Sustainability Fashion dari Dua Srikandi Indonesia

Facebooktwitterredditmail

Sahabat ismi pernah mendengar tentang fast fashion? Bagi yang belum, saya jabarkan ya. Fast fashion merupakan istilah yang menggambarkan produksi cepat pakaian murah dan berkualitas rendah yang sering kali meniru gaya populer label fesyen, merek ternama, dan desainer independen. Tentu saja fast fashion memiliki banyak masalah. Saya bahkan pernah membaca berita bagaimana buruh fast fashion diperah tenaganya dengan upah murah dan kondisi yang tidak manusiawi.

Masalah pada fast fashion
Sumber infografis: https://www.checinternational.org/news/the-ultimate-guide-to-fast-fashion-in-2022

Cara Agar Tidak Terjebak Fast Fashion

Lalu bagaimana caranya agar kita tidak terjebak pada fast fashion? Saya sudah mempraktekkan beberapa cara antara lain lebih memilih pakaian yang timeless. Baik dari segi warna maupun model. Tujuannya agar bisa dipakai hingga puluhan tahun kemudian. Cara kedua adalah dengan rutin declutering, supaya baju yang sudah tidak dipakai dapat diberikan kepada orang lain yang membutuhkan.

Cara ketiga adalah dengan memakai apa yang ada di lemari. Manfaatkan sebaik mungkin. Bila sudah tidak dipakai, baru hibahkan/ donasikan. Cara keempat adalah dengan menggunakan kembali baju-baju lama. Misalnya pakaian milik orangtua. Jangan salah, fashion itu seringkali kembali ke zaman dulu lho. Lihat saja model baju tahun 80-an sering viral lagi.

Cara kelima adalah recycled. Recycled ini maksudnya adalah mendaur ulang baju bekas menjadi bentuk yang benar-benar berbeda. Jadi bentuk lamanya harus dihancurkan terlebih dahulu. Recycle itu harus ada tambahan lain sehingga bisa jadi produk baru. Misalnya baju bekas digunting-gunting untuk dibuat menjadi keset.

Nah, cara berikutnya yang mungkin belum diketahui sahabat ismi adalah upcycling. Apa sih upcycling itu? Upcycling adalah proses daur ulang yang mengubah barang lama menjadi barang yang memiliki manfaat baru tanpa menghilangkan bentuk aslinya. Jika upcycling diterapkan pada fashion, maka sahabatismi dapat mengubah baju lama menjadi baju yang tampak baru. Contoh upcycling fashion antara lain perpaduan kain perca untuk menjadi tas/totebag (dijahit menjadi satu), ecoprint pakaian bekas dari second hand shop.

5 Langkah Upcycling Limbah Kain Menjadi Lebih Bernilai

Lalu langkah apa saja yang diperlukan untuk upcycling limbah kain?

  1. Mencari material

Di Ubud, terdapat Cinta Bumi Artisans yang berfokus pada edukasi dan penciptaan karya dari limbah fashion. Kak Novieta Tourisia, founder @cintabumiartisans bercerita bahwa mereka mencari material di toko baju secondhand. Di Bali, memang ada toko secondhand yang menjual baju-baju dari para traveler, yang memang pakaian tersebut ditinggal, tidak dibawa pulang ke negaranya. Kondisi baju-baju tersebut masih sangat bagus dan layak.

  1. Proses mendesain

Untuk desainnya sendiri tentu perlu brainstorming, karena harus menyesuaikan dengan model baju, dan memilih hiasan serta pewarna alami apa yang cocok. Misalnya saja untuk ecoprint bisa menggunakan daun jambu, daun jati, kayu putih, hingga bunga marigold.

