Sirop obat aman untuk anak.
“Untuk mengubah bahan baku obat enggak semudah itu! Semuanya ada aturan ketatnya,” kata seorang teman yang bekerja di industri farmasi saat heboh kasus sirop obat yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut pada anak.
Saya pribadi sempat mengatakan bahwa kalau di film-film memang ada oknum yang mencari keuntungan dengan cara yang tidak benar. Termasuk dalam dunia bisnis farmasi. Namun demikian, saat itu saya berharap penyebab GGA bukan dari sirop obat.
Apalagi ketika teman-teman apoteker yang bekerja di perusahaan farmasi sangat terpukul karena nama mereka dipertaruhkan. Ada satu saja kesalahan dalam pembuatan obat, tentu akan berdampak buruk kepada izin edar, dan kepercayaan masyarakat.
Sebagai seorang apoteker, saya sangat paham bahwa kasus GGA mengakibatkan kekacauan dari hulu Sampai hilir. Sejawat apoteker di industri farmasi menjadi sangat sibuk karena harus memberikan data keamanan terbaru terkait bahan baku zat aktif dan zat tambahan untuk setiap sirop obat yang diproduksi. Sejawat apoteker di rumah sakit kelimpungan menerima pasien anak dengan gejala susah pipis dan demam. Sementara teman-teman di apotek mulai kebingungan apakah mereka masih boleh memperjual belikan sirop obat atau tidak.
Sebagai seorang ibu, saya sangat khawatir dengan sirop obat yang diminum oleh anak-anak di rumah. Terus terang, saya menyetok beberapa sirop obat seperti parasetamol sirop dan cetirizin sirop (karena anak saya punya alergi makanan/minuman) sehingga bila sewaktu-waktu kambuh alerginya, bisa langsung minum obat antialergi.
Untuk obat penurun panas, saya yakin sebagian besar rumah tangga pasti juga menyetok. Selain kompres, menyediakan penurun panas di rumah, terbukti menurunkan kepanikan orang tua bila anak tiba-tiba demam.
Oleh karena itu, ratusan bayi dan balita yang meninggal pasca demam, diare, dan atau batuk pilek jelas membuat orang tua gelisah dan resah, Saya sampai mengganti stok obat sirop dengan tablet, dan bersiap-siap menghitung sendiri kebutuhan dosis untuk anak. Saya bisa melakukannya karena berlatar belakang apoteker. Tapi bagaimana dengan orang tua lain yang tidak punya ilmu di bidang medis, pasti paniknya dua kali lipat.
Saya masih ingat, cukup banyak DM instagram dan pesan Whatsapp yang masuk menanyakan perihal obat anak yang aman. Termasuk bagaimana menghitung dosis bila ingin memberikan penurun panas dengan bentuk sediaan lain. Sebenarnya di Indonesia ada tablet kunyah penurun demam, tapi sayang stoknya tidak selalu ada.
Sedangkan untuk obat tablet/ puyer, rasa pahitnya menurunkan kepatuhan anak dalam minum obat. Bagaimana bila anak menolak minum obat? Tentu akan jadi lebih rewel sehingga membuat orang tua lebih lelah. Ada pula anak yang mengalami kejang saat demam tinggi.
Saya yakin, hingga hari ini, masih banyak orang tua yang bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi hingga obat sirop sempat dinyatakan tidak aman karena mengakibatkan gagal ginjal akut?
Mengapa Kasus GGA pada Anak Meningkat Tajam?
Pada hari Selasa tanggal 22 Maret 2023, saya menghadiri Dialog Interaktif Kesehatan: Sirop Obat Aman Untuk Anak yang diselenggarakan oleh GPFI (Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia). dr. Pimprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K) selaku Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI mengatakan bahwa pada Januari 2022 hanya ada 1-2 kasus GGA pada anak di RSCM, lalu tiba-tiba pada bulan Agustus hingga Otober kasus GGA pada anak meningkat tajam.
