Kapan terakhir kali kamu mendengar suara merdu dari sebuah alat musik tradisional? Saya mendengarnya kurang lebih dua minggu yang lalu.
Dari kejauhan, terdengar suara angklung berkejaran. Begitu kaki saya menapak di gerbang Kampung Sindangbarang, terlihatlah siapa yang memainkan angklung tersebut.

Kerutan nampak di wajah tua dan ceria. Tapi polesan make-up berhasil membuat saya lebih fokus pada alis dan bibir merah mereka. Baju, celana dan sepatu serba hitam menjadi identitas para seniman Angklung Gubrag. Penutup kepala atau iketan batik hitam putih, menambah kesan lawas pada penampilan para pemain Angklung Gubrag.
Pagi itu, saya dan teman-teman rombongan idcorners travel workshop disambut dengan alunan merdu Angklung Gubrag. Sebuah kesenian dari Sunda yang sudah berusia ratusan tahun. Dulu, ketika ingin menanam dan memanen padi, masyarakat Sunda membunyikan Angklung Gubrag yang dipercaya dapat menggerakkan tumbuhan, sehingga padi akan cepat tumbuh
Tradisi Angklung Gubrag juga mempunyai makna lain yaitu menghormati dewi padi. Kini, Angklung Gubrag tidak hanya dimainkan saat menanam padi saja, tapi juga untuk menyambut tamu dan saat pernikahan adat.
Kampung Sindangbarang yang Memikat Hati

Tak hanya telinga saya yang dimanjakan oleh iringan angklung. Tapi retina juga dibuat terpesona dengan keasrian Kampung Sindangbarang, Bogor. Seluas mata memandang, hamparan hijau terbentang. Dikelilingi pohon-pohon tinggi dan rumah tradisional, lengkap dengan lumbung dan padinya.

Saya menghirup udara pagi, segar tanpa polusi. Seolah berada di desa suami saya di Bantul yang kanan kirinya masih banyak sawah. Kala kepala saya menengadah, kabut turun tipis-tipis. Menambah syahdu suasana di Kampung Sindangbarang. Oh Tuhan, saya betah.
Saya dan rombongan dipandu menuju pendopo. Tangga dan lantai kayunya mengeluarkan bunyi khas ketika diinjak. Di pinggir pendopo sudah tersedia camilan untuk disantap. Mulai dari jagung rebus, pisang rebus, dan ubi rebus. Ketiganya kudapan ndeso. Cocok untuk lidah kampung kayak saya.
Workshop Fotografi oleh Raiyani
Acara di Kampung Sindangbarang terlebih dahulu dibuka dengan perkenalan dari founder dan co-founder idcorners. Kemudian langsung dilanjutkan dengan materi dari Uni Raiyani yang merupakan travel fotografer.
Uni Rai membuka workshop dengan sebuah pernyataan mengejutkan, yaitu “Bloger-bloger itu tulisannya bagus-bagus, tapi sayang fotonya kurang.”
Sebagai seorang bloger, saya sama sekali tidak marah dengan kejujuran beliau. Karena terus terang, artikel-artikel awal saya di blog ini memang parah-parah fotonya. Bahkan bukan hanya foto, penulisan kalimat dan paragraf pun masih berantakan.
Saya jelas malu dengan penulisan dan foto yang jauh dari layak. Oleh karena itu, setiap ada pelatihan blog, menulis, fotografi, saya berusaha ikut. Sampai saat ini, jika ada yang tema, tanggal, dan biayanya cocok, saya pasti daftar.
Apalagi dunia digital mulai merambah ke video, saya juga mempelajarinya. Mengapa? Karena perkembangan digital begitu cepat. Bloger sebagai penulis di media digital harus mengikutinya. Ikut, tapi bukan berarti terjebak tren.
Materi selanjutnya diisi dengan beberapa teknis dalam memotret menggunakan mirorless. Mulai dari apa itu ISO (tingkat sensitifitas sensor kamera terhadap cahaya), aperture/ F (bukaan diafragma pada lensa kamera), hingga shutter speed (SS).
Uni Rai banyak menampilkan contoh-contoh foto sekaligus menyampaikan tips memotret. Misalnya jika harus memotong subjek foto yang berupa orang, maka jangan dipotong di lekukan-lekukan seperti siku, lutut, pergelangan tangan atau kaki, leher, dan sebagainya. Karena kesannya seperti memenggal.
Untuk angle, ada tiga angle yang dapat dipakai, yaitu eye level angle (sejajar mata kita), low angle (pengambilan foto dari bawah), dan high angle (pengambilan foto dari atas). Para peserta diajarkan bagaimana cara memotret dengan low angle dan high angle agar menghasilkan foto yang unik dan berbeda dari biasanya.
Pengalaman Menggunakan Kamera Fujifilm
Travel workshop idcorners di Kampung Sindangbarang ini didukung oleh Fujifilm. Untuk penggunaan kamera di acara Telisik Kampung Budaya Sindangbarang, Bogor, Uni Rai langsung memberikan setingan F, ISO dan SS -nya. Diharapkan para peserta tidak perlu lagi mengubah-ubah setingan karena atraksi seni yang akan ditampilkan tidak dapat diulang.