  1. Pewarnaan alami

Cinta Bumi Artisans menggunakan pewarna alami dari kebun WarnaBhumi, limbah dapur seperti kulit bawang merah, dan dari tumbuhan sekitar. Percaya enggak percaya, saya baru tahu kalau banyak tumbuhan yang dapat menjadi pewarna alami. Misalnya saja merah dari secang, pink dari biji alpukat, biru dari tarum, kuning dari bunga gumitir (marigold) dan kulit bawang merah.

  1. Mencari rumah baru

Setelah limbah kain/ baju bekas di upcycling, saatnya mencari pemilik barunya. Tentunya nilai baju lama sudah meningkat dengan berbagai treatment yang dilakukan.

  1. Menanam kembali

Jangan lupa untuk tetap berkelanjutan dengan menanam kembali tanaman untuk ecoprint ataupun tumbuhan yang dijadikan pewarna alami.

Oh ya, saat online gathering yang diadakan oleh eco blogger squad, saya praktek bikin ecoprint lho. Dulunya saya kira ecoprint itu daunnya harus dipukul-pukul terlebih dahulu agar warnanya nempel di kain. Ternyata tidak harus seperti itu, cukup dengan disusun saja, lalu kainnya dikukus/rebus. Tapi sebelumnya menyusun daun, kain yang digunakan harus dipersiapkan dengan beberapa perawatan terlebih dahulu. Cek gambar di bawah ini ya.

Proses ecoprint

Semua proses treatment hingga pembilasan, menggunakan bahan alami. Lihat deh hasil ecoprint saya, lumayan kan? Sekarang masih saya jemur sampai 7 hari. Setelah itu baru dibilas deh.

Pembuatan ecoprint

Oh ya, sebagai informasi, selain menciptakan karya upcycling, Cinta Bumi Artisans juga mengedukasi warga sekitar. Mulai dari anak-anak sampai lansia usia 60 tahun yang sudah pensiun mengikuti lokakarya ecoprint. Cinta Bumi Artisans juga membangun kebun pewarna alami alami. Mereka berharap bisa sharing dan berkolaborasi dengan berbagai komunitas di Indonesia.

Membuat upcycling fashion
Pelatihan ecoprint untuk lansia

Melestarikan Tenun Iban, Upaya Konservasi Sustainability Fashion

Margaretha mala

Selain Kak Novieta dari @cintabumiartisans, Indonesia juga punya Kak Margaretha Mala yang tidak diragukan lagi nasionalismenya. Kak Margaretha melestarikan tenun dari Suku Dayak Iban yang sudah hampir punah. Kak Margaretha terpanggil untuk belajar menenun dari inai-inai di Dayak Iban dan mengajari orang-orang yang ingin menenun.

Awal mulanya adalah adanya tradisi menenun di Suku Dayak Iban, menggunakan benang yang diwarnai dengan pewarna alami. Ternyata anak-anak mudanya sudah banyak yang tidak bisa menenun. Padahal tradisi ini merupakan budaya yang selaras dengan timeless fashion.

Proses menenun memang panjang, apalagi menggunakan pewarna alami yang harus dipanen terlebih dahulu, baru dilakukan pembuatan pewarna, dilanjutkan dengan pewarnaan benang. Bahkan di Dusun Sadap, terdapat prosesi nakar/perminyakan khusus untuk motif-motif sakral. Nakar merupakan proses pemberian protein pada benang dengan tujuan untuk mengikat warna agar mampu bertahan lama dan memiliki warna lebih kuat pada kain serta membuat kain menjadi lebih tahan lama. Kak Margaretha bercerita bahwa akhirnya prosesi nakar dilakukan lagi setelah 30 tahun yang lalu.

Ada 4 jenis kain tenun yang sering dibuat oleh Suku Dayak Iban yaitu pile, songket, pilih dan sidan. Kalau dulu jenis dan motif disesuaikan dengan kepentingan yang dipakai di Suku Dayak, tapi sekarang lebih ke selera pasar. Karena sudah banyak permintaan di luar daerah. Kak Margaretha juga menjadi fasilitator ibu-ibu pengrajin tenun Dusun Sadap untuk mempromosikan dan menjual kain tenun pada pembeli dari luar. Harga kain tenunnya kalau mau diadopsi mulai dari 300 ribu rupiah-15 juta rupiah. Harga yang wajar mengingat proses menenun yang panjang.

