Hotel D’emmerick Blogger Camp. Kamis kemarin tanggal 15 Maret 2018 adalah me time buat saya. Me time -nya sambil kerja ya nggak masalah. Buat saya, bekerja sekaligus refreshing adalah keuntungan yang diperoleh ketika menjadi blogger. Begitu mendapat kabar akan ada blogger camp di Salatiga, langsung dong daftar. Alhamdulillah keangkut juga, dan jadilah saya menyiapkan diri untuk berangkat. Saya bertolak dari Jogja bersama dua teman blogger lainnya, yaitu Mas Adiq @metuomah dan Rizki @cerita_bangdoel.
Saya dan Rizki naik Kereta Pramex pukul 5.30 wib dari Stasiun Tugu, sedangkan Mas Adiq dari Stasiun Lempuyangan. Jam setengah tujuh pagi, kami turun di Stasiun Purwosari. Menurut Mas Adiq, bus menuju Salatiga lebih dekat dari stasiun ini. Saya dan Rizki sih menurut saja, karena kami belum pernah ke Salatiga.
Dari stasiun ke lokasi pemberhentian bus, kami jalan kaki. Ternyata lumayan jauh. Melewati SMA Batik, dan akhirnya kami berhenti ketika melihat penjual nasi liwet. Maklum, Rizki sudah kelaparan. Nasi liwetnya maknyus. Teman-teman bisa memilih mau pakai lauk telur atau ayam, mau pakai kuah atau nggak.
Setelah makan, kami berjalan kaki beberapa langkah, di depan Solo Square. Di situlah bus nanti akan berhenti sebentar, sehingga kami bisa naik. Tadinya Mas Adiq meminta untuk menaiki bus berwarna hijau, karena dijamin nyaman dan aman (nggak ngebut), tapi karena bus dengan warna tersebut nggak kunjung datang, jadilah kami naik bus apa saja yang lewat. Alhamdulillah bus yang kami tumpangi nyaman dan kecepatannya juga sedang. Saya sempat tidur lho di bus. Apalagi lagu yang diputar mendayu-dayu dan berasal dari era 2000-an,haha, ada lagunya Rida-Sita-Dewi segala:D. Oh ya, cukup dengan membayar 15 ribu rupiah, kami sudah sampai ke Salatiga. Kami turun di pasar sapi, kemudian berjalan kaki ke indomaret terdekat, untuk menunggu jemputan dari Hotel D’emmerick.
Jam 9 pagi, kami sudah sampai di indomaret, karena masih menunggu beberapa peserta dari Pekalongan (Om Sarbu dan Mas Teguh, fotografer), kami baru dijemput pukul 10. 00 wib. Saat perjalanan, seolah reuni APNE karena kami berempat alumni acara itu, kecuali Mas Teguh. Nggak sampai 10 menit, kami sudah sampai di lobi Hotel D’emmerick. Langsung deh cipika-cipiki sama teman-teman blogger yang cewek-cewek.
Saya sempat berkeliling hotel untuk mengambil foto dan video. Ada banyak spot instagrammable di sekitar Hotel D’emmerick. Beberapa di antaranya terekam oleh kamera saya.
Pada pukul 11.00 wib, acara Blogger Camp resmi dibuka. Dek Isul @irasulistiana sebagai MC ternyata sangat mencairkan suasana. Saya jadi terbawa oleh keceriaan Isul.
Pembukaan diawali dengan sambutan dari Mbak Grace Primadonna selaku GM dari Hotel D’emmerick, lalu dilanjutkan oleh sambutan dari Pak Sigit yaitu Marcomm Manager. Isul yang memang supel, membuat para peserta wajib saling kenal, supaya manggilnya nggak hanya Mbak yang baju merah, Mas yang pakai topi. Benar juga sih, beberapa blogger, vlogger dan fotografer ada yang belum saya kenal, bahkan baru saya temui hari itu. Jadilah masing-masing dari kami maju satu per satu di depan panggung, memperkenalkan diri, dan akun sosmed tentu saja. Pembukaan Blogger Camp dibarengi dengan makan siang, sekaligus pengenalan beberapa menu andalan dari @cleverly_eatery resto milik Hotel D’emmerick.
