ismi yang bertanya, bagaimana tips mencari rumah agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan, aku coba jabarkan ya:
1. Jangan Buru-buru
Kalau memang mau beli rumah atau tanah, rencanakan jauh-jauh hari. Kenapa? Karena semakin banyak waktu untuk survei, maka semakin enak.
Kalau buru-buru, takutnya gegabah. Padahal ternyata ada banyak rumah dan tanah yang bisa dicek terlebih dahulu. Termasuk mengecek kelengkapan dokumen.
2. Sesuaikan Budget
Saat berencana membeli rumah, pasti sahabat ismi sudah memiliki budget tertentu. Nah, kalau bisa jangan jauh-jauh harganya dari budget.
Syukur-syukur bisa kurang harganya. Tapi kalau lebih pun enggak terlalu jauh. Agar lebih mudah menambah kekurangannya. Baik dengan menabung, menambah penghasilan, atau menjual aset bila terpaksa.
3. Sesuaikan Kebutuhan
Sebelum membeli rumah, cek dulu kebutuhan keluargamu. Butuh berapa kamar? Butuh rumah yang tingkat atau tidak? Butuh halaman atau tidak? Dan sebagainya.
4. Survei dan Survei
Survei dan survei! Meskipun ketika cek rumah secara online sudah lengkap foto dan videonya, tapi survei langsung pasti berbeda.
Sahabat ismi juga bisa bertemu langsung dengan pemilik rumah atau perantaranya sehingga bisa dicek enak atau enggak diajak komunikasi dan negosiasi.
Dengan survei, sahabat ismi bisa bertanya hal-hal yang krusial. Sahabat ismi juga bisa menilai suasana tempat tinggal tersebut, termasuk kondisi tetangga.
5. Perhatikan Akses Jalan
Suamiku termasuk orang yang strik soal akses jalan. Kalau bisa ya rumahnya bisa dilewati lebih dari dua mobil. Maklum, kami punya keluarga besar.
Selain itu, orang tua dan mertua juga tinggal di kota lain sehingga harapannya kalau mereka datang akses jalan bisa dimasuki oleh mobil online. Hehe.
Belum lagi kondisi keluarga dengan 3 anak, kalau bepergian pasti ramai sekali. Dan tiap hari juga antar jemput anak sekolah. Pakai jemputan dari sekolahan pun akan lebih nyaman jika akses jalannya lebar.
Semoga tips mencari rumah di atas bisa dipraktikkan oleh sahabat ismi. Apakah sahabat ismi ada tips mencari rumah lainnya?
Memang cinta itu datang dan pergi, tidak ingin berniat menetap dan membangun rumah bersama.. wueh mantep!
gampang2 susah ya. cocok di sini, yang sananya gak cocok.
ia jodoh jodohan kalau mau cari rumah..
Membeli rumah harus dengan biar agar betah anggota keluarga. Selain harga, kelengkapan dokumen rumah juga perlu tidak banjir sebagai bahan pertimbangan
Ishh, bener banget ini Mbaaa
Nyari rumah tuh emang kudu sabar-teliti-detail, beneran kayak nyari jodoh.
Dan kalo ketemu yg “klik” walopun udah ditempati beberapa dekade, rasanya susah move on dari rumah ntuh.
Gak bisa buru-buru juga ya… Kalau buru-buru malah ntar jadinya salah pilih..padahal biaya yang dikeluarkan kan bukan 10 20 ribu yak…
Bangeeet, Mba, bagaikan menemukan sang jodoh karena meski bagaimana pun juga kalau belum jodoh, meski sudah diDP pun..YA Allah, bisa melayang. Aku pengalaman mencari rumah berapa kali, gak bisa dipaksa banget hati ini walau rumah itu bagus, murah. Tapi kalau sudah jodoh ya, klik..mudah banget.
Menjual rumah juga begitu, nggak kayak jualan gorengan yg pasti ada yg beli. Dulu nemenin ibuku cari rumah, yg sering ga bikin sreg lingkungan yg ga aman, orang-orangnya (lihat gimana mereka parkir, jemur baju), kualitas air (nanya-nanya tetangga rumah tsb) cari rumah kayak cari jodoh, susah. Tapi kalo yakin + usaha insyallah dapet!