Saya senang sekali karena biasanya menyeting kamera cukup memakan waktu bagi fotografer pemula seperti saya. Hari itu, saya membawa kamera Fujifilm XA10 yang telah menemani saya selama kurang lebih dua tahun. Terus terang, sejak pertama kali memakai Fujifilm, saya merasa kamera ini ringan, user friendly dan mudah digunakan.
Saya akui, masih banyak mode yang belum dieksplor. Oleh arena itu, pelan tapi pasti saya relajar pasar-dasar fotografi. Saat tinggal di Jogja dulu, banyak sekali acara yang diadakan oleh Fujifilm untuk para pemilik kamera Fujifilm. Acara yang berupa workshop, talkshow, sampai hunting foto diadakan sebagai bentuk dukungan paska pembelian. Salut, dan saya merasa sangat terbantu.

Sebelum memotret, saya dan teman-teman mencicipi camilan yang sudah disediakan. Selain makanan ringan yang sudah saya sebutkan, ada dua teko air yang warnanya bikin penasaran. Yang satu kemerahan, dan satunya lagi lebih ke abu-abu. Saya kira yang kemerahan adalah wedang secang, ternyata teh tawar. Untung saya mengambil teko satunya, isinya bajigur. Ya, bajigur minuman tradisional yang jarang saya temui. Duh, makin betah.

Tibalah saat yang ditunggu-tunggu, yaitu praktek motret dengan low angle. Dalam kondisi perut yang sudah besar, cukup sulit bagi saya untuk menekuk perut agar mendapatkan posisi terendah. Untung saja Uni Rai sudah memberi bocoran bahwa salah satu kelebihan kamera Fujifilm adalah adanya layar flip untuk melihat objek yang akan diambil.
Para penari dan seniman atraksi budaya di Kampung Sindangbarang berbaris dengan rapi. Nampak anak-anak kecil turut serta. Akan menampilkan kesenian apakah mereka? Wajah lugunya membuat saya semakin penasaran.
Iringan musik mulai berdendang. Para penampil kesenian mulai berjalan memutari lapangan hijau. Kemudian mereka berhenti di sudut. Lalu Angklung Gubrag dibawakan lagi berkeliling.
Peserta acara travel workshop mencari tempat ternyaman untuk memotret. Berbagai pose dipraktikkan oleh para fotografer dan bloger. Posisi tengkurap, selonjor, duduk, ada semua. Kami mencari angle terbaik.

Tari Rampak Gendang
Setelah Angklung Gubrag dibawakan, masuklah tiga orang penari perempuan nan cantik. Dua penari berbaju brokat putih. Sementara satunya berkebaya brokat merah muda. Mereka mengenakan rok batik dengan stagen hitam di perut hingga dada. Rambut hitamnya digelung. Lengkap dengan konde modern di bagian atas. Lalu diberi hiasan kepala seperti rangkaian bunga melati.