Menu restoran Hotel D’emmerick
Varian makanannya apa saja? Yang menjadi menu andalan antara lain:
1. Gecok Cabut Gunung
Isinya daging sapi. Gecok sendiri merupakan sebutan untuk bumbu rempah komplit khas Salatiga. Nah kalau di Hotel D’emmerick, gecoknya berisi iga sapi. Rasanya yummy, bintang 4,5 dari 5. Anget di perut.
2. Mak Dolah Nikmat
Masakan yang dari tampilannya saja sudah menarik. Terdiri dari burung puyuh goreng dibalur sambal. Mak Dolah Nikmat adalah salah satu masakan andalan @cleverly_eatery. Paduan burung puyuh, lengkap dengan onion ringnya, menggugah selera makan. Menu ini cocok disantap di Salatiga yang dingin
3. Saged Ayur Asem
Satu lagi menu andalan dari @cleverly_eatery, sepaket nasi lauk pauk ikan asin, tahu, tempe, beserta sayur asemnya. Nikmat dan hangat di perut. Yang menarik, ikan asinnya digoreng tepung dan warna kuah sayurnya bisa ungu gitu.
4. Poffertjes
Dikutip dari Wikipedia, Poffertjes are a traditional Dutchbatter treat. Resembling small, fluffy pancakes, they are made with yeast and buckwheat flour. Unlike American pancakes, they have a light, spongy texture.
Yup, Poffertjes itu imut, mungil dan lembut. Kalau di @cleverly_eatery Poffertjes nya ditaburi gula halus. Poffertjes bisa juga dikasih toping yang lain, sesuai selera ? Kamu udah pernah makan Poffertjes belum?
Nah itulah beberapa menu andalan dari dapur restoran Hotel D’emmerick.
Sewaktu makan siang dan makan malam, menunya enak-enak. Yang paling diingat adalah puding berwarna kuning yang menurut saya rasa duren=). Selain itu juga supnya yang lezat, berisi kacang merah serta sayuran.
Sehabis makan siang, kamipun dibawa menuju lokasi camping. Tenda berwarna biru sudah berjejer rapi. Mbak Nia membagikan tenda, mana lokasi untuk laki-laki dan mana wilayah perempuan. Tendanya cukup besar, sudah berisi matras yang bagian bantal kepalanya gitu, cukup untuk 6 orang. Di luar tenda tersedia colokan untuk lampu dan charger. Kamar mandinya juga besar banget. Mirip yang di waterpark gitu. Ada belasan pintu shower dan closet. Juga ada wastafel dan kacanya. Ada dua ruangan besar, kamar mandi laki-laki dan perempuan yang memang terpisah.
Saya sempat tidur-tiduran bentar dan bersihin muka. Tiba-tiba panitia mengajak untuk segera menuju lokasi adventure. Ya, Hotel D’emmerick memiliki wahana petualangan yang variatif. Mulai dari high ropes, ATV, flying fox, archery target dan archery battle. Hari itu, peserta di bagi menjadi dua kelompok. Yang satu mencoba highropes, sedangkan satunya ke lokasi archery target. Anggap saja keberuntungan, saya masuk ke kelompok high ropes terlebih dahulu.
Petualangan pertama di arena high ropes
Lintasan high ropes terdiri dari tujuh tantangan. Dari namanya saja ketahuan, semuanya berhubungan dengan ketinggian. Tantangan pertama adalah semacam panjat tebing. Sumpah, ini pertama kalinya saya mencoba, meskipun sudah sering lihat baik di video, foto, maupun secara langsung. Kesampaian juga deh nyobain panjat memanjat yang ternyata nggak semudah bayangan saya. Bukan karena ketinggiannya, tapi karena pijakannya kecil bener, hehe. Sebelum mulai, di badan kami sudah dipasang safety tools gitu, pengaman yang melekat sedemikian rupa. Kami juga diwajibkan memakai helm khusus. Kami juga didampingi oleh pihak @emmerick_adventurepark yang sigap membantu, mengarahkan, dan memastikan semuanya aman.