Sebenarnya GGA itu bisa terjadi di semua usia, tapi jumlahnya tidak banyak 0,5 -1 per 100 anak. Biasanya GGA pada anak terjadi karena adanya kelainaan bawaan misalnya ginjal kecil sejak lahir atau terdapat kista.
Per Oktober 2022, tercatat 189 kasus GGA pada anak usia 1-5 tahun. Laporan dari IDAI menyatakan bahwa anak-anak yang mengalami GGA, sebelumnya hanya sakit batuk, pilek, demam. Mereka memperoleh pengobatan simptomatik (untuk mengobati gejala), lalu tidak bisa pipis (kondisi anuria), kemudian dibawa ke rumah sakit.
Saat tiba di RS, anak-anak tersebut masih dalam kondisi sadar, dan tidak ada gejala lain. Ketika dilakukan USG, ginjalnya terbukti sehat, tidak ada tanda dehidrasi. Tapi tiba-tiba kondisinya memburuk sehingga esok harinya dilakukan cuci darah (sesuai tata laksana GGA). Sayangnya setelah cuci darah, pasien anak tetap tidak selamat. Mereka tidak bisa bernafas, hingga dipasang ventilator, dan akhirnya meninggal dunia.
Bukan hanya orang tua dan masyarakat yang bingung, para tenaga kesehatan termasuk dokter juga bingung. Apa yang berbeda dari GGA saat itu? Tidak ada diare hebat, tidak ada bakteri streptococus, sehingga awalnya IDAI mengira bahwa penyebabnya adalah MIS-C (Multisystem Inflamantory Syndrome Children) karena hasil tes antibodi beberapa anak terbukti positif covid.
Namun, kasus makin melonjak, dengan kematian 50% atau dari 2 anak 1 meninggal dunia. Sebuah persentase yang mengkhawatirkan dan mengerikan. Sampai akhirnya kecurigaan adanya kemiripan kasus GGA anak di Indonesia dengan laporan kasus GGA dari Gambia.
IDAI berdiskusi dengan dokter-dokter dari Gambia melalui zoom meeting. Ternyata profil pasien GGA anak di Jakarta serupa dengan pasien GGA di Gambia. Yang menarik adalah, angka kejadian GGA di Gambia menurun setelah dilakukan penarikan obat.
Langkah yang Diambil Kementerian Kesehatan RI
Setelah yakin bahwa kasus GGA anak di Indonesia sangat mirip dengan GGA di Gambia, Kemenkes mengambil langkah antisipatif ekstrim yaitu menghentikan penggunaan semua sirop obat di fasilitas kesehatan. Saat itu, sirop obat tidak ditarik karena yang berwenang menarik adalah BPOM.
Saya masih ingat masa dimana teman-teman apoteker dan para orang tua sangat terpengaruh oleh keputusan Kemenkes. Di satu sisi merupakan langkah berani, tapi di sisi lain, cukup memusingkan sejawat di pelayanan. Menurut saya, langkah ini sudah tepat mengingat pemegang kebijakan terkait yaitu BPOM perlu membuktikan terlebih dahulu bahwa sirop obat benar-benar aman, sebelum nantinya bisa digunakan lagi oleh masyarakat.
Kini, setelah BPOM merilis sirop obat apa aja yang dipastikan sudah aman, Kemenkes tetap melakukan monitoring, pencegahan dan penanganan terkait keamanan sirop obat. Salah satu caranya adalah dengan diterbitkannya Suplemen 2 Farmakope Indonesia Edisi VI.
Peran BPOM dalam Menangani Kasus GGA pada Anak di Indonesia
Kalau sahabat ismi masih ingat, pada tanggal 5 Oktober 2022, WHO memperingatkan Indonesia bahwa kasus GGA pada anak terjadi karena sirop obat mengandung cemaran ED dan DEG yang melebihi ambang batas.
Seperti yang disampaikan oleh WHO, Prof. apt. I Ketut Adnyana, Msi., Ph.D selaku Guru Besar farmakologi – Farmasi Klinis, Institut Teknologi Bandung, bahwa kasus GGA pada anak pada tahun 2022 terjadi karena adanya intoksikasi obat yang tercemar oleh EG/DEG yang melebihi ambang batas sehingga berdampak massal.