Gendang-gendang disusun sedemikian rupa, agar nantinya bisa dimainkan dengan memesona. Musik pengiring dimulai, para penari membawa stik kayu di tangan kanan dan kirinya. Melompat, memutar, menari, lalu menabuh gendang menggunakan stik.
Pantas saja tarian ini dinamakan Rampak Gendang. Rampak berarti serempak, terdengar dengan rapi dan teratur. Persis yang saya dengar, tetabuhan gendang yang serempak.
Gerakan kompak para penari menambah keindahan Tari Rampak Gendang. Mereka juga berteriak saat menabuh. Sungguh, perpaduan menarik dari gerakan tari, suara gendang, dan musik iringan tradisional.
Barudak Kaulinan
Begitu Tari Rampak Gendang selesai, anak-anak lucu nan polos memasuki bagian tengah panggung yang berupa halaman berumput. Barudak Kaulinan nama kesenian ini. Barudak berarti anak-anak. Sedangkan Kaulinan artinya permainan. Kalau disatukan menjadi permainan anak-anak.
Dua anak yang paling tinggi membuat terowongan dengan cara berpegangan tangan di atas kepala. Sementara anak-anak lainnya berbaris ke belakang dengan saling memegang bahu atau pinggang yang di depannya. Diiringi musik tradisional berbahasa daerah, mereka berjalan melewati terowongan yang dibuat oleh dua anak tertinggi tadi.
Ada yang tahu nama permainan di atas?Kalau di tempat tinggal saya dulu, namanya permainan ular naga. Kalau di daerahmu namanya apa?
Barudak Kaulinan dilanjutkan dengan atraksi berikutnya yaitu semua anak berpegangan tangan membentuk lingkaran besar. Kemudian ada dua anak yang saling berkejaran keluar masuk lingkaran. Permainan ini diiringi lagu tokecang… tokecang.. Hayo, di tempatmu namanya permainan apa?
Setelah tertangkap, semua anak menari, menggerakkan tangan dan kakinya sesuai irama musik. Masih dalam posisi melingkar, anak-anak menari maju dan mundur membentuk lingkaran kecil dan besar. Cantik sekali.

ISO: 400 ; F: 6,4 ; S: 1/400 s
Selanjutnya mereka mengubah posisi menjadi tiga baris. Lalu menari mengikuti musik. Saya melihat wajah-wajah gembira, menikmati setiap gerakan. Anak-anak yang masih menjaga tradisi membuat saya ikut bahagia.

Tari Jaipong

Barudak Kaulinan usai sudah, digantikan dengan penampakan tiga orang penari perempuan. Dua diantaranya adalah penari yang sebelumnya membawakan Rampak Gendang. Sedangkan satunya adalah penari cilik dengan kebaya brokat pink fanta.

Saya kira penari cilik tersebut akan kewalahan. Tariannya tidak sebanding dengan kedua penari senior lainnya. Nyatanya perkiraan saya salah. Gerakan tangannya gemulai. Gerakan kakinya mantap. Dia sungguh lincah membawakan Tari Jaipong.
Silat
Setelah Tari Jaipong, kami sempat disuguhkan atraksi silat yang memang khas dari Sunda. Tiga orang laki-laki muda berpakaian hitam-hitam melakukan gerakan silat. Mulai dari jurus yang menggunakan tangan, hingga kaki. Siapa sangka kesenian bela diri dapat ditampilkan dalam bentuk tarian yang diiringi musik? Menarik, bukan?
Tari Merak
Atraksi berikutnya adalah Tari Merak yang dibawakan oleh dua orang penari perempuan. Tari ini memang berasal dari Bumi Pasundan. Diciptakan pada tahun 1950-an oleh seorang koreografer bernama Raden Tjetjep Soemantri.

Satu penari memakai pakaian berwarna ungu. Sedangkan satunya berwarna hitam. Kain yang menjadi pakaian penari tersebut bermotif seperti sayap merak. Hiasan di dada penari juga seperti sayap merak. Semakin indah karena dipadukan dengan benang emas. Rambut kedua penari digelung, lalu ditutupi oleh hiasan kepala emas berbentuk burung merak.

ISO: 400 ; F: 6,4 ; S: 1/340 s
Sayap ungu dan sayap hitam terkembang menari-nari di udara, mengikuti gerak langkah sang penari. Indah, gemulai, dan memesona. Persis burung merak yang memikat.
Perebut Seeng
Atraksi kesenian di Kampung Sindangbarang ditutup dengan pertunjukan Perebut Seeng. Seeng sendiri artinya dandang atau penanak nasi.
Dalam upacara adat pernikahan, untuk menguji bahwa calon pengantin pria adalah laki-laki perkasa, maka seeng dari pihak mempelai perempuan harus direbut terlebih dahulu oleh pihak laki-laki. Jika berhasil, keluarga pihak laki-laki dapat masuk ke rumah untuk melamar sang pujaan hati.
Wah, makna dari atraksi Perebut Seeng cukup dalam ya. Saya tak menyangka bahwa dalam sebuah tarian atau atraksi, selalu ada filosofi yang menancap sampai ke hati para penontonnya.

