“There is no friend as loyal as a book.” – Ernest Hemingway
Siapa yang di masa gundah gulananya berteman buku? Ngacung ah. Meski era internet memudahkan kita untuk membaca e-book, berita, fiksi, di portal online, tapi buku fisik tetap memiliki tempat tersendiri di hati saya. Bukan apa-apa, sensasi membuka lembar demi lembar, halaman demi halaman buku itu nggak tergantikan oleh kemudahan teknologi. Maka bagi saya, buku tetap akan laris manis dari segi komersial, Mereka punya penggemar sendiri, saya salah satunya.
Proses saya menyukai buku tidaklah sebentar. Mana bisa ujuk-ujuk senang membaca, sementara nggak pernah kenal buku sebelumnya. Seingat saya, saat kecil, orang tua saya memberikan beberapa buku bacaan untuk anak-anaknya. Bahkan ada buku mungil berbahasa Inggris yang saat ini masih utuh dan dilungsurkan ke anak-anak saya.
Dian kecil juga berlangganan majalah Bobo. Majalah anak yang mengenalkan saya pada aktivitas surat pena untuk sahabat. Bahkan saya juga pernah beberapa kali mengikuti kuis atau mengirimkan karya ke Bobo, dan alhamdulillah mendapat apresiasi lho. Zaman dulu dapat hadiah buku tulis, kertas surat bergambar, krayon dan tas saja sudah bahagia banget.
Saat SD, yang saya ingat adalah sering membaca cerita rakyat dan kisah 25 Nabi. Kayaknya dua buku tersebut adalah buku wajib anak-anak ya=). Bergeser ke SMP, saya bahkan rutin meminjam buku di perpustakaan umum belakang sekolah. Yup, bukan ke perpustakaan di sekolah yang lebih banyak buku-buku edukasi atau buku pelajarannya. Kalau taman bacaan belakang sekolah yang saya maksud adalah tempat penyedia komik-komik dan novel, haha. Iya, saya kenal serial cantik, komik doraemon, serial ghost bumps, dan novel Mira W di tempat tersebut. Biaya sewanya juga murah banget, 500 rupiah atau berapa gitu, saya lupa =D. Intinya, untuk anak SMP sih bisa banget menyisihkan uang saku buat pinjam buku.
Ketika masa SMA tiba, kegemaran saya membaca buku tetap berlanjut dong. Seingat saya, lebih banyak ke pinjam teman, hihi. Misal nih ada yang bawa komik doraemon, selesai dia baca, saya akan pinjam bukunya. Pernah beli buku juga nggak ya? Agak lupa sih, mungkin pernah. Kalau nggak salah ingat, masa SMA itu justru saya jarang membaca buku yang sifatnya hiburan. Banyaknya baca buku pelajaran, huaa, apalagi menjelang ujian. Belum les yang diikuti, nambah deh baca LKS. Eh tapi saya tumbuh didampingi beberapa majalah remaja sih. Sebut saja Kawanku, Gadis, Hai, Aneka Yes, adalah beberapa majalah yang pernah saya baca. Ada yang pinjam teman, ada yang beli sendiri. Sewaktu membaca poling tentang kehidupan dan kebiasaan generasi Z di internet, saya agak tercengang. Mereka hidup di zaman digital, yang salah satu cirinya adalah tidak menggunakan koran dan majalah cetak. “Hmm, sayang banget!” batin saya. Mereka mungkin juga nggak ngalamin nempel poster idola ke dinding kamar, dimana poster tersebut didapat dari majalah. Mereka juga mungkin nggak ngalamin masa mengerjakan tugas dengan membuat kliping koran. Saya jadi merasa beruntung, karena sempat menjadi generasi yang tumbuh bersama media cetak.
Saat menjadi mahasiswa, kegemaran saya pada buku menjadi-jadi. Dulu sempat ngerasain punya uang sendiri sih dari hasil jualan. Nah, uang hasil keuntungan jualan tersebut sering lho saya pakai untuk beli buku. Entah novel, majalah, atau kumpulan cerpen dan puisi. Paling happy itu ketika ada obral buku. Wuih, langsung diserbu deh dimanapun berada. Kalau di Jogja sih alhamdulillah termasuk sering ada bazar buku. Jadi buat mahasiswa dengan uang jajan pas-pasan pun tetap dapat memunyai buku berkualitas dengan harga miring.
