Perempuan tidak perlu mengorbankan kehidupan individual mereka jika menjadi ibu. Mereka tidak harus mengorbankan kehidupan keibuan mereka untuk menjadi seorang individu -Elaine Heffner-
Tadi malam, aku baru saja membaca seperempat buku Chicken Soup for the Soul, Ibu Hebat, 101 Kisah Inspiratif tentang Para Ibu yang Bekerja dari Rumah. Buku ini bercerita bagaimana perjalanan banyak ibu berdamai dengan dirinya dan egonya ketika dihadapkan pada pilihan untuk mengejar karir, atau sebaliknya, menjadi ibu rumahan. Di Indonesia sendiri, pilihan-pilihan tersebut justru menjadi mom war yang tak berujung. Ada satu kalimat yang membuatku menganggukkan kepala, yaitu “waktu adalah zat yang paling berharga di bumi, dan jalan apa pun yang kita pilih, jalanilah dengan cinta- cinta yang besar, merah, dan berdegup-degup, dan percayalah bahwa segala hal lainnya akan bejalan semestinya dengan indah.”
Tak ada ibu yang tak mencintai anaknya, bahkan ibu yang terpaksa pergi bekerja ke luar negeri pun pasti mencintai anaknya. Cara seorang ibu mengungkapkan cinta pun berbeda-beda. Ada ibu yang menuruti semua keinginan anaknya, membelikannya mainan mahal, atau menyekolahkannya ke sekolah terbaik, sebagai bukti cintanya. Sementara lainnya, merasa cukup dengan memasakkan makanan kesukaan anak, atau dengan mendongeng setiap kali anak mau tidur.
Aku sendiri sudah mengalami fase dimana menjadi ibu rumahan, ibu yang bersekolah, hingga ibu bekerja dari rumah. Peran-peran tersebut membuatku memberi ungkapan cinta yang berbeda dari waktu ke waktu pada anak-anakku.
24 Jamku Untukmu, Nak (Fase Ibu Rumahan)
Aku ingat ketika akhirnya memutuskan untuk melanjutkan cuti melahirkan menjadi resign dan memilih untuk merawat putri pertamaku. Padahal pekerjaan yang aku tinggalkan adalah karir impian, menjadi apoteker di sebuah rumah sakit besar dengan segala idealisme di bidang Farmasi. Pekerjaan yang overload dan overtime pada akhirnya menghadapkanku pada dua pilihan, berkarir dengan risiko jarang bertemu anak, atau sama sekali tidak bekerja dan memberikan seluruh waktu untuk anak. Pengalaman di masa kecil menjadikanku memilih opsi kedua, ibu baru yang penuh dengan impian untuk menjadi ibu sempurna.
Banyak saat-saat bahagia yang tercipta sebagai ibu yang 24 jam berada di samping anak. Mendengar kata pertamanya, melihat langkah pertamanya, menjadi orang pertama yang dilihatnya kala bangun dan mau tidur. Aku dan putri pertama bernama Najla, melewati banyak waktu bersama.
Ungkapan cinta tak terhitung, mulai dari mengajarinya kosakata baru, menyiapkan makanan dan menyuapinya, membuat mainan DIY (Do It Yourself), hingga berada di sampingnya setiap saat.
DIY untuk Najla
Kami memasak bersama, mencoba resep baru bersama. Kami menangis dan tertawa bersama. Saat favoritku adalah setelah Najla mandi di sore hari, dimana aku akan membawanya menuju taman rusa dekat rumah. Di sana ia memberi makan rusa, naik odong-odong kesukaannya, dan aku akan menyuapinya.
Najla selalu gembira setiap bertemu rusa dan odong-odong. Itulah ungkapan cintaku pada Najla, membuat hatinya diliputi kebahagiaan.