ISO: 400 ; F: 6,4 ; S: 1/600 s
Kesenian Perebut Seeng dibawakan oleh dua orang laki-laki yang memakai baju hitam-hitam. Yang satu membawa seeng yang diikat di pengguna. Sedangkan satunya datang dengan tangan kosong.
Kedua pemuda ini berkelahi menggunakan berbagai jurus silat. Yang satu berusaha merebut seeng. Sedangkan satunya membela diri dan mempertahankan seeng. Tentu saja, atraksi berakhir ketika seeng berhasil direbut karena melambangkan calon pengantin pria yang kuat dan tangguh.
Kuliner Kampung Sindangbarang, Makan Siang Khas Sunda
Setelah terkagum-kagum dengan keragaman budaya di Kampung Sindangbarang, saya dan peserta lain kembali ke pendopo. Kami beristirahat terlebih dahulu. Menyantap masakan Sunda yang aduhai rasanya.

Menunya sederhana, tetapi ketika lapar melanda, rasanya menjadi sangat istimewa. Ayam goreng, tahu goreng, beserta lalapan dan sayur asam benar-benar menggugah selera.
Waktu istirahat juga digunakan untuk salat. Kemudian acara travel workshop dilanjutkan dengan mengunjungi Rumah Sutera untuk melihat budidaya ulat sutra hingga dapat menghasilkan kain sutra dan berbagai produk sutra lainnya. Artikel tentang Rumah Sutra akan saya tulis terpisah ya.

Sepulang dari Rumah Sutra, para peserta istirahat sekaligus salat terlebih dahulu. Sambil beristirahat, Mbak Donna Imelda mengisi materi mengenai travel writing.
Menulis Cerita Perjalanan yang Berkesan di Mata Pembaca