Ah, Jogja memang surganya buku murah. Belum lagi acara bedah buku, bedah karya, menjamur di Jogja. Saya yang cinta buku tentu saja senang, dapat bertemu langsung dengan penulis buku yang saya sering baca misalnya. Baru-baru ini di Jogja, ada temu penulis. Salah satunya adalah Sapardi Djoko Damono, seorang pujangga atau penulis puisi yang terkenal akan Hujan Bulan Juni-nya. Sayang saya pas nggak bisa ikut, hiks, nggak jadi ketemu deh sama Pak Sapardi.
Menjadi ibu tidak membuat saya berhenti membaca. Banyak ilmu parenting yang saya dapatkan dari buku. Maklum lah, dulu di sekolah malah nggak ada pelajaran soal parenting. Jadi saya harus mencari referensi sendiri. Salah satu buku parenting yang saya baca adalah 5 Guru Kecilku dan Rahasia Pola Pendidikan Anak Hebat.
Meski membaca nonfiksi, tetapi novel fiksi tetap jadi kegemaran saya. Bukunya Dee Lestari, Andrea Hirata, Tere Liye, Habiburrahman El Shirazy, Puthut EA., AS.Laksana, Hanum Salsabiela, A. Fuadi, adalah beberapa penulis Indonesia yang bukunya sesuai selera saya. Beberapa buku luar yang sudah diterjemahkan juga saya baca. Yang menarik perhatian saya antara lain Perfume, Mehrunisa, dan Mokingjay.
Ternyata, saat sudah punya anak, saya juga otomatis membeli buku untuk anak. Buku-buku ini terus terang membantu saya untuk menjelaskan banyak hal yang tidak dapat disampaikan hanya dengan kalimat biasa. Buku-buku bergambar juga menolong saya untuk memasukkan pesan tertentu tanpa anak harus lancar membaca. Cukup melihat gambarnya saja, anak sudah memahami lho.
Anak Suka buku? Ini Caranya
Salah seorang teman blogger, Noni Rosliyani (www.nonirosliyani.com) juga sering membacakan buku pada anaknya Luna (4 tahun). Mbak Noni ini bekerja sebagai editor di salah satu penerbit mayor besar Indonesia. Jadi kalau soal kecintaannya pada buku sih, nggak usah ditanya. Yang saya kagumi itu, disela-sela kesibukannya, beliau menomorsatukan pengenalan buku ke Luna. Ada yang mau tahu nggak alasan Mbak Noni mengenalkan buku sejak dini? Simak yuk hasil wawancara ala-ala saya.
1. Sebagai editor, saya yakin Mbak Noni memang suka membaca buku, apakah hal itu yg jadi latar belakang mengenalkan buku ke Luna? Atau ada alasan lain?
Sejak kecil aku memang suka baca buku, genre apapun. Orangtua beliin buku, tapi nggak rutin juga sih.. Jadi, sejak SMP sudah terbiasa nyisihin duit untuk beli buku sendiri. Setelah punya anak, jadi kayak “balas dendam”. ? Pingin memfasilitasi anak dengan buku-buku yang dulu nggak aku dapatkan. Apalagi zaman sekarang buku anak itu lucu-lucu banget fiturnya.
Notes: Wkkka terbukti deh bahwa untuk menjadi orang dewasa atau orang tua yang cinta buku, kecilnya kudu kenal buku dulu. Jadi kayak terbiasa gitu, karena tresno itu jalaran seko kulino (cinta itu datang karena terbiasa) Tssah!
2. Menurut Mbak Noni, seberapa penting anak-anak mengenal buku? Mengapa?
Penting banget!”Luna sendiri bisa lebih mudah paham, ketika dijelaskan melalui gambar dan cerita. Dia inget banget suatu momen yang mirip sama salah satu cerita di buku. Misal suatu hari, kita mau pergi ke pantai, dia bilang, “Aku bawa tas ya … biar kayak di buku ini.” Trus dia lari ambil bukunya, dan nunjuk gambarnya. ?
Intinya, aku pingin mengenalkan sebanyak-banyaknya hal ke anak usia dini. Mumpung masih di usia emas, otak masih mudah menyerap banyak hal. Dan salah satu alat yang efektif adalah dengan buku. Termasuk buku terbaru yang kubeli tentang Organ Tubuh Manusia, nggak nyangka, semalem doang jelasinnya. Paginya dia langsung hafal dan nyantol banget di kepala, dan terus dipraktekkin sampai sekarang.
Notes: Wow, ternyata kekuatan buku begitu dahsyat ya. Untuk anak usia dini, yang masih menyerap seperti spons, isi buku juga akan mereka serap dengan lebih cepat dibanding orang dewasa. Makanya saya juga sepakat dengan Mbak Noni, mengenalkan buku pada anak itu penting. Nggak masalah mereka belum bisa membaca, atau malah dicorat-coret atau disobek. Solusinya kasih kertas kosong untuk persiapan sebelum anak menyoret buku bacaannya. Lalu, pilihlah buku berbahan tebal (hardbook) atau buku kain untuk anak yang lebih muda /bayi, sehingga nggak mudah sobek atau nggak bisa dirobek.
