Agenda kulineran selama libur lebaran menemukan puncaknya, yaitu kesampaian makan di area kuliner lantai 2 Pasar Kranggan. Seingat saya sih pertama kali tahu tentang tempat tersebut ya dari sosial media, kalau enggak salah sih Instagram. Lalu enggak lama kemudian, eh sobat blogger saya ada yang mengunggah foto/ story habis makan di sana. Auto tambah pingin deh saya.
Sebenarnya kemarin tuh anak bungsu demam, jadilah kami pagi sampai sore enggak kemana-mana. Lalu saya ngide sore hari mau ke kantor penerbit Shira Media yang ada perpustakaannya gitu. Jadi saya dan anak-anak motoran. Eh begitu sampai Jalan Kaliurang, sekali lagi saya cek gmaps, ternyata masuk-masuk gangnya lumayan jauh. Otomatis saya enggak berani motoran, khawatir nyasar malam-malam pula. Akhirnya kami memutuskan balik arah ke Tugu Jogja saja yang jalannya sudah saya hafal. Tapi waktu di perjalanan, stang motor malah goyang. Dugaan karena ban gembos, jadi mampir bengkel. Untung ada yang lewat, tapi mas-mas bengkelnya bilang di sana enggak bisa tambal ban. Mereka hanya bisa ganti ban 290 ribu. Waduh pikirku, larang pula. terus enggak tahu bakal kelar berapa lama. Pas saya lagi mikir, mas-masnya bilang kalau ditambah angin dulu aja, supaya bisa jalan. Alhamdulillah malah digratisi tambah angin, padahal setahu saya tambah angin zaman dulu udah bayar 2 atau 3 ribu gitu. Akhirnya saya dan anak-anak balik ke rumah orangtua untuk naruh motor, salah magrib dan pesan mobil online.
Alhamdulillah memang ditakdirkan untuk naik mobil saja karena malam-malam perginya. Untung cepat dapat mobilnya, dan kami sampai di Pasar Kranggan kurleb pukul 7 malam. Kami diturunkan tepat di tangga ke lantai 2. Begitu naik tangga, langsung terlihat musola dan ada kamar mandi yang bersih juga.
Kemudian belok kanan sudah banyak stand/ warung makan yang beraneka ragam. Ada kursi dan meja juga yang menghadap ke arah jalanan. Tentunya bisa makan sambil menikmati suasana malam Jogja. Sewaktu berjalan dari satu warung ke warung, saya sampai tidak bisa berkata-kata saking kagetnya. Beragam pilihan menu ada di sana. Mulai dari sate klathak, steak, udon, sampai soto tangkar. Camilannya juga banyak, misalnya roti jala, pisang krispy aneka topping, roti bakar sarikaya, kue apem, dan cake modern seperti cheese cake serta tiramisu.
Setelah berkeliling, saya dan anak-anak memutuskan makan udon, dan sri rich (roti gandum sarikaya bakar), dengan minuman teh pesugihan dan teh tarik ulur. Kak Sara semangat banget waktu tahu ada teh yang racikannya beraneka macam, ditambah pesugihan (becanda tentunya) agar rasanya enak, hehe. Udonnya sih ke ya topping ayam dan jamurnya kayak rasa mi ayam, tapi kuahnya unik sih. Saya enggak ngecek lagi kuahnya apa, hmm.
Lalu sri richnya masyaallah ga nyangka seenak itu. Kayak menteganya meleleh, selai sarikayanya juga. Dimakan waktu anget-anget, lumer di mulut. Kakak-kakak sampai habis banyak! Untuk teh tariknya kayak teh tarik di warung mi aceh. Bagaimana dengan teh pesugihan? Wow, rasanya amazing! Kakak-kakak bilang beneran ada pesugihannya, haha.
Selesai makan di Kedai Terang Bintang, kami pindah ke resto lainnya. Kali ini saya tertarik dengan iga bakar yang hotplate. Sebenarnya resto ini awalnya soto tangkar, lalu merambah ke iga hotplate dengan kuah soto. Karena khawatir kurang, saya tambah pesanan 3 tusuk sate dagingnya. Minumannya es teh dan es jeruk. Masih dapat harga 4K lho, hehe, murmer.
Sewaktu makanannya datang, kaget juga karena iganya banyak dagingnya, sedikit tulangnya. Rasanya sesuai dengan selera saya karena ada manisnya, ditambah kuah yang gurih. Sayangnya untuk satenya bumbunya agak nyegrak, meskipun tidak terlalu pedas. Akhirnya anak-anak saya tidak mau makan sate tersebut. Terpaksa saya menghabiskan 3 tusuk sate, perut sampai kenyang.
Sudah makan 2 main menu, saatnya makan dessert. Kak Najla pingin pisang krispy, sedangkan saya mau nyobain roti jala. Sayang sungguh sayang, pisang krispynya udah last order, jam 8 malam tutup euy.
Daripada enggak nyobain kue, akhirnya Kak Najla beralih ke kue lain yaitu cheese bake, dengan tambahan tiramisu cake yang endes banget. Tapi harganya lebih mahal dari main menu bo, hehe 35K dan 38K.
Setelah makan dessert, waktu sudah menunjukkan jam setengah 9 malam. Perut juga sudah penuh banget, sehingga udah enggak sanggup untuk makan roti jala lagi. Kami memutuskan untuk udahan dan jalan kaki ke arah Tugu untuk berfoto. Lumayan dapat foto mainstream ala turis.
Saya pribadi ngerasa seru banget kulineran di lantai 2 Pasar Kranggan, dan masih ingin kembali ke tempat tersebut untuk mencoba menu lainnya. Doakan dapat kesempatan ngopi dan makan roti jala di sana ya.