Di balik semua kenangan manis, ada juga kisah pahit. Banyak hal-hal tidak diduga yang membuat diriku seolah lenyap sebagai individu. Tangisan anak, lepehannya saat makan, suasana rumah yang tidak kondusif membuat hari-hariku kian melelahkan. Cintaku padanya tak berkurang, tapi energi negatif mengalir di pembuluh darah, kala aku kehilangan jati diri sebagai individu, sebagai Dian. Kepercayaan diri yang menurun, teman-teman yang menghilang, dan tak ada tempat untuk menyalurkan ide, membuatku frustasi. Akibatnya, aku jadi sering mengeluh, marah-marah tak jelas, dan Najla menjadi rewel. Iya, dia merasakan gejolak Bundanya kala sedang sedih, kecewa, atau kesal. Semenjak itu, aku berpikir untuk mengubah sesuatu dalam rutinitasku.
Jarak 1543 km dan 329 km Kutempuh demi Dirimu, Nak (Fase Ibu Bersekolah)
Tibalah saatnya aku menjadi ibu yang bersekolah. Nyaris setahun menunggu kehamilan anak kedua yang tak kunjung tiba, akhirnya kuputuskan untuk melanjutkan S2. Siapa sangka, saat mendaftar untuk kuliah lagi, justru aku hamil. Suami sempat tak mengijinkan untuk tetap sekolah, tetapi akhirnya dia merestui. Alhamdulillah, aku diterima menjadi mahasiswa. Jadilah aku kuliah lagi sambil mengandung. Yang paling berat adalah ketika praktek kerja di rumah sakit. Praktek terjauhku ke Malaysia, tepatnya di Cyberjaya. Saat itu, usia anak keduaku baru 3 bulan, masih ASI eksklusif, sehingga kuputuskan untuk membawanya.
Bersama ibu mertua, kami terbang sejauh 1543 km. Inilah bukti cinta untuk anak keduaku yang bernama Sara, membawanya ikut serta meski kami hanya bertemu saat malam hari dan akhir pekan.
Sara memang sudah terbiasa aku tinggal-tinggal dan minum ASIP melalui dot atau sendok. Begitupun saat di Malaysia, ia bisa minum tanpa menyusu langsung. Berbeda dengan kakaknya yang bahkan tidak bisa ngedot.
Saat terberat berikutnya adalah ketika praktek di sebuah rumah sakit di Surabaya. Kali ini, aku pergi sebulan penuh dan Sara sudah berusia 5,5 bulan. Aku pulang seminggu sekali menempuh jarak 329 km membawa satu cooler box berisi ASIP khusus untuk Sara.
ASIP selama di Surabaya
Perjalanan Jogja- Surabaya menggunakan kereta api selama 6 jam setiap Jumat dan Minggu malam seolah biasa. Inilah bukti cintaku berikutnya untuk Sara. Saat ia berusia 6 bulan, aku lebih santai karena Sara sudah mulai MPASI dan bisa minum air lainnya selain ASI.
Waktu paling memusingkan adalah ketika tesis. Aku tak bisa berkonsentrasi untuk sekedar berpikir, mengolah jurnal, dan menulis. Hingga akhirnya kuputuskan untuk kos selama sebulan (saat itu bulan puasa). Pagi atau siang hari, aku ke kampus untuk berdiskusi dengan dosen pembimbing, menyiapkan administrasi ujian tesis, dan sebagainya. Sore hari aku pulang ke rumah, dan bertemu anak-anak. Kadang aku membawa kue dan roti untuk mereka. Aku berdoa agar anak-anak bisa kooperatif saat ayah dan ibunya tidak berada di rumah (suamiku bekerja di luar kota dan pulang seminggu sekali). Aku berdoa agar pengasuh dan orangtuaku bisa memaklumi dan bersabar dengan tingkah polah Najla dan Sara kala aku tak ada. Aku berdoa agar mereka tetap ingat padaku, tetap sehat dan ceria. Itulah bukti cintaku pada anak-anak. Caraku mengungkapkan cinta mungkin tak ada apa-apanya dibanding saat aku menjadi ibu rumahan. Meski begitu, ini tetap cinta, yang besar, merah dan berdegup-degup. Saat itu, hanya ini ungkapan cinta yang bisa kulakukan.