3. Selama ini lebih pilih buku anak yang kayak apa? Dongeng? Fabel? Atau lebih suka yang tema apa? Ada alasan khusus?
Apapun. Random. Karena aku nggak pingin membatasi koleksi bukunya hanya tentang princess-princess -an aja. Biasanya aku yang beliin langsung bukunya Luna. Soalnya kalau melepas anak suruh milih sendiri, pasti pilihannya jatuhnya yang cerita putri-putrian tadi. Padahal buku princess sudah punya banyak. ?
Alasannya, biar pengetahuannya dia lebih banyak. Nggak cuma sebatas cerita fabel atau princess-princess -an. Toh, sekalipun aku yang milihin bukunya. Sampai di rumah, dia pasti akan mau baca bukunya. Lama-lama aku hafal, jenis ilustrasi yang seperti apa yang dia suka dan nggak suka. Hehehe.
Notes: Saya sepakat! Ngenalin buku ke anak memang sebaiknya lintas genre. Yang penting sesuaikan usianya. Soal anak nggak terlalu suka atau suka dengan buku tertentu sih menurut saya pribadi nggak masalah, namanya juga selera. Tugas kita sebagai orangtua adalah memfasilitasi.
4. Suka duka mengenalkan buku ke anak?
Sukanya, pengetahuan dia jadi banyak. Dia suka baca dan dibacain buku. Selama ini orang mikirnya, “literasi untuk anak usia dini itu sebatas baca-tulis-hitung”. Padahal menurutku, literasi untuk anak usia dini itu ya dari kebiasaan kita membacakan dia cerita. Beda banget, anak yang bisa baca tanpa rajin dibacakan buku, sama anak yang rajin dibacakan buku.
Kebetulan di daycare juga support banget, setiap siang selalu ada sesi baca cerita. Di rumah, tiap malam sebelum tidur, sesi baca cerita sama orang tuanya. Kadang teman-temannya Luna, tetangga yang sudah usia SD suka main ke rumah dan baca buku-bukunya Luna di teras depan. Asal nanti dirapikan, aku senang-senang saja. Apa besok aku gelar taman bacaan ya, di rumah. Wakakakakkk…
Dukanya, hahaha … boros. Entah budget berapa saja sih buat beliin Luna buku. Kemarin habis dari BBW sudah habis ratusan ribu sendiri. Terus kadang suka sedih ketika ada orang yang mikir negatif, “Beli buku cuma buat gaya-gayaan doang.” Huhuhu, padahal sumprit loh … aku beli buku memang beneran dibaca. Dan aku sendiri juga suka baca. Karena ngajarin anak suka baca itu juga harus dicontohkan lewat kebiasaan orang tuanya.
Notes: Sukanya kurang lebih sama ya dengan ibu-ibu lain. Jadi gimana gitu kalau anak ingat dengan yang dia pernah baca. Dukanya, hoho, saya sendiri nggak pernah menghitung berapa uang yang keluar buat beli buku anak. Pernah pas suami saya nggak mau beliin, saya nekat nyari uangnya sendiri, nabung, haha. Tapi saya juga sempat mikir sih, pingin buka rumah baca juga kayak Mbak Noni, harapannya biar lebih banyak anak yang baca buku anak saya, karena nggak semua anak dibelikan buku oleh orangtuanya. Yang penting bukan punya atau tidaknya, tapi mencari jalan agar tetap dapat membaca.
5. Manfaat yang didapat dengan rutin membacakan buku ke anak?
Manfaat buat anak, menurutku … ilmunya nambah banyak. Dan buku jadi salah satu media yang efektif untuk mengenalkan sesuatu ke anak. Dia bisa lebih mudah menyerap ilmu. Terus efeknya dia bakal cinta buku, suka baca. Kebiasaan baik, modal buat masa depannya.
Buatku, bacain buku ke anak itu bisa bonding. Meski aku bukan pendongeng yang baik ya. Sering ketiduran pas bacain buku. ? Tapi Luna selalu kebiasaan, minta dibacain buku sebelum tidur. Cari bacaan yang sederhana dan relate dengan sesuatu yang dia sukai. Misal anaknya lagi suka transportasi, cari bacaan tentang transportasi.