Sahabat ismi bisa ikutan workshop -nya lho di Dusun Sadap, Kalimantan. Nantinya sahabat ismi akan belajar menenun mulai dari mewarnai benang sampai jadi kain. Pendaftaran workshop saat ini masih dari mulut ke mulut karena listrik saja baru masuk, media sosial belum ada. Dengan kata lain, tidak perlu daftar, cukup janjian untuk kedatangan. Yuks, yang tertarik langsung saja ke kontak di bawah ini.

Pelatihan menenun

Oh ya, karena tenun adalah bagian dari gaya hidup berkelanjutan, suku Dayak Iban juga menjaga tanaman pewarna alami. Mereka menanam tanaman pewarna alam di lahan seluas 1 ha dengan jenis tanaman seperti rengat akar, rengat padi, dan mengkudu akar. Mereka memanfaatkannya dengan memanen tanaman pewarna secara lestari jika diperlukan, menanam kembali, dan membersihkan gulma.

Tak hanya itu, Dusun Sadap juga memiliki kebun etnobotani dengan 160 tanaman di dalamnya. Keren, kan? Semuanya dijaga, dan dimanfaatkan dengan penuh kesadaran. Tidak ada eksploitasi tumbuhan, atau perusakan lahan. Dari dua srikandi di atas, saya belajar banyak hal. Bahwa sustainability fashion/ fashion berkesadaran dan berkelanjutan bisa dicapai dari usaha perseorangan di kampung halamannya. Tidak harus dalam skala besar atau kuantitas besar.

Fast fashion

(Visited 112 times, 2 visits today)
Facebooktwitterredditmail Nih buat jajan

19 thoughts on “Sustainability Fashion dari Dua Srikandi Indonesia

  1. Amir Reply

    Salut sih dengan para perempuan yang menerapkan konsep ramah lingkungan. Secara pewarna kimia sintesis dapat merusak lingkungan, terutama air tanah.

  2. Dinda Reply

    Paling suka dengan kain tenun ikat ih. Kainnya itu keren-keren. Apalagi ya ini tenun yang dibuat dengan kerja sama dengan komunitas adat yang mana sekarang tuh udah jarang banget di pasaran dan bisa dibilang salah satu produk eksklusif. Semoga tenun ikat by handmade kaya gini masih terus ada. 🙂

  3. Jiah Al Jafara Reply

    Model pakaian yang cepat tuh emang berdampak banget sama bumi. Jadi sebisa mungkin kita melakukan fashion berkelanjutan. Tenun atau ecoprint ini salah satunya apalagi pakai bahan alam kan. Lebih aman untuk manusia, bumi juga

  4. Okti Li Reply

    Semoga tindak lanjut secara nyata dari ECO Blogger Squad makin banyak ya. Secara anak muda jaman sekarang emang butuh tindakan nyata sebagai contoh, ga bisa hanya teori atau informasi…
    Seperti adanya webinar ini. Keren nambah wawasan buat kita juga jadinya

  5. Abah Raka Reply

    Semoga banyak menyusul generasi muda yang peduli terhadap akar budaya dan kekayaan sumber alamnya agar bisa dimanfaatkan. Selain sebagai bentuk sustain lingkungan juga ekonomi. Karena bagaimana pun ekonomi dan lingkungan ini menjadi bagian dari ekosistem yang sekarang sudah banyak dilupakan. Tulisan seperti ini menginspirasi pembacanya bahwa banyak kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan tanpa menggunakan bahan kimia….alami dan murah karena ada di sekitar kita.