Saya pribadi pernah merangkum tentang bahaya EG/DEG yang melebihi batas.
Namun perlu diketahui bahwa GGAPA bisa disebabkan oleh berbagai faktor lainnya (multifactorial) seperti status kesehatan pasien (riwayat penyakit), alergi terhadap suatu bahan tertentu, infeksi (termasuk Covid-19), status nutrisi (dehidrasi), obat, makanan, logam berat, toksikan (EG/DEG dari berbagai sumber), dan lain sebagainya.
Sebagai informasi, EG dan DEG memang tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pada produk obat yang diminum. Namun demikian, EG dan DEG bisa ditemukan pada bahan baku produk obat sebagai cemaran. Bahan baku yang dimaksud adalah bahan tambahan yaitu Propilen Glikol (PG) / Propilen Etilen Glikol (PEG), termasuk gliserin.
Perlu diketahui bahwa Propilen berasa dari gas alam, dan Propilen terbaik sekalipun kemurniannya hanya mencapai 95%. Sisanya impuritis (cemaran), yaitu diantaranya berupa EG dan DEG. Zat tambahan PG dan PEG tidak hanya digunakan dalam industri farmasi, tapi juga kosmetik, PKRT, makanan, bahkan rokok elektrik.
Berapa batas aman cemaran EG dan DEG? Jawabannya adalah 0,1% atau 1000 ppm. Batas ini memang dijadikan syarat bahan baku obat, tetapi tidak ada standar Internasional berapa batas cemaran EG dan DEG pada produk obat jadi.
Mengapa demikian? Karena jika semua bahan aktif dan bahan tambahan harus diperiksa kadar ED dan DEG- nya akan sangat mahal dan butuh waktu lama. Oleh karena itu dibentuklah kompemdium (kesepakatan bersama secara internasional) agar tidak semua keamanan harus dibuktikan.
Lalu pada tanggal 7 Oktober 2022, BPOM melakukan pengecekan kandungan EG (etilen glikol) dan DEG (dietilen glikol) terhadap sampel sirop obat yang diminum oleh pasien GGA untuk membuktikan apakah benar sirop obat yang menjadi penyebab GGA, atau bukan. Selain itu, BPOM juga melakukan kajian, sampling, pengujian dan identifikasi terhadap bahan baku obat dan eksipien (bahan tambahan) dari India sekaligus memeriksa sarana produksi.
Pada tanggal 12 Oktober 2022- 29 Desember 2022, BPOM memberi penjelasan kepada publik secara bertahap. Termasuk diantaranya tanggal 26 Oktober 2022 BPOM bersama pakar melakukan analisis kausalitas. Hingga akhirnya pada tanggal 25 Oktober 2022- 7 Desember 2022, BPOM memberikan sanksi administratif kepada industri farmasi terkait. Sanksi yang diberikan berupa pencabutan sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) untuk sediaan cairan oral non betalaktam, dan pencabutan izin edar sirop obat yang diproduksi
Tak hanya itu, BPOM juga mengembangkan standar untuk menguji cemaran ED dan DEG pada produk jadi sirop obat. Kini, angka kuantitatif EG dan DEG juga disyaratkan untuk diperiksa. Ambang batas aman EG dan DEG telah tercantum pada Suplemen 2 Farmakope Indonesia Edisi VI.
Sebagai tambahan, BPOM juga menerbitkan Peraturan BPOM No 26 tahun 2022 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia dan aturan pelaksanaannya dalam Kepka No. 246 tahun 2022. Selain itu, BPOM juga meluncurkan kembali e-meso mobile yang bermanfaat untuk pelaporan monitoring efek samping obat oleh nakes di pelayanan.
Perkembangan Terbaru Tentang Sirop Obat, Sudah Amankah?
Lalu bagaimana perkembangan terbaru mengenai keamanan sirop obat di Indonesia?
