Terbius Panorama Alam dan Seni Budaya Ubud

Facebooktwitterredditmail

Ubud adalah tempat dimana ketenangan batin dan ketenangan hidup bisa didapatkan

Januari, bukan sekadar bulan di awal tahun, tapi ada banyak peristiwa istimewa. Pernikahan saya dan suami, begitu pula kelahiran anak pertama. Genap tujuh tahun pada tanggal 23 nanti, dan kami telah melewati banyak hal. Kerikil kecil, batu besar, gelombang pasang, hujan badai, pernah kami lalui. Pernikahan bukan perjalanan yang mudah, Kawan.




Begitu akad terucap, bukan berarti happyly ever after seperti di dongeng-dongeng. Ada proses adaptasi, pengorbanan, menurunkan ego, dan komitmen yang tinggi. Dulu saya berpikir habis nikah ya sudah, bakalan bahagia selamanya. Nyatanya, kebahagiaan itu bentuknya bisa berubah, tergantung bagaimana memaknainya.

Sepanjang tujuh tahun, akhirnya kemarin saya bisa pergi berdua saja dengan suami, liburan ke tempat yang lumayan jauh. Haha, lebay ya, soalnya setelah nikah saya langsung ikut suami ke Jakarta, ndilalah keterima kerja di sana, nggak sempat honeymoon. Saya harus pindah kota, pindah kantor, ganti tempat tinggal, hingga akhirnya hamil dan melahirkan anak pertama kami. Jadilah kalau kemana-mana ya bertiga. Sampai akhirnya saya balik Jogja dan punya anak kedua, baru deh di tahun ini, nggak tahu kesambet apa, suami mau aja liburan bareng berdua doang.

Perjalanan kali ini bukan honeymoon sih tepatnya, baca aja itenerary kami, isinya petualangan dan wisata ke tempat-tempat yang lumayan bikin kaki saya pegal=D

Kenapa Ubud?

Saya agak lupa siapa yang pertama kali menyebutkan nama Ubud untuk disinggahi, kayaknya sih saya sendiri. Saya pernah menulis artikel tentang Ubud, dan saat browsing jadi tahu bahwa di sanalah pusat seni dan budaya Bali. Meski saya nggak tahu pasti mau ke objek wisata yang mana, tapi saya merasa Ubud tempat yang tepat untuk kami.

Baca juga Ubud, Destinasi Wisata untuk Bulan Madu

Begitu tempat ditentukan, suami langsung nyari tiket. Saya sih terima beres aja. Sebagai gambaran, karena ada yang nanya, tiket PP Jogja-Bali seharga 1,1 juta rupiah. Berangkat naik NAM Air dan pulang dengan maskapai Garuda. Sementara tiket PP suami totalnya 1 juta rupiah, naik Air Asia saat berangkat dan pulang dengan Citi Link. Yup, kami memang pisah pesawat, hiks. Berangkat dari kota masing-masing, dan pulang ke kota yang berbeda pula.

Alam Sembuwuk Resort Ubud

View Alam Sembuwuk Resort

Untuk pilihan penginapan, juga suami yang mencari. Awalnya dia memilih yang dekat dengan pusat kota Ubud, tapi akhirnya kami memesan resort yang secara penampakan dan review di TripAdvisor nya lebih bagus. Yup, pilihan jatuh pada Alam Sembuwuk Resort. Pengalaman menginap di Alam Sembuwuk akan saya tulis di postingan terpisah ya.

Sekali lagi, saya dan suami memang memilih Ubud dengan alasan banyak tempat wisata terkait seni, tradisi dan sejarah di sini. Bahkan itenerary yang dibuat suami nggak ada wisata pantainya lho, hehe. Saya sempat meminta kunjungan ke Kelingking Beach, tapi ternyata posisinya jauh dari Ubud. Sementara waktu yang kami miliki terbatas 3 hari saja, maklum ada anak-anak yang ditinggalkan. Ada satu tempat yang jadi request saya, yaitu Desa Panglipuran, dan alhamdulillah bisa masuk rencana perjalanan.

Ada yang mau lihat rencana perjalanan yang dibuat oleh suami saya? Siapa tahu ada yang terinspirasi. Beberapa rencana berubah karena kondisi saya yang sempat susah jalan. Ada juga yang terpaksa batal, karena cuaca.


