“When you have lost hope, you have lost everything”
(Henri)
Quote di atas menyatakan bahwa harapan adalah nyawa terakhir dari sebuah kehidupan. Maka orang yang kehilangan harapan, dapat dipastikan seperti mayat hidup, kehilangan semuanya tapi juga tidak mati.
Di dunia ini,apakah ada orang yang tidak memiliki harapan? Tentu saja ada! Mungkin mereka mengalami masa yang sulit, hingga berhenti berharap yang baik-baik. Misalnya saja pada kasus terdiagnosis kanker. Hati siapa yang tak remuk redam ketika mendengar dokter memvonis penyakit yang terkenal ganas dan sulit disembuhkan. Pikiran siapa yang tak kehilangan harapan ketika membayangkan harus melalui pengobatan kemoterapi yang dikenal dengan efek samping mual muntah serta membuat rambut menjadi rontok.
Hal itulah yang dirasakan Mia dalam I am Hope the movie. Di balik layar dan cerita tentang film ini sudah pernah saya tulis di sini. Bersama uplek.com, kali ini saya akan mencoba berandai-andai menjadi penulis script atau penulis skenarionya, untuk menentukan ending film I am Hope.
Sebelumnya, kita tonton teaser #IAmHopeTheMovie dulu yuk.
Mari kita coba selami kehidupan Mia, seorang perempuan yang cinta pada dunia akting. Dia sedang menggarap karyanya yang akan ditampilkan dalam bentuk pertunjukkan. Perempuan muda yang mengaku dirinya adalah pemimpi besar dan akan berjuang untuk menggapai impiannya. Ketika akhirnya dia memulai mengerjakan pertunjukkannya, tiba-tiba saja dia jatuh pingsan. Kali ini bukan kecapekan biasa, dokter mengagetkannya dengan diagnosa kanker!
Mia bukan orang yang mudah putus asa, yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana menyelesaikan karyanya. Hal ini nampak dalam kalimat, “Saya hanya butuh waktu 1 tahun saja untuk menyelesaikan proyek seni saya, bisa, Dok?! “
Dokter yang diperankan oleh Ray Sahetapy pun menjawab dengan wajah datarnya, “Saya pikir, kamu harus konsentrasi pada pengobatan. Penyakit ini tidak main-main! “
Tentu saja hati kecil Mia akan berontak menanggapi jawaban dokter. Dia tidak meminta sakit. Dia tidak meminta diberi penyakit. Apalagi di saat impiannya hampir tercapai.
Hal ini mengingatkan saya pada sebuah kejadian baru-baru ini. Salah satu impian saya akan tercapai, tapi tiba-tiba saya dikejutkan dengan datangnya hal lain yang tidak saya duga, tidak saya minta, tapi juga tidak bisa saya tolak. Saat itu saya teringat sebuah ayat, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Yang ada di pikiran saya saat itu adalah bingung, sedih, kesal pada Tuhan, campur aduk menjadi satu. Mungkin perasaan itu jugalah yang dialami Mia. Lebih menyedihkannya lagi, bila Mia tidak melakukan pengobatan, maka dia bisa mati! Ya mati, sebegitu ganasnya kanker.
Di dalam taisernya bisa kita lihat adegan Mia kecil yang sedang akan pentas balet, Mia yang tidak percaya diri dinasehati oleh Ibundanya (yang diperankan Febi Febiola) “Ketika kamu takut, maka lihatlah gelang ini. Karena di mana ada keberanian, di situ ada harapan. “ Kalimat tersebut diucapakan sembari sang Ibunda memasangkan gelang harapan di tangan Mia kecil. Mia tahu bahwa ibundanya menginginkan dia berani menghadapi ketakutan-ketakutannya.
Tapi dia sendiri masih ingat bagaimana kehidupan normalnya hancur ketika ibunya dulu divonis kanker. Keuangan keluarga yang tiba-tiba berbalik 180 derajat, mental ayahnya yang down, serta melihat sendiri kesakitan ibunya membuat dia tak ingin menghadapi atau berurusan lagi dengan kanker. Dan yang terjadi justru mencengangkan. Dirinya divonis kanker!
Apakah Mia akan kalah oleh kankernya? Ataukah sebaliknya, bertahan melawan kanker yang juga pernah merenggut nyawa ibundanya?
Bahkan ayahnya pun berhenti berharap. Hal tersebut bisa dilihat pada adegan sang Ayah melabrak David(diperankan Fahri Albar) “Terus! Terus saja kasih harapan pada Mia!” Kalau bukan karena Maia (diperankan oleh Allesandra) dan David tentu saja Mia sudah menyerah. Tapi impiannya untuk membuat pertunjukkan, impiannya untuk tetap hidup dan menyelesaikan karyanya begitu besar.