Tantangan pertama berhasil saya lewati. Tantangan kedua lebih mengerikan. Sebuah jembatan gantung yang saya tahu membutuhkan kekuatan lengan dan keteguhan hati agar nggak takut jatuh, dan tetap berjalan di pijakan. Siapa sangka, saya bisa menyelesaikannya.
Nah tantangan ketiga ini buat saya nggak terlalu menakutkan, asal nggak melihat ke bawah aja. Jadi, sebuah sepeda di letakkan di atas kabel serupa sehelai tali. Kemudian kami harus mengayuh sepeda tersebut hingga ujung. Hal yang bikin saya tenang adalah, sepeda tersebut sudah didesain untuk ajek di atas lintasan, sehingga dapat dipastikan nggak akan jatuh. Alhamdulillah saya menggenjot sepeda dengan perasaan santai dan nyaman. Walaupun katanya ada beberapa teman yang merasa berat saat mengayuh, tapi saya sebaliknya, rasanya ringan kayak sepedaan di jalan biasa.
Tantangan keempat relatif ringan, yaitu merangkak melewati terowongan yang terbuat dari papan kayu. Saya sih happy-happy saja melewati highropes yang ini:)
Tantangan kelima juga masih bisa saya lakukan, yaitu berjalan di atas anyaman tali. Tentunya sambil berpegangan di pengaman dong ya.
Nah, tantangan keenam ini yang luar biasa. Mirip tantangan kedua, tetapi pijakanya lebih kecil, hanya cukup untuk satu kaki saja. Talinya juga per kaki, jadi goyang-goyang gitu ketika harus memindahkan beban dari satu pijakan ke pijakan berikutnya. Di depan saya ada Mbak Nia yang pertama kali mencoba tantangan ini. Sayang, Mbak Nia mengalami kram kaki di tengah-tengah lintasan.
Akhirnya Mbak Nia harus dievakuasi oleh pihak @emmerick_adventurepark. Di belakangnya, ada Mbak Ika dan saya yang akhirnya memutuskan untuk berhenti di tantangan tersebut. Jadilah kami langsung turun menggunakan tali=). Eh tapi setelah kami ada yang berhasil lho, cowok- cowok sih. Yang cewek pas saya lihat ya sama, berhenti di tengah atau berhenti di pijakan awal. Memang cukup bikin ngos-ngosan sih, tenaga yang dipakai lumayan banyak. Untuk tantangan ketuju berupa panjatan ke bawah menggunakan anyaman tali.
Pengalaman pertama memanah di arena archery target Hotel D’emmerick
Rasanya haus sekali sehabis menyelesaikan lima tantangan di high ropes. Peserta yang sudah selesai di kelompok kami, langsung menuju arena archery. Yeay, akhirnya impian saya terkabul juga. Dari dulu mau belajar manah tapi nggak jadi-jadi. Sempat mau ikutan panahan di daerah Keraton Yogyakarta, eh kejauhan. Pernah nyaris latihan panah di deket rumah, eh harinya pas nggak bisa. Siapa sangka, justru saya belajar memanah pertama kali di kota Salatiga ini.
Awalnya saya mencoba sendiri memegang alat panah, dan sok-sokan masang anak panah ke alat tersebut. Eh ternyata nggak bisa asal. Ada aturan terkait letak anak panah, posisi jari di tangan kanan dan tangan kiri, termasuk seberapa jauh tarikan panahnya. Alhamdulillah percobaan pertama mengenai sasaran, yaitu tanah berumput, haha. Anak panah saya nancep di tanah bo! Panah kedua berhasil mengenai target, walaupun masih di lingkaran luar. Panah ketiga melenceng jauh dari target. Ada perasaan ketagihan yang menjalar ketika saya belajar archery. Pinginnya bisa kena di bagian tengah target. Sepuluh kali memanah pun rasanya tak puas. Ingin lagi dan lagi. Ternyata begini ya rasanya memanah, pantesan pada betah=)
Oh ya, tadi kan saya sempat mengeluh kehausan. Eh di lokasi archery sudah tersedia dong teh hangat beserta camilan pisang goreng dan risoles, lengkap dengan kriuk-kriuknya. Lezat banget menikmati snack sore sembari melihat peserta blogger camp lainnya berlatih archery target. Sambil menunggu yang lain, saya salat di mushola hotel. Karena setelah ini, masih ada archery battle.