Mencari rumah benerrrrr ibarat mencari jodoh. Kudu telitiiiii, survei mulu, terutama saat musim penghujan, biar tau ada banjir atau ga. Begitu kata papahku hehehe. Kadang harganya mahal eh tau2 bisa kebeli. Yang udah diincer malah ga jadi dibeli, macam2 deh hehehe. Makasih tips beli rumahnya yaaach. AKu juga lagi ceki2 nih semoga nanti dpat rumah baru. Eh yang ini aja belum laku hahah belum dipromosiin lagi gegara pandemi.
Aku tambahkan ya, mbak..bebas banjir!
Saat ditarik balik ke kantor pusat, suami dan saya langsung cari info rumah. Sebelumnya di daerah dapat rumah dinas perusahaan. Nah, saat itu tahun 2006 masih susah info rumah, jadi suami cek di koran, atau dapat info dari teman lalu pas ada waktu langsung ke tekape. Sengaja juga pas musim hujan. Jadi tahu daerah situ baik komplek maupun akses rawan banjir ga.
Seperti satu komplek di Cengkareng, dah bagus semua..eh ternyata banjir di gerbang?aksesnya.
Akhirnya dapat yang sekarang ditempati, di Jakarta Barat Alhamdulillah semua mudah dan cepat.
memang jodoh-jodohan rumah ini.
Hihi pastinya itu mbak. Bebas banjir jadi syarat utama
Memang kalau jodohnya sama cinta pertama ya dapetnya cinta pertama ya.. jadi langgeng… apa sih? hahaha
Beli rumah memang seperti mencari jodoh, Mba. Saya juga sama kayak Mba Ismi. Mau menjual rumah pertama dan manecari yang dekat dengan rumah papa, Tapi ya itu belum ada yang cocok sampai sekarang. Rumah pertama akhirnya dikontrakkan, Kalau memang berjodoh itu terjual, baru deh kami cari rumah baru.
Waaaaa Dian selamattttttt!! Ikut hepi bacanyaaaaa
Alhamdulillah, aku dapetnya Cikeas, pertimbangan tentu lebih dekat ke sekolah anak2 nantinya, meski lebih jauh dari kontrakan sekarang. Tapi bener banget, kalo dipaksain cari rumah deket2 kontrakan, harganya juga diluar budgetku & suami
Bismillah rumah baru, makin berlimpahhhh yaaaa,
aku masih nunggu bangun duluuu, Insya Allah tahun depan baru pindahannya, lancarr lancarrr
Bener banget, butuh kesabaran ekstra buat cari rumah. Waktu itu aku pun muter-muter lumayan lama buat mencari rumah aku sekarang. Pengen yang deket sama rumah Mama. Eh begitu aku mau pindahan, malah mamaku pindah ke Bandung
Survey penting, biar kita tahu secara langsung kondisi rumah dan lingkungan.
Dulu aku cari rumah syaratnya harus strategis. Dekat rumah ibadah, sekolah, kantor, rumah sakit, pasar, pusat belanja, dan jalan tol. Tapi gak mau di tempat yang hingar bingar. Kan susah tuh ya? 😀
Tapi alhamdulillah hasil berburu 3 bulan ga sia-sia, awet sampai sekarang udah 18 tahun ditempati tanpa pindah, saking betahnya.
Memang kayak cari jodoh, maunya cari yang bener2 ideal, tapi dengan tidak meletakkan standar sempurna 🙂
Semoga lancar proses renovasi rumahnya ya mbak Dian.
Setuju. Saya dulu tidak begitu antusias soal rumah. Merasa tiduran di teras masjid pun oke. Wkwkwkwkkk…
Maklum saya emang kerjanya dulu sambil jalan jalan gitu…
Tapi setelah punya anak, kan banyak diam di rumah tuh batu kepikiran
Alhusih meski sederhana sekarang udah bisa menetap. Tipsnya betul banget dan memang itu yang saya terapkan juga. Khususnya soal yang strategis lokasinya
Saya sepakat kalau mencari rumah memang jodoh-jodohan. Jangan sampai menyesal saat baru membeli rumah karena ternyata gak sreg
Kiraiiin itu rumah yang dibeli, kok fancy sekaleeee
tapi bener kok rumah itu jodh jodohan katanya yaaa
ada yang langsung plek dapat ada yang luamaaaaaa dan ada yang ga kejual jual!
Eh jd akhirnya bukan rumah pertama kali yang diincar itu yang dibeli ya mbak? haha iya ya kayak mantan ngajak balikan 😀
Emang yang namanya rumah jodoh2an. Kami pun lagi cari rumah yang gede, alasannya sama pengen anak2 punya kamar masing2 soalnya beda jenis kelamin dan makin pd gede skrng.
jadi udah pindahan atau belum mbak Dian?