Harapan dan semangat dari teman-teman serta orang-orang disekitarnyalah yang mampu membuatnya bertahan menghadapi kemoterapi. Tubuhnya memang tidak sekuat yang dibayangkan. Rambutnya jelas rontok. Kadang nyeri datang sangat hebat hingga Mia ingin menyerah saja. Tapi mentalnya dan pikirannya berkata TIDAK. Belum saatnya Mia pergi dari dunia ini. Dia tidak akan mati karena kanker. Dia tidak akan menutup mata hanya karena mual dan muntah yang membuat perutnya menolak banyak makanan hingga terasa sangat lemas. Kelak, mungkin Mia akan mati di usia senja, setelah terlebih dahulu berkarya di dunia akting. Setelah terlebih dahulu menginsiprasi dan mendirikan rumah singgah bagi para penderita kanker. Setelah impian-impian mulianya tercapai.
Mia memang hanya punya HOPE atau HARAPAN. Harapan yang dititipkannya pada dokter onkologinya. Harapan yang dititipkannya pada sang produser pertunjukkan untuk tetap membuat latihan teaternya berjalan meski tanpa Mia yang sedang kemo. Harapan pada ayahnya untuk terlihat tegar di depannya. Harapan pada Maia untuk selalu ada di sampingnya. Dengan begitu, Mia bisa berkonsentrasi pada pengobatannya, radiasi dan kemoterapi.
Pada akhirnya, ending film ini menurut imajinasi saya adalah kondisi Mia yang berangsur-angsur pulih. Dokter menyatakan kanker sudah bersih dari tubuhnya. Untung saja saat itu Mia mau menjalani pengobatan dan kanker diketahui ketika masih stadium awal. Di hari kepulangannya dari rumah sakit, dia menonton pertunjukannya (meski tanpa dirinya ikut berperan dalam pertunjukkan tersebut). Dan seluruh aktor dan aktris teater, mengangkat topi dan mempersembahkan penampilan maksimal di hari itu, untuk menyambut kedatangan Mia. Menyambut kepulangannya dan kebangkitannya dari hari-hari penuh tantangan, hari-hari bergelut dengan kanker.
Mia pun tersenyum simpul, menyadari dan mensyukuri bahwa dia masih diberi umur panjang untuk menyaksikkan karya perdananya. Mia juga bersyukur dia masih dapat melihat ayahnya dan Maia. Salah satu bentuk rasa syukurnya, adalah kelak dia akan membagikan kisah perjuangannya pada para survivor kanker lainnya. Dan terus menerus berkarya dalam dunia akting, mungkin juga dunia perfilman. Dan akan tiba saatnya, karyanya diakui secara Nasional bahkan Internasional, seorang survivor kanker yang masih muda dan berprestasi.
Itulah kisah Mia, yang mampu menginspirasi kita sebagai orang sehat agar peduli pada pasien kanker dan keluarganya. Kitapun juga bisa berpartisipasi untuk peduli pada survivor kanker lho.
Bagaimana caranya?
Tentunya dengan menonton I Am Hope The Movie di Bioskop mulai tanggal 18 Februari 2016.
Bisa juga dengan terlebih dahulu mengikuti “PRE SALE @IAmHopeTheMovie yang akan tayang di bioskop mulai 18 februari 2016. Dapatkan @GelangHarapan special edition #IAmHope hanya dengan membeli pre sale ini seharga Rp.150.000,- (untuk 1 gelang & 1 tiket menonton) di http://bit.ly/iamhoperk Dari #BraceletOfHope 100% & sebagian dari profit film akan disumbangkan untuk yayasan & penderita kanker sekaligus membantu kami membangun rumah singgah.
Follow Twitter @Gelangharapan dan @Iamhopethemovie
Follow Instagram @Gelangharapan dan @iamhopethemovie
Follow Twitter @infouplek dan Instagram @Uplekpedia
#GelangHarapan #IamHOPETheMovie #BraceletofHOPE #WarriorOfHOPE #OneMillionHOPE #SpreadHope”
jadi ingat kemarin sore silaturahmi ke rumah teman yg ibunya terserang kanker pankreas..minimal harus kemo 18 kali…malamnya setelah saya pulang ibunya dah ndak ada…innaa lillaahi wa innaa ilaihi rajiun
Iya memang kanker itu tak bisa diduga endingnya. Bisa sembuh, bisa datang kembali, tapi banyak jg yang ga selamat=(
Versimu hepi ending ya. Aku juga duka cerita yg hepi ending.
Kalo ngliat dari judul filmnya sih memang mengarah ke happy ending. Hehe
Sampai ketemu di nobar ya mak…
Yuhu..
Pengin nonton film ini.. Sukses ya mak lombanya.. Suka postingan ini