Mbak Donna menyampaikan bahwa setiap orang bisa menjadi traveler, dan beberapa orang bisa menulis. Tetapi menjadi penulis perjalanan butuh lebih dari sekedar sebuah perjalanan.
Esensi ada pada tulisan bukan hanya perjalanannya, karena karakter yang membangunnya adalah narasi sehingga tulisan bernilai informatif, deskriptif dan kaya akan pengalaman emosional.
Esensi inilah yang dikupas tuntas oleh Mbak Donna. Bagaimana caranya agar tulisan perjalanan menjadi bermakna, bukan sekadar mengisahkan pengalaman pribadi.
Travel writing tak menuntut kita untuk menjadi pejalan yang hebat namun pejalan yang hebat sekalipun harus belajar tentang konsep menulis yang baik. (Donna Imelda)
Cerita perjalanan tak akan bisa disajikan bila tidak bisa menuangkannya dalam bentuk tulisan, namun sebaliknya, pasar tradisional dekat rumah pun bisa menjadi sebuah tulisan yang mahal bila kita mampu menemukan sesuatu yang unik dan menceritakannya dengan kemasan yang menarik.
Wah, pandangan yang mencerahkan ya. Kesimpulannya, objek wisata atau tujuan perjalanan kita tidak harus luar biasa (misal di luar negeri). Karena yang penting justru bagaimana cara kita bercerita. Keunikan seorang travel writer atau travel blogerlah yang membawa tulisan mereka dicari – cari oleh pembaca.
Ada beberapa urutan langkah yang bisa dilakukan untuk menuliskan cerita perjalanan dengan baik, yaitu:
1. Temukan Keunikan
Sebelum berangkat, sebaiknya kita melakukan riset mengenai lokasi yang akan dikunjungi. Baik melalui media online, maupun bertanya kepada orang yang pernah ke sana. Fungsinya apa? Tentu saja untuk mencari keunikan tempat wisata tersebut. Agar nanti ketika sudah sampai, kita enggak blank mau cari data apa.
Dengan riset, bahkan sejak sebelum berangkat, seorang travel writer dapat menentukan angle atau sudut cerita. Yang dijadikan objek tulisan tak harus selalu keindahan alam, tapi bisa keunikan lainnya. Seperti kisah sosok yang berperan penting di sebuah tempat tapi belum diangkat dan diketahui banyak orang. Atau kuliner khas setempat yang jarang disorot.
2. The Cycle
Setelah mendapatkan ide penulisan, maka kita dapat membuat storyline atau outline. Sub judul apa saja yang nantinya akan digali di lokasi sehingga mempermudah jalannya penulisan.
Selain itu, kita juga perlu berkorespondensi dengan pihak yang berkepentingan di lokasi. Selanjutnya adalah persiapan keberangkatan termasuk penginapan dan tiket transportasi.
Lingkaran menulis cerita perjalanan berikutnya adalah liputan di lokasi. Mulai dari berbincang dengan warga lokal, sampai mendokumentasikan foto dan atau video. Sesampainya di rumah, teman-teman dapat melakukan seleksi foto dan video. Lalu mulai menulis artikel dengan cara merapikan informasi yang sebelumnya sudah didapatkan. Tulisan beserta foto dan video dapat dikirimkan ke media, unggah di blog atau media sosial.
3. Persiapan
Kembali ke persiapan, fungsi dari outline atau storyline adalah agar teman-teman memiliki panduan dalam mencari data untuk mendapatkan info yang mendalam. Dengan demikian, topik atau tema yang pilih dapat dikerucutkan sehingga lebih fokus. Persiapan sangat bermanfaat ketika menyusun artikel atau mengembangkan ide tulisan.
Riset fungsinya untuk mendapat data dan fakta tentang perjalanan dan objek yang akan ditulis. Kita perlu memperhatikan kapan informasi mengenai fakta tersebut ter- update. Dengan kata lain, carilah info yang teraktual, terkini.
Apa saja yang sebaiknya diriset? Mbak Donna menyampaikan setidaknya ada beberapa hal yang dapat digali, antara lain keunikan, kondisi geografis, iklim dan cuaca, adat istiadat, kebiasaan setempat, moda transportasi, akomodasi, dana dan jadwal event.
4. Saat di Lokasi
Sesampainya di lokasi, nikmatilah perjalanan, optimalkan semua indra agar feel – nya dapat. Optimalkan dokumentasi baik foto atau video. Tapi jangan lupa untuk memperhatikan sekitar, mengeksplorasi, dan berinteraksi dengan warga lokal.
Kita juga dapat memanfaatkan berbagai sumber informasi, seperti brosur, koran lokal, orang-orang di sekitar lokasi, atau narasumber. Bila ingin melakukan wawancara, pastikan teman-teman sudah menyipkan topik atau hal yang ingin ditanyakan.
Meskipun kesuksesan sebuah wawancara ditentukan oleh jam terbang, kita sebagai pemula dapat berusaha dengan cara menciptakan kondisi yang nyaman dan tidak kaku. Seolah sedang mengobrol biasa.
Buatlah catatan harian selama perjalanan. Jangan menunggu sampai pulang atau perjalanan selesai. Lebih baik segera menulis. (Donna Imelda)
Saya sepakat dengan tips di atas. Bayangkan saja kalau kita jalan-jalan selama lima hari dan baru menulis di hari keenam, ya keburu lupa. Info-info penting seperti data dan fakta sejarah, nama orang, bahkan sekadar pengalaman unik sudah seharusnya kita tulis.
Saya pribadi kadang menulisnya di Word pada smartphone dalam bentuk poin-poin. Pernah juga saya rangkum di Instagram feed atau stories sehingga nanti ketika akan menulis sebuah artikel, tinggal ambil-ambil dari beberapa caption di foto Instagram yang pernah saya unggah. Atau jika narasumber berbicara dengan cepat, teman-teman bisa merekam dan membuat video. Cara tersebut cukup menyelamatkan ketika saya lupa terhadap beberapa informasi.
Teknis Menulis Cerita Perjalanan
Mbak Donna menyampaikan beberapa komponen penting dalam sebuah tulisan, yaitu:
1. Angle atau Sudut Pandang
Kita sebaiknya fokus pada apa yang sebetulnya ingin disampaikan kepada pembaca, karena tidak semua ide dan pengetahuan atau pengalaman saat melakukan perjalanan bisa dituangkan dalam satu tulisan. Contohnya ada angle panduan perjalanan, kuliner, human interest, budaya, event atau tips. Kita dapat fokus untuk memilih salah satu.
2. Struktur Tulisan
Untuk yang belum mengetahui urutan dari struktur tulisan, saya sekalian tulis di sini ya, yaitu:
a. Judul
Judul ibarat kemasan dalam sebuah produk, yang dilihat pertama kali oleh pembaca. Oleh karena itu, buatlah sederhana namun menarik bagi pembaca. Biasanya, judul tidak terlalu panjang, kurang lebih terdiri dari 6 kata. Bila menulis di media online, kita perlu mempertimbangkan kata kunci mesin pencari.
b. Paragraf Pembuka
Paragraf pembuka disebut juga lead atau intro. Lead merupakan inti dari sebuah artikel perjalanan sehingga harus mampu memikat pembaca untuk membaca lebih lanjut. Sebaiknya terdiri dari 3-5 kalimat saja atau satu paragraf.
Lead biasanya paling banyak menyita waktu penulis karena lead berperan untuk mengantarkan atau mengarahkan pembaca pada isi artikel. Bila tugas judul adalah menarik perhatian pembaca, maka tugas lead adalah memastikan pembaca untuk tetap membaca tulisan hingga selesai.
Paragraf pembuka dapat berupa informasi, kutipan, pertanyaan, dialog, dan sebagainya. Coba, paragraf pembuka di artikel ini berbentuk apa? Ya, benar, sebuah pertanyaan.
c. Badan Tulisan
Saat menulis, perhatikan kaidah penulisan dan hindarilah paragraf panjang agar pembaca tidak kehabisan napas saat membaca. Perhatikan pula ukuran foto dengan lebar badan tulisan. Tujuan foto adalah untuk memperkuat tulisan. Oleh karena itu, beri caption pada foto.
Cek ada tidaknya typo. Segera perbaikibila ada. Untuk penempatan iklan (adsence misalnya) pastikan tidak mengganggu kenyamanan pembaca.
d. Penutup
Penutup berupa kesimpulan atau rangkuman isi artikel. Penutup pasti ada kaitannya dengan pembuka dan badan tulisan. Ada beberapa tipe penutup, yaitu call back ending dan question ending.
Call back ending mengacu pada topik yang tertulis di bagian pembuka, teknisnya adalah dengan mengulang bagian pembuka dengan kesimpulan akhir. Sedangkan question ending adalah teknik menutup cerita perjalanan dengan pertanyaan. Kira-kira saya akan pakai yang mana ya? =)
Secara garis besar, saya menikmati workshop bersama idcorners. Siapa sih yang tidak suka jalan-jalan? Hamil tua seperti saya saja pasti ketagihan.
Workshop yang diadakan di alam terbuka lebih fresh dan tidak membosankan, karena pasti ada hal baru. Atau situasi yang sebenarnya tidak baru, tapi jarang kita temui.
Materi yang disampaikan oleh Uni Rai dan Mbak Donna juga menarik dan aplikatif. Bukan sekadar teori. Bonusnya, saya mendapat banyak teman baru. Terutama yang berbeda profesi seperti para fotografer dan youtuber =)
Apakah saya mau jika diajak lagi ke Kampung Sindangbarang? Tentu saja mau. Tapi menginap di homestay -nya agar mendapatkan suasana yang berbeda.
Saya akan mengajak keluarga yaitu suami dan anak-anak. Karena saya ingin mereka juga merasakan kesyahduan yang saya rasakan. Alunan musik tradisional, dipadu dengan kesegaran udara dan air. Dilengkapi dengan beragam budaya yang membuat saya bangga dan lebih mencintai Indonesia. Ya, saya menemukan semua itu di Kampung Sindangbarang =)