Notes: Benar banget nih. Nggak hanya nambah ilmu, tapi juga buat bonding. Buat pasangan LDR bisa dipraktekkan nih. Misal kayak saya, anak-anak jarang ketemu ayahnya, ya bisa bonding melalui buku.
Yang ingin belajar mendongeng, saya pernah tulis di sini caranya Pentingnya Mendongeng dan Tips Mendongeng
6. Tips untuk orang tua yang ingin anaknya suka membaca?
- Konsisten bacain tiap hari. Nggak musti lama-lama, yg penting konsisten. Biasanya malam sebelum tidur. Lama-lama jadi kebiasaan.
- Kasih bacaan rutin ke anak setiap minggu/bulan. Nggak harus beli loh.. Pinjam di perpustakaan juga bisa. Buku-buku ceritanya Luna banyak yang pinjam dari perpus. Lumayan, irit.
- Yang paling penting, kalau pingin anaknya suka baca, ya kita harus suka baca dan cinta buku duluan. Karena anak itu bakal niruin kita. Alih-alih menghabiskan malam sambil nonton Youtube, mending sambil baca buku. ?
Notes: Ulala, tipsnya mengena sekali ya. Orangtua kudu suka baca dulu. Kalau sekarang belum suka baca, atau beralasan nggak ada waktu, mulailah dengan yang kecil-kecil dulu. Pilih bacaan yang diminati, tentang hobi lah, bercocok tanam misalnya, atau resep, hehe. Daripada ngegosip di jam istirahat kantor, mending baca buku ringan. Biar deh dikira sok, daripada nambah dosa karena menggunjing. Atau yang ibu rumah tangga, daripada ngobrol nggak jelas sama tetangga, mending baca buku. Pergi ke perpus, pilihin sekalian buku buat anak.
7. Opini Mbak Noni terhadap tingkat literasi masa kini? Adakah hubungan nya dengan membaca sejak dini?
Untuk keluarga tingkat ekonomi menengah ke atas, menurutku pribadi ya… minat baca dan kesadaran pentingnya baca buku, sudah meningkat. Terlihat dari event book sale akbar se-Asia Tenggara, Big Bad Wolf. Kemarin aku kesana, gila banget pengunjungnya. Separuh hall isinya buku-buku anak. Dan banyak orang-orang belanja buku anak 1 troli penuh sendiri. Berarti sebenarnya minat baca orang Indonesia nggak parah-parah amat kan. Cuma .. . bagi beberapa orangtua kalangan tertentu, banyak juga yang nggak mampu menyediakan literasi ke anaknya. Mungkin karena ngerasa harga buku mahal. Mending buat beli makanan, daripada buku mungkin mikirnya. Padahal bisa loh, pinjam buku di perpus sekolah.
Bahkan aku punya temen, yang sepasang suami istri itu guru. Tapi nggak ada yang suka baca (ternyata tidak semua guru sadar literasi), anaknya jadi nggak suka baca. Terus suatu hari mereka main ke rumahku. Anaknya bongkar-bongkar mainan dan nggak sengaja bongkar koleksi buku Luna. Terus jadi anteng dan tertarik baca. Pulang-pulang bilang ke papanya, “Miinta dibeliin buku kayak punya Luna.” Terus ibunya mulai pelan-pelan nyariin buku untuk anaknya.
Intinya sih … keliatan kok, orangtua yang benar-benar suka baca dan cinta buku. Kalau dia suka baca dan cinta buku, ketika dia mampu, dia akan berusaha menyediakan bacaan-bacaan bermutu untuk keluarganya. Bisa dengan beli, bisa dengan minjam. Tapi kalo mereka cuma pingin gaya-gayaan aja.. (yang sebenernya sangat kusayangkan) demi update sosmed. Ya udah, gayanya aja bukunya banyak, difoto-foto, tapi nggak pernah disentuh, dan nggak tumbuh rasa cinta buku dalam diri anaknya.
Notes: Digaris bawahi nih, membacakan atau membelikan buku bukan buat gaya-gayaan, tapi memang beneran dibaca. Soal tumbuhnya sadar literasi pada anak, akan berjalan dengan sendirinya kok. Sekali lagi, peran orangtua adalah membimbing, mendampingi, dan memfasilitasi. Nggak perlu maksa anak buat suka baca. Sediain aja tuh buku-buku berkualitas, lama-lama bakal dilirik=)
Lengkap bergizi banget ya jawaban narasumber Noni Rosliyani kali ini. Semoga teman-teman semua nggak makin bingung, tapi jadi tercerahkan.
Yang mau sharing soal buku anak, tips agar anak cinta buku, atau suka duka ngajarin anak suka buku, boleh banget coment di bawah ya…