Sabtu, 20 Januari 2018

00.05 – 09.00 Tiba di Bandara DPS
09.00 – 11.00 Perjalanan ke Hotel, Tas titip hotel (nggak jadi ke hotel dulu, tapi langsung ke lokasi wisata, tas di mobil rentalan)
11.00 – 11.30 Rental Motor (kenyataan hari pertama nggak jadi rental motor, karena rental mobil sekalian 12 jam)
11.30 – 12:30 Museum Agung Rai (nggak tahu kenapa, kami malah ke Blanco Renaissance Museum dulu=))
12:30 – 13:30 Makan Siang, Sholat sekitar Ubud (Bebek Bengil/Cafe ARMA/etc)
13:30 – 15:00 Sacred Monkey Forest
15:00 – 16:30 The Blanco Renaisans Museum
16:30 – 17:30 Campuhan Sacred Hills
17:30 – 18:00 Kembali ke Hotel
18:00 – 19:00 Checkin, istirahat, mandi.
19:00 – 21:30 Pura Taman Saraswati dan sekitarnya: dinner, tari, jalan². (nggak jadi ke kota Ubud, karena ternyata lokasi penginapan cukup jauh dari kota, sementara esok hari kami dijemput jam 2 pagi untuk naik ke Gunung Batur. Akhirnya kami putuskan untuk makan malam pesan go food, dan tidur lebih cepat)
21:30 – 22:00 Kembali ke hotel, Istirahat

Minggu, 21 Januari 2018

02:00 – 11:00 Treking ke Gunung Batur
11:00 – 13:00 Istirahat di hotel
13:00 – 14:30 Tegallalang Rice Terace + Makan
14:30 – 16:30 Istana Tampaksiring + Pura Tirta Empul (Ke Pura Tirta Empul saja)
16:30 – 17:00 Gunung Kawi Tampaksiring (nggak sempat ke Gunung Kawi, sudah tepar=D)
17:00 – 18:00 The Sukarno Center (searah jalan pulang)
18:00 – 19:00 Kembali ke Hotel, mandi bersih²
19:00 – 21:00 Explore Ubud (tarian) (sedih banget karena batal nonton tari kecak. Sore hari ketika sampai di resort malah hujan deras. Akhirnya nunggu reda, jam 19.30 baru berangkat dari penginapan. Jam 20.30 baru sampai pusat kota Ubud, eh tari kecaknya udah detik-detik terakhir, hiks. Jadb cuma sempat makan malam aja di sana)

Senin, 22 Januari 2018

08:00 – 08:45 Perjalanan ke Desa Panglipuran
08:45 – 10:00 Desa Panglipuran (Berangkat dari penginapan jam 9.30, hehe. Sampai di Desa Panglipuran sudah jam 10.30)
Opsi 1:
10:00 – 13:00 Tukad Cepung Waterfall + Makan (batal karena kaki saya sakit semua, nggak bisa jalan)
13:00 – 14:00 Kembali ke Hotel + Packing + Checkout
Opsi 2:
10:00 – 10:30 Goa Gajah (x) kalau sempat (Batal karena lokasi wisatanya kudu jalan jauh)
11:30 – 13:00 Tegenungan Waterfall + Makan (Batal, alasan sama kayak Tukad Cepung Waterfall. Jam 11.30-13.00 kami masih berada di Desa Panglipuran, sempat makan mi ayam dulu di perjalanan)
13:00 – 14:00 Pasar Sukawati (Batal, diganti ke Gunung Kawi, tapi suami doang yang turun. Tangganya banyak bo, saya nggak berani turun karena kaki udah nggak bisa diajak kompromi)
14:00 – 15:00 Kembali ke Hotel + Packing + Checkout (sempat mampir bentar ke Istana Tampaksiring)
15:00 – 16.30 Perjalanan ke Krisna (Diganti ke Pusat Oleh-oleh Agung Bali, searah Bandara)
16:30 – 17:30 Krisna Oleh Oleh (Diganti ke Agung Bali Oleh-oleh)
17:30 – 18:00 Perjalanan ke Bandara

Monkey Forest Ubud

View Monkey Forest

Seperti dapat dilihat di atas, ada beberapa rencana perjalanan yang berubah. Apalagi saya sempat mengalami tragedi kaki nggak bisa diangkat. Gara-gara nggak pemanasan (olahraga) sebelum naik gunung, kaki saya kemeng. Bukan pegal-pegal biasa, tapi sampai bagian pahanya nggak bisa diangkat. Hari berikutnya sudah agak baikan, tinggal betis dan tumitnya saja. Akibatnya, saya nggak bisa jalan jauh dan naik turun tangga. Oleh karena itu, itenerary ke air terjun di hari ketiga di- skip. Sedih sih, tapi gimana lagi.

Pura Gunung Kawi Ubud

Ada sungai di Pura Gunung Kawi

Bahkan yang ke Pura Gunung Kawi pun saya cuma duduk di atas, nggak ikut turun. Suami doang yang ke bawah lihat puranya, dan kata beliau memang tangganya banyak sekali. Hoho, untung saya nggak nekat.