Kena panah di archery battle
Tadinya saya kira battle -nya itu mencari siapa peserta yang paling jago manahnya. Siapa yang panahnya nggak meleset dari papan target. Berbeda dengan dugaan saya, battle yang dimaksud adalah bertanding satu lawan satu ke arah target, sampai akhirnya muncul pemenang yang anak panahnya mungkin hampir selalu berada di tengah target. Eh ternyata beda lho, malah kayak tembak-tembakan pakai pistol yang berisi cat. Jadi dibagi dua regu gitu, merah dan biru. Kemudian masing-masing boleh memanah lawannya. Siapa yang kena panah, ya langsung keluar dari permainan. Pemenang adalah regu yang paling banyak peserta tanpa kena panah. Oh ya, anak panahnya itu ujungnya semacam gabus, tapi pas kena ya sakit juga. Menegangkan sih, tapi seru! Pihak lawan saya waktu itu, cukup tangguh. Ada tuh yang dari jauh nggak meleset. Udah gitu tenaganya dengan kekuatan penuh pula, bikin panah yang kena ke badan jadi berasa ngilu=D.
Oh ya, kalau teman-teman ingin mencoba D’emmerick adventure, saya kasih bocoran harga tiketnya ya. Untuk wahana high ropes 50.000 rupiah, flying fox 25.000 rupiah, archery target 30.000 rupiah, dan archery battle 50.000 rupiah, sedangkan wahana ATV 40.000 rupiah. Tiket masuk ke lokasinya gratis! Terjangkau, kan?
Makan malam sambil sharing ilmu
Selesai archery battle, peserta blogger camp kembali ke tenda masing-masing. Tadinya saya pingin merem dulu, tapi gerah dan mulai lapar lagi. Akhirnya saya memutuskan untuk mandi, salat, lalu berjalan ke restoran @cleverly_eatery. Menunya sedikit beda dengan makan siang, karena ada barbekyunya. Di tengah malam yang dingin, bakar-bakaran tentu bikin hangat badan.
Ada yang istimewa, yaitu acara sharing bareng blogger, fotografer, dan youtuber yang kualitasnya tak diragukan lagi. Mas Dhanang www.dhave.id bercerita bagaimana awal mula beliau ngeblog. Kok bisa dosen biologi rajin nulis di blog, dan apa branding beliau sehingga beda dengan blogger lainnya.
Sama halnya dengan Mas @erfix, youtuber yang awalnya bergelut di dunia streetworkout dan song writer. Ketika Mas Erfix melihat peluang bahwa video memberikan rasa yang berbeda dibanding sekadar foto, dunia youtube pun ditekuninya. Siapa sangka, apresiasi dari banyak orang didapatkan, termasuk ketika beliau traveling ke tempat yang masih baru, belum terjamah. Penduduk asli tempat tersebut, justru berterima kasih. Itulah kebahagiaan sejati bagi Mas Erfix.
Kisah lain datang dari Om Sarbu, fotografer kawakan asal Pekalongan. Beliau bercerita awal mula dunia foto, yang dulu dipandang sebelah mata. Panggilan tukang foto disematkan. Kini, istilah fotografer lebih mentereng. Kamera analog dan foto keliling, adalah saksi jatuh bangun Om Sarbu menekuni fotografi. Saat ini, beliau menikmati hasilnya, dari hobi jadi rezeki.
Hari pertama blogger camp begitu mengasyikkan, tapi saya bertekat untuk tidur cepat, karena esok hari kami harus bangun jam 3.00 wib, bersiap untuk menuju Gunung Telomoyo. Bagaimana keseruannya? Tunggu postingan berikutnya ya=)
Hihi lengkap ceritanya, jadi tahu serunya main Archery Battle soalnya nggak ikuutt huhu.
iya Mbak Winda, seru lho padahal
ih lucu ya hotelnya.. kwkwkw
hihi coba bisa nginep di hotelnya. mg bisa balik sana ya
pasti seru banget nih acaranya 😀
bangets, seru dan menyenangkan