Iya mbak, rumah yg pertama diincar ga jodoh. Udah beberapa kali nego ada aja yang bikin cancel=(. Sampai akhirnya di ending, penjual rumah yg pertama diincar ngasih keringanan ini itu, tp kami udah mau tanda tangan pembelian rumah satunya
Bener mbak cari rumah juga kaya cari jodoh sreg-sregan ya jatuhnya hehehe. Harus disesuaikan dengan budhet & kebutuhan. Biasanya kalau buru-buru juga suka gak maksimal dapatnya
Jadi dapat di Depok daerah mana nih mbak?
Sungguh benar sekali ini, kak.
Kami juga dari dulu berdoanya ingin memiliki rumah gak pake KPR. Alhamdulillah, sungguh Allah itu mengikuti prasangka hambaNya.
Jadi uniknya, ketika kami berusaha membeli rumah yang kami sukai dengan cara KPR, lo…kok KPRnya gak lulus-lulus, padahal uda coba ke beberapa bank.
Subhanallahu.
Memang selalu ada jalan yang terbaik untuk setiap lantuan doa-doa kita yaa..
iya mbak
milih rumah itu kayak milih jodoh
harus teliti dan nggak bisa buru buru ya mbak
Benar banget mbak. Nyari rumah tuh kayak nyari jodoh hehe katanya sih begitu. Tapi bener juga sih. Sampai sekarang saya mencari rumah, belum ketemu jodohnya hihihi
Btw tipsnya mantap mbak. Bener sekali, kalau beli rumah jangan buru-buru. Kalau buru-buru kadang mudah tertipi.
kalo baca judulnya, aku jadi ingat salahsatu filmnya si Raditya dika, tapi aku lupa yang menceritakan tentang upaya dia nyari rumah, samahalnya dengan nyari jodoh juga, hehehe. kalo ingat film itu, aku sepakt emang saa kayak nyari jodoh, hahaha
waktu aku itu lihat harganya yang pasti karena kudu sesuai kantong
kebayang kalau misalnya ga cocok sama kantung yang lain pasti bakal bikin dadah babay kalau aku hihihi
semangaaat cari rumah sesuai jodohh :*
Setuju kak dengan semua tips darimu memang nggak bisa buru buru dan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan. Allhamdulilah ya akhirnya menemukan yang tepat
Rasanya epik banget tuh di bagian udah mau akad eh cinta pertama bilang sayang. Waaaahhhh beneran drama pencarian rumah yang epik banget. Jadi inget drakor mothly magazine deh.
Wkkka iya kan ya, bisa2nya pas mau akad pembelian rumah eh di whatsapp sama yg rumah kami incer sebelumnya
Saya setuju sih Mbak kalo membeli rumah atau tanah itu memang jodoh-jodohan. Mungkin kaitannya seperti takdir rejeki yang telah ditentukan kali ya. Hihi.
bener banget, gimana jodohnya. AKu pun ngalamin soalnya mba, nyari di daerah mana eh dapetnya dimana. Padahal udah masuk prosesnya, dasar emang ngga jodoh jadi tetep aja gagal. Sekalinya jodoh, langsung lancar hehe.
Tentunya mau punya rumah baru enggak sembarangan ya,berbagai survey dilakukan. Hunting sana sini demi mendapatkan kenyamanan untuk ditempati dalam waktu lama. Berbagai pertimbangan sih tentunya juga,emang deh seperti mencari jodoh.
rumah emang seperti mencari jodoh perku perjuangan yang besar agar cocok dan sesuai budget
Setuju kalau cari rumah speerti cari jodoh… banyak pertimbangannya..bukan hanya harus cocok dengan kita tapi juga keluarga ..harus nyaman, sehat lingkungan..dll
Ungkapan yang menarik buat rumah. Tapi memang banyak orang bilang seperti itu. Satu lagi: untuk beli rumah selalu ada rejekinya. Seru ya pengalaman buat beli rumahnya. Akhirnya berhasil
Alhamdulillah, dimudahkan banget ya proses beli rumah mbak mana harga diturunkan pula, semoga berkah dan bahagia selalu di rumah baru ya..
Ya Allah.. mudahkanlah kami untuk membeli rumah tahun depan.. sedih lihat anak2 berkembang di rumah kontrakan yang sempit.. Qadarullah, sebelumnya kami pernah tertipu oleh developer berkedok syariah.. Uang DP (full) melayang rumah tak dapat.. Semenjak itu kapok, skrg fokus nabung pgn beli rumah cash keras..