Membagi Waktu di Sela-sela Pekerjaan (Fase Bekerja dari Rumah)
Selama kuliah, aku juga mendapatkan penghasilan dari bisnis dan ngeblog. Dua pekerjaan yang membuat kepercayaan diriku kembali. Bertemu dengan orang-orang baru, mendapat ilmu dan pengalaman baru telah menghilangkan sarang laba-laba dari otakku. Tak jarang, aku merasa kesibukan menjauhkan diriku dari anak-anak. Mereka kadang protes, kadang tampak sudah terbiasa. Bagaimanapun juga, menjalankan tiga peran sekaligus (ibu rumah tangga, ibu bersekolah, ibu bekerja dari rumah) tentu tak mudah.
Ketika pada akhirnya aku diwisuda, maka satu kesibukanku berkurang. Aku dan suami mengajak anak-anak untuk liburan ke Malang, sebagai bentuk perhatian kami agar anak selalu dekat.
Sebagai ibu, saat-saat tersebut begitu intim sehingga anak-anak selalu teringat akan liburan tersebut. Setiap akhir pekan, aku dan suami berusaha untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak.
Bila pekerjaanku harus dilakukan di akhir pekan, maka suamilah yang dengan telaten menjaga anak-anak. Sebisa mungkin, mereka mempunyai memori indah di masa kecilnya bersama kami, orangtuanya.
Kini, ungkapan cintaku adalah dengan menciptakan bonding time bersama anak-anak. Pagi hari, aku berusaha untuk menjadi orang pertama yang dilihat oleh anakku ketika bangun tidur, kecuali ada pekerjaan yang harus on time sementara anakku belum bangun. Aku sarapan bersama mereka, memandikan, dan kadang menyiapkan alat dan bahan yang dapat dimainkan ketika aku tak ada di rumah. Contohnya, aku membuat homemade playdough dari terigu, atau menyiapkan print-print -an gambar untuk diwarnai, dan sebagainya.
Membuat gambar untuk ditiru dan diwarnai
Ya, meski bekerja dari rumah, kadang tetap ada aktivitas atau kegiatan yang harus dilakukan di luar rumah. Malam harinya, quality time tercipta lagi, yaitu dengan mendongeng di tempat tidur. Aku bahkan membuat dongeng sendiri tentang kuda poni dan peri, dua tokoh kesukaan anak pertamaku. Yang tak boleh kulupakan adalah memberi lebih banyak pelukan, ciuman, dan kalimat “Bunda sayang Najla dan Sara”, karena bentuk ungkapan cinta tersebut memang masih menjadi cara yang paling ampuh untuk membuat anak merasa dicintai.
Ungkapan Cinta Ketika Anak Sakit
Menjadi ibu, apapun pilihan yang diambil, jadikan bukan keterpaksaan, sehingga tak ada penyesalan atau rasa kecewa. Aku pernah mengalami masa dimana anak pertamaku batuk sebulan lebih tak kunjung sembuh. Saat itu, aku sedang sibuk-sibuknya kuliah, dan bekerja dari rumah, sementara Najla diurus oleh asisten rumah tangga. Belakangan, Najla baru bisa benar-benar sembuh setelah aku meluangkan lebih banyak waktu untuk mengurusnya dengan tanganku sendiri. Entahlah, mungkin faktor kebersihan berperan di dalamnya.
Anak rewel saat demam adalah hal yang biasa. Mereka akan meminta untuk lebih sering digendong atau dipeluk. Degup jantung ibu akan menenangkan anak yang sedang sakit. Belaian dan kehangatan kulit ibu akan membuat anak merasa aman dan nyaman. Ketika anak sakit, aku biasanya melakukan treatment di rumah dengan self medication. Misalnya ketika demam (yang merupakan gejala awal dari sebuah penyakit), maka aku akan mengukur suhu badan anak, untuk kemudian memutuskan langkah apa yang akan aku ambil. Bila masih di bawah 38 ℃ maka aku akan mengompres ketiak, leher, dan kening anak. Bila sudah di atas 38 ℃, maka aku akan meminumkan obat penurun panas. Pilihanku jatuh pada Tempra Syrup, obat penurun demam yang terbukti efektif untuk anak.
Tempra Syrup memang khusus dibuat untuk anak, berikut detailnya:
Untuk anak usia 1 – 6 tahun
Komposisi: Setiap 5 ml Tempra Syrup mengandung 160 mg paracetamol.