Dra. Tri Asti Isnariani, Apt, M.Pharm selaku Direktur Standarisasi Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekusor & Zat Adiktif (ONPPZA) Dan Plt. Direktur Registrasi Obat, Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia menyatakan: “Daftar produk sirop obat yang aman untuk dikonsumsi selama mengikuti anjuran pakai, kini bisa dilihat di website / sosmed BPOM atau melalui kanal publikasi BPOM lainnya. Masyarakat, pasien, fasilitas kesehatan dan dokter diminta untuk tidak lagi khawatir dan ragu”.
Sebagai informasi, per tanggal 17 Februari 2023 sudah ada 616 produk sirop obat dari 61 industri farmasi yang telah memenuhi ketentuan dan dinyatakan aman sesuai aturan pakainya.
Oleh karena itu, hal senada juga disampaikan oleh Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., M.A.R.S., selaku Direktur Produksi Dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Beliau mengatakan: “Otoritas kesehatan yang berwenang menyatakan bahwa sirop obat yang sudah diverifikasi ulang dan dirilis oleh BPOM adalah sirop obat yang aman. Sehingga masyarakat bisa kembali menggunakan sirop obat dengan mengikuti anjuran pakai”.
Pada acara dialog interaktif tentang sirop obat, hadir pula Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, apt. Noffrendi Roestram, S.Si. Beliau mengemukakan pengalaman apoteker dalam menerima keluhan masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses sirop obat yang belum boleh beredar dan panjangnya proses mendapatkan obat puyer, selama periode penarikan sementara sirop obat tahun lalu.
Namun dengan tidak adanya lagi kasus GGAPA masal sejak dirilisnya produk sirop obat oleh BPOM bulan Desember tahun lalu membuktikan keamanan produk tersebut. Dengan demikian pasien dan orangtua tidak perlu lagi khawatir dan dianjurkan untuk membeli sirop obat di apotek resmi, baik yang berdasarkan resep dokter ataupun untuk pembelian obat bebas.
Yang Bisa Dilakukan Masyarakat Saat Anak Sakit
Berkaca dari kasus GGA pada anak yang terjadi tahun 2022 lalu, ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua saat anaknya sakit:
- Catat obat yang diminum oleh anak.
- Gunakan sirop obat sesuai dengan daftar yang sudah dinyatakan aman. Bisa cek di https://www.pom.go.id/new/view/direct/klarifikasi_sirup_obat
- Ikuti informasi dari lembaga yang berwenang, misalnya Instagram dan website BPOM yang telah merilis daftar sirop obat aman dan sirop suplemen aman.
- Bila membeli obat secara online, pastikan hanya membeli di tempat yang sudah terdaftar sebagai PSEF (Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi).
Pada akhirnya, kejadian GGA pada anak merupakan pembelajaran bagi banyak pihak. Karena ulah satu oknum perusahaan supplier kimia, rusaklah seluruh nama baik sirop obat. Padahal proses pembuatan obat sangat ketat dari awal riset hingga didistribusikan dan digunakan oleh masyarakat.
Saya pribadi meyakini, tidak ada satupun industri farmasi yang berniat untuk mencelakakan konsumennya, apalagi anak-anak. Oleh karena itu, saya sebagai orangtua sangat berharap kejadian ini tidak akan terulang lagi.
Saya juga sangat mengapresiasi kinerja para tenaga kesehatan, Kemenkes dan BPOM dalam mengusut tuntas kasus GGA tempo hari, dan memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat.
Seperti kata Bapak Andreas Bayu Aji selaku Sekjen GP Farmasi, “Dengan sudah dinyatakannya oleh otoritas kesehatan yang berwenang bahwa sirop obat yang sudah melalui verifikasi ulang dan sudah dirilis oleh BPOM adalah sirop obat yang aman, maka Dokter Spesialis Anak tidak perlu ragu lagi untuk meresepkan sirop obat kepada pasien dan masyarakat juga bisa kembali menggunakan sirop obat dengan mengikuti aturan pakai.”
Bagi sahabat ismi yang ingin menyimak siaran ulang dialog interaktif tentang sirop obat aman bisa ke link ini:
https://www.youtube.com/live/vGyA6gufdGQ?feature=share