Membuat catatan oerjalanan selama masih dilokasi emang enak..ga usah nunggu pulang baru nulis, trus lupa hehe
Mantap banget ulasannya, berasa aku ikut di dalam acara pelatihan ini, narsumnya keren-keren ☺️?
Agak nyesel nggak ikutan acara ini mba padahal seru banget. Senang banget bisa ikutan dan sekaligus dapat materi workshop fotografi juga 🙂
Wah anak-anakku perlu diajak ke sini nih, biar mengenal budaya Jawa Barat. Belajar sambil melihat langsung kan lebih bisa nempel di kepala. Btw, materi fotografi dan menulis travelingnya juga keren banget deh ah.
Makasih banyak mbak Dian sudah menuliskan dengan lengkap banget. Meskipun aku tidak ikut hadir di acara workshop, aku tetap dapat ilmunya nih. Mau langsung aku praktekkan juga ke tulisan dan foto2. Kapan2 ada workshop fotografi aku mau diajak juga dong mbak.
Kampungnya Kaya sekali ya dengan kebudayaan. Itu kalau aku ikuti Cara makannya, tiap hari makan rebusan, aku pasti jadi langsing deh. Jadi pengen tinggal di sana wkwk
Isshh liat foto fotonya aku nyesel iih ga jadi ikutan acara di sindang barang mba. Sayang ada farewell party sm kakak, dia mau ke LN. Tapi alhamdulillah tetep dpt ilmunya koq dr sini. Thanks for share ya
Pasti seru… saya hampir setiap seren taun pergi ke sana malah nginep… 🙂
Huaaa masih belum move on sama Sindang Barang ini,, sumpah tempatnya nayaman banget ya untuk ditinggali, banyak pohon dan udaranya masih bersih banget.
Terharu bacanya, Terim kasih mbak Dian sudah menikmati acara bersama Indonesia Corners..