Bila kamu tidak bisa menemukan makanan sehat di sekitarmu, maka jadilah orang yang membuat atau menyediakannya.
Sepuluh tahun yang lalu, anak pertama saya lahir. Selama sembilan bulan sebelum kelahirannya, saya mengalami morning sickness yang cukup luar biasa. Pencernaan saya tidak bisa menerima makanan kemasan, dan atau makanan rumahan yang tidak bersih.
Misalnya setiap kali saya makan mi instan, otomatis langsung muntah. Bahkan baru mencium aromanya saja, perut sudah bergejolak. Sama halnya dengan beragam jajanan kemasan lainnya. Saya hanya bisa makan buah-buahan segar, sayur yang higienis, dan pangan tradisional seperti ubi cilembu panggang, bubur kacang hijau, hingga nagasari menjadi penyelamat di kala lapar menyerang.
Dengan kata lain, anak pertama saya sudah menyaring apa yang masuk ke dalam badannya, sejak ia masih dalam kandungan. Sepintar itu makhluk mungil yang disebut janin. Jadi kalau ketika mereka lahir dan saat MPASI justru ibunya memberikan makanan yang tidak sehat, entahlah siapa yang seharusnya disalahkan.
Sudah banyak berita dan studi yang beredar bahwa jajanan tidak sehat merupakan salah satu penyebab sakit pada anak. Diare, tipes, sampai penyakit ginjal merupakan beberapa penyakit yang dialami oleh anak-anak yang memakan jajanan tidak sehat dan atau tidak bersih.
Bukan rahasia bahwa jajanan dengan pengawet, pewarna, perasa dan zat aditif lainnya berdampak negatif bagi kesehatan. Apalagi jika zat aditif tersebut melebihi ambang batas aman. Atau bahkan zat tambahan yang digunakan ternyata tidak aman.
Oleh karena itu, orang dewasa terutama orangtua berperan dalam menyeleksi makanan/jajanan apa saja yang boleh dikonsumsi oleh anak. Lebih baik lagi bila orangtua punya waktu dan tenaga untuk membuat sendiri jajanan anak. Tentu saja harapannya camilan tersebut lebih higienis, bebas zat tambahan, dan enak.
Meski begitu, tidak semua orangtua bisa dan mau menyiapkan jajanan sehat. Dengan demikian, diperlukan gerakan yang menggebrak dan mendobrak batas kewajaran.
Bila sebagian besar orang menyatakan wajar anak jajan enggak sehat karena orangtuanya sibuk. Atau wajar anak mudah sakit karena yang tersedia di sekolah dan di sekitar rumah adalah makanan tidak sehat. Hal berbeda dilakukan oleh Dharma Sucipto. Alih-alih menyalahkan pihak lain, ia memilih untuk berperan dalam membuat perubahan.
Saat itu, Dharma bergabung dalam kegiatan ekstrakulikuler di SMA 1 Driyorejo, Gresik. Ia bersama teman-temannya berhasil mengolah lahan milik sekolah yang berukuran 10×8 m2 dengan cara ditanami umbi-umbian dan kacang-kacangan.
Setelah panen, umbi-umbian dan kacang-kacangan tersebut tidak dijual begitu saja, namun diolah menjadi jajanan tradisional yang sehat dan lezat. Dharmo dan teman-temannya sukses membuat 20 menu makanan dan minuman berbahan baku umbi-umbian dan kacang seperti susu jagung, ketela tempel, lomet, nagasari, dan roti selai rosela. Semua pangan sehat tersebut bebas MSG, bebas perasa, pewarna, pengawet dan zat aditif lainnya.
Yang menarik adalah, tak hanya bebas zat aditif, tapi dalam pengemasannya pun bebas plastik. Benar-benar sehat dan go green. Menurut saya, ide kreatif Dharma ini layak disebut sebagai jajanan sehat berkelanjutan.
Dharma sebagai pencetus punya nama tersendiri bagi gerakannya ini, yaitu Small Farming Food Society. Tujuan jangka panjangnya bukan hanya mengenalkan jajanan sehat di SMA-nya, tapi juga mempromosikannya ke sekolah-sekolah lain. Dharma ingin pelajar lainnya ikut tertular “virus” panganan sehat.
Setelah lulus, Dharma tetap aktif mensosialisasikan jajanan sehat di berbagai sekolah. Ia tahu bahwa makanan sehat bukan hanya bebas zat berbahaya, tapi juga terjamin higienisitasnya.
Dharma ingin memastikan bahwa para pelajar bisa membedakan mana jajanan sehat, dan mana yang bukan. Dharma ingin memastikan bahwa para pelajar dan masyarakat bertanggung jawab terhadap pilihan makanannya.
Dengan kata lain, mereka tidak akan menyalahkan pihak lain jika jajanan tidak sehat memberi dampak buruk bagi kesehatan. Karena pelajar dan masyarakat bisa berpikir dengan akalnya untuk memilih mana jajanan yang baik bagi dirinya.
Harapan Dharma, Small Farming Food Society bisa diaplikasikan oleh lebih banyak sekolah dan berbagai komunitas lainnya. Selain itu, Dharma juga memiliki impian mulia yaitu membangun kafe/ pusat jajanan yang menawarkan aneka makanan sehat dalam menunya. Penerima Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2012 ini bersungguh-sungguh dalam mempopulerkan jajanan sehat kepada masyarakat.
Kalau Dharma saja seoptimis itu, sudah seharusnya kita sebagai ikut andil dalam menyediakan jajanan sehat. Mulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga di rumah. Bila punya kesempatan, jadilah seperti Dharma yang memastikan para pelajar dan masyarakat sekitar bisa mengonsumsi panganan sehat.
Sumber:
Astramagz, Edisi Oktober 2020, halaman 173.
https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/penggiat-jajanan-sehat/
https://nasional.tempo.co/read/1111722/peduli-kesehatan-masyarakat-dengan-ragam-jajanan-sehat