Tempra Syrup mengandung parasetamol yang bekerja sebagai antipiretika (penurun panas) pada pusat pengaturan suhu di otak dan analgetika (pereda nyeri) dengan meningkatkan ambang rasa sakit
Indikasi: Untuk meredakan demam, rasa sakit dan nyeri ringan, sakit kepala dan sakit gigi, demam setelah imunisasi atau atas petunjuk dokter.
Dosis: Gunakan sesuai anjuran dokter, bila perlu satu dosis setiap 4 jam, namun tidak lebih dari 5 kali sehari.
Dibawah 2 tahun sesuai petunjuk dokter/gunakan Tempra Drops
2 – 3 tahun 5 ml
4 – 5 tahun 7.5 ml
6 – 8 tahun 10 ml atau gunakan Tempra Forte.
Tersedia gelas takar dengan dosis yang tepat di dalam kemasan.
Saat anak-anakku demam, aku memberikan Tempra Forte Syrup (rasa jeruk) untuk Najla yang berusia 6 tahun. Sedangkan untuk Sara yang berusia 2 tahun, aku berikan Tempra Syrup (rasa anggur).
Kelebihan Tempra Syrup
Aku memilih Tempra bukan tanpa alasan. Beberapa kelebihan Tempra antara lain, aman di lambung, tidak perlu dikocok (larut 100%), dosis tepat (tidak menimbulkan over dosis atau kurang dosis), rasanya enak, mudah dicari di apotek dan toko obat terdekat, serta kemasannya tidak mudah dibuka oleh anak. Semua kelebihan tersebut membuatku yakin telah memberikan obat yang tepat ketika anak-anak demam. Memberi obat penurun demam yang bagus adalah bentuk ungkapan cinta untuk anak.
Ungkapan cinta untuk anak tidak melulu berupa materi, terkadang hal-hal kecil justru berarti untuk mereka. Senyummu, Ibu … Tawamu, Ibu … Bahagiamu, Ibu, adalah ungkapan cinta terbaik yang dapat dirasakan oleh anak.
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Tempra
Senangnya jalan-jalan terus.. Sehat-sehat selalu ya..
hai kak najla dan Sara, salan kenal dari adik Ziqri di Kep.Riau
Halo salam kenal Tante
Selamat Najla.. Kamu memiliki ibu yang hebaatt..!! Emang dilema bangey ya mba, antara karir atau anak..
huaa apalah daku Mbak, banyak kekuranganku
Senangnya bisa seimbang antara karier dan keluarga.. conngratz mbaaaak
huaa ga segitunya Mbak. malah ngerasa ga sempurna pas ada yang ketereran. tapi tetep harus bersyukur kan
Kalau udah cerita tentang kasih sayang ibu, hatiku selalu terasa hangat
Bener banget mbak Dian, tak ada orang tua yang tak sayang anaknya. Ibu bekerja maupun ibu rumah tangga pasti punya cinta dan sayang yang sama
Aku mbayangin Sby Yogya tiap minggu kyke kok kesel banget yaaaa, tapi semua demi anak ya mbak. Moga sukses lombanya 😀
Tempra aku suka kemasannya deh modern dan dibawa g tumpah2
Sehat2 terus yaa..biar bisa jalan2 terussss
semoga si adek ga sawan lagi ya abis mnum tempra gegara liat kakak hahhha
Demi anak, jarak bukanlah halangan ya mbak 😀
Ibuku dulu kerja di luar negeri juga demi masa depan anak-anaknya.
Ungkapan cinta untuk anak memang bisa dengan berbagai cara, ya, terima kasih sudah berbagi, mba dian
Artikel yang menarik
Terima kasih
Seorang ibu emg selalu bikin mewek anaknya. Ceritanya tentang semua pengorbanan untuk kita. Sipppp sukses terus mbak dian…, salam #DuniaFaisol
iya benar Faisol, makanya Faisol kudu cinta ke ibunya ya.
Rusanya lucu, nggit nggak ya?
gigitannya nggak tajam hehe