Tak ada lagi yang tersisa, tanah telah kering, air telah keruh. Tanah air kami pucat pasi. Ras kami terancam punah.
Laki-laki kami mogok kerja, memilih beradu otot dengan siapa saja yang lewat didepannya. Tak peduli lebam dan luka menganga bikin tewas sesudahnya.
Sekolah koma, anak-anak bertengkar membabi buta.
Puskesmas tutup kapan hari, mana sudi mengobati tapi dicaci.
Tersisa perempuan, makhluk penuh cinta yang miskin cinta.
Bisa limbung kapan saja, menahan pukulan dan makian.
***
Aku berteriak di Balai Desa, “Iblis, kau menang!”
Aku limbung, belasan luka tusuk diperutku tak bisa diajak kompromi.
Iblis berjalan menjauh, tersenyum puas, “Satu lagi musuhku mati karena NAFSU AMARAH.”