Terbius Panorama Alam di Ubud

Saya nggak menyangka bahwa Ubud begitu damai. Banyak sawah di sana. Pusat kotanya sih cukup ramai. Jalannya kecil, nggak terlalu lebar. Ada jalan searahnya juga. Mirip daerah Kuta lah, banyak toko dan pejalan kaki yang sebagian besar turis mancanegara.

bukit campuhan ubud

Di Bukit Campuhan, kamu bisa melihat Ubud dari atas

Untuk panorama alamnya sendiri memang bisa dinikmati di daerah Ubud agak ke atas, yaitu wilayah Tampaksiring, Campuhan dan Tirta Empul. Resort kami juga di samping sawah. Ketika malam, saya bahkan bisa mendengar suara jangkrik dan kodok. Epik banget, kan?



Saat berkeliling Ubud naik motor, saya ngerasanya kayak di Bantul. Begitu tenang, asri, masih banyak kebun, hutan, dan sawah. Di bagian yang asri tadi, jalanan juga lebih lebar, dan sepi. Padahal kami datang weekend lho. Memang sih kami ke Bali di low season, karena musim hujan. Beruntung selama tiga hari di Bali, cuaca cerah. Hanya satu kali kami benar-benar kena hujan, dengan posisi sudah di penginapan.

Saat itu sore hari, yang semestinya kami ke kota untuk melihat pertunjukan tari Kecak jam 19.00 wita, karena menunggu hujan agak reda, akhirnya baru sampai lokasi pukul setengah malam. Tari Kecaknya sudah selesai, hiks, batal nonton deh. Jadi ke kota cuma numpang makan malam=) Kata supir rental mobil saat menjemput di hari ketiga sih, Denpasar hujan terus, deras, untung Ubud nggak.

Terpesona dengan Seni Budaya di Ubud

Toko-toko yang berjejer rapi di pusat kota Ubud, rata-rata merupakan kerajinan tangan. Baik berupa hiasan dinding, pernak-pernik, lukisan, perhiasan, dan sebagainya. Ada sih toko fashion, tapi lebih banyak yang menjual barang terkait seni.

Museum Blanco Renaissance Ubud

Taman burung di The Blanco Renaissance Museum

Museum menjamur di Ubud. Bukan rahasia umum bahwa Ubud adalah sentra seni dan budaya di Bali. Para pelukis, seniman patung, penari Bali, pengrajin perhiasan, bahkan mungkin pembuat tato berasal dan tinggal di Ubud.

Mata saya sampai hijau, dan tangan saya juga gatal untuk membeli pernak-pernik lucu di Ubud. Sayang nggak sempat ke Pasar Seni Ubud. Coba kalau ke sana, duh bisa kalap. Harganya juga jelas lebih murah lah di banding di wilayah lain di Bali. Ubud itu ibarat Kasongan dan Manding kalau di Jogja =)

Intinya, saya nggak menyesal memilih Ubud untuk tempat berpetualang. Setiap daerah di Bali sih saya yakin punya kelebihannya masing-masing, dan Ubud begitu membius.

Baca juga tulisan teman saya @imasatrianto Bali Selalu Saja Bikin Gagal Move-On

Cerita selanjutnya tentang Museum Blanco Renaissance dan ulasan Alam Sembuwuk Resort ditunggu ya dalam minggu ini.

Teman-teman ada yang pernah menginap dan berkeliling Ubud juga kah? Atau mungkin tahun ini mau ke Ubud? Boleh ikuti itenerary kami lho.

(Visited 296 times, 1 visits today)
Facebooktwitterredditmail Nih buat jajan

9 thoughts on “Terbius Panorama Alam dan Seni Budaya Ubud

  1. Ima satrianto Reply

    Bookmark itinerary Dian, makasih ya say. Pengin menikmati liburan di Bali yg berbeda dari kebanyakan di pantai. Jadi tau banyak t4 di Ubud. ^_^

  2. Intan Rastini Reply

    Pernah ke ubud tapi bukan untuk wisata, untuk menghadiri acara pernikahan om dan tante serta saat melihat bayi mereka lahir di Bumi Sehat 🙂
    Memang Ubud itu daerahnya expatriat yang mencari ketenangan.
    Oh ya katanya di denpasar malah sempat banjir, lho mbak karena musim hujan.

  3. Prima Hapsari Reply

    Wah, asyiknya honeymoon nggak pake diganggu anak anak yak Mak Di, aku mupeng banget ke Ubud, beberapa kali ke Bali pasti Ubud terlewatkan , padahal bagus bagus disana.

Leave a Reply

Your email address will not be published.