  6. Annisakih Reply

    Sepakat, saya sudah lama stop terjebak dengan fast fashion, ternyata dengan menerapkan declutering dan memakai apa yang sudah kita miliki itu malah bikin tiap bepergian jd sat set ga lama pilah pilih kostum lagi hehe
    Btw, keren banget mbak Ismi hasil ecoprintingnya.

  7. Fikalmyid Reply

    Keren banget dua srikandi ini! Jadi terinspirasi buat lebih peduli sama sustainability dalam dunia fashion. Salut banget sama perjuangannya!

  8. Duduk Paling Depan Reply

    Saya kira perkembangan fashion dengan selalu ada mode baru, apalagi yang import dengan harga murah itu, merupakan perkembangan bisnis industri fashion aja. Ternyata namanya fast fashion dan bisa berdampak negatif pada lingkungan ya. Memang harus beralih pada fashion dengan bahan yang lebih ramah lingkungan seperti yang dilakukan kak margaretha di atas. Semoga kedepannya makin banyak pelaku bisnis fashion yang lebih sadar tentang pentingnya memakai bahan yang lebih ramah lingkungan

  9. Didik Purwanto Reply

    Keren banget nih banyak warga yang semangat dan antusias mengikuti pembelajaran eco printing. Baju2 lama bs dimodifikasi dan dihias kembali menjadi serasa baru.

    Smg pembelajaran spt ini mkn digiatkan di daerah lain ya. Pemakaian pewarna alami ini tentu saja bakal menjadi nilai tambah krn lbh ramah lingkungan.

    Menjualnya pun jd penuh nilai tambah krn banyak turis asing yg lbh menyukai produk ramah lingkungan.

  10. Andira Putra Reply

    Fashion berpadu dengan ramah lingkungan. Menarik! Terima kasih untuk share informasinya ya

  11. Antung apriana Reply

    Saat ini memang gencar sekali gaya hidup konsumtif salah satunya lewat pakaian sehingga ada banyak sekali limbah fashion. Salah satu cara untuk bisa mengurangi limbah fashion ini bisa dengan cara-cara di atas ya mbak

  12. Ririn Erviana Reply

    Fast fashion terasa sangat mengkhawatirkan ya kak. Bahan-bahan yang mereka gunakan makin jauh dari alam. Harganya murah jadi mudah terbuang juga. Ujung2nya jadi sampah lagi.

  13. Fenni Bungsu Reply

    Kayak sekarang nih, mau lebaran bakalan ramee deh sama yang beli baju baru. Kudu ciamik ya meminimalisir hal itu alias si fast fashion. Pakai yang ada aja dulu, tinggal modifikasi deh style nya

  14. eryka Reply

    Ecoprint beberapa tahun ini memang sedang hits ya kak, ada banyak pelatihan tentang ecoprint ini..dan setiap lihat aku pasti takjub..tapi memang butuh ketelatenan dan ketekunan ya buat menghasilkan produk ecoprint yang cantik…
    Dan BCC keren sudah memfasilitasi membernya agar juga bisa belajar tentang ecoprint dan tentu dengan tetap memperhatikan keberlangsungan lingkungan

  15. Nanik Kristiyaningsih Reply

    Sarat ilmu banget ya mbak, webinar onlinenya akhirnya jadi paham konsep sustainability fashion dari alam. Yap nggak perlu harus dalam skala besar untuk memulainya, semoga kita bisa ikut andil di dalamnya demi bumi lestari dan makin terjaga dari limbah fashion.

  16. Lendyagassi Reply

    EBS selalu bisa membuka mata kita semua untuk pentingnya menjaga lingkungan dengan menggunakan bahan-bahan alami yang sudah tersedia di alam. Meski prosesnya panjang dan lama, tapi hasilnya bagus dan menjadi produk ramah lingkungan.

  17. dee stories Reply

    Ah suka banget sama gathering eco blogger kemarin ini
    Ternyata, ada banyak perempuan yang peduli tradisi dan lingkungan, dan