“Berhentilah mengoceh, nanti kamu tambah kurus. Dan kamu, juga suamimu yang sok iye itu, jangan pernah menghubungiku lagi!”
Lamat-lamat masih kudengar perempuan itu bicara. Setelah aku memutuskan cukup memaki-makinya, membalikkan badan dan berlalu. Pasti dia pikir aku berhenti karena ancamannya itu. Seperti dia mengira aku akan menerima semua alasannya yang tidak masuk akal. Biar saja, buang-buang waktu dan tenaga kalau diterus-teruskan bicara dengannya. Dia tidak cukup cerdas untuk beradu bahasa. Lihat saja, dia ingin coba membalas memaki tapi jadinya tanggung benar.
****
“Cuih!”, ludahku yang kental dan berwarna kekuningan menampar wajah mulusnya.
“Sudah menyesalkah kau sekarang hei perempuan tak tau diuntung? Setelah wajahmu hancur, sebentar lagi tubuhmu pun akan menjadi santapan lezat belatung dan tikus di tempat ini!”
Kupandangi pojokan tempatku berdiri, lantainya hitam penuh bekas oli yang mengering, oh bukan bekas oli, tapi campuran kerak oli dan darah hitam. Persis setengah meter dari pojok, perempuan bernama Lastri itu duduk dengan tangan dan kaki terikat, mulut terlakban, serta pinggangnya terantai di kursi.
“Kau tak menyangka bukan, kalau begini jadinya? Sudah kuperingatkan kau Lastri! Apakah kau tak pernah mendengar rumor orang tentang diriku?”
Yang ditanya bergeming. Memang hampir seminggu ini Lastri tidak menghabiskan sisa nasi bungkus yang ku jatah untuknya. Sama seperti wanita-wanita sebelumnya, umumnya mereka tak akan kuat tanpa makan dan minum.
****
Bau anyir menyeruak hebat kala aku membuka pintu gudang di basement bengkel milik Karla. Tampaknya tembok beton ini tak kuat lagi menanggung busuknya mayat- mayat bekas simpanan suami Karla. Haha, hampir aku lupa, bekas simpanan tetangganya pun ada disini, begitu juga wanita penggoda suami sahabat- sahabat Karla. Sialnya, si Lastri ini mirip dengan perempuan yang dulu membuat suami pertamaku lari membawa harta benda dan menguras seluruh tabunganku. Untung saja, Karla masih berbaik hati, menampungku di rumah mungilnya. Dan saat dia menangisi sifat suaminya yang suka selingkuh, hati mana yang bisa berdiam diri tanpa melakukan apapun. Sejak saat itu, setiap Karla menangis dalam tidurnya, baik karena urusan rumah tangga, maupun karena kompetitor bisnisnya yang main sikut seenaknya, aku langsung turun tangan. Pada siapa lagi dia mengadu. Kalau bukan padaku, Kanita, saudara kembar yang terperangkap dalam jasad ringkihnya.
****
Sebulan kemudian
“Angkat tangan! Seluruh bengkel ini telah kami kepung. Tak ada satupun orang yang boleh keluar sebelum kami menggeledah tempat ini.”
Belasan pria bertubuh tegap mondar mandir dengan tatapan curiga kesetiap sudut ruangan. Seluruh pegawaiku panik, berteriak histeris, “Nyonya Karla, ada apa ini? Kenapa polisi menyegel bengkel kita?”
Lamat-lamat masih kudengar suara penuh tanda tanya dari bibir para montir. Aku hanya tersenyum getir sambil memandang kearah basement. Tangan kananku memegang sloki, lalu kuayunkan menuju sudut bibir. Dalam hitungan detik, mulutku menenggak air es bercampur arsenik yang memang sudah kusiapkan sejak sebulan lalu. Suaraku membeku, sebeku aliran darah di nadiku. Aku bergumam, “Kita akan bersatu, Karla dan Kanita.”
455 kata. Belum bisa mangkas jadi 400 kata.hehe.
Cerita ini terinspirasi dari salah satu tokoh di serial Heroes.
Cerita ini ditulis untuk memeriahkan Prompt #03 MFF Idol
Sadiss! 🙂
Iyah.lagi pingin sadis:)
Terlalu jauh lompatan ceritanya, jadi seperti penggalan cerpen.
Oya, satu lagi.
Geming artinya tidak bergerak sedikitpun.
Jadi tak bergeming itu redundan 🙂
Hmm,memang sempet mikir gitu sih,jadi ga bisa disebut sebagai FF kah pak guru sulung?redundan saya baru dengar, haha,kemana aja ya saya:).siap diedit jadi bergeming. Makasih sudah berkunjung
“Yang ditanya tak bergeming.”
maksudnya bergeming kali yah bukan tak bergeming karena kalau pakai ‘tak’ jadi aneh.
Tak bergeming = tidak tak bergerak = bergerak-gerak terus.
Huaa..iy mba, maksudku tak bergerak. Siap edit.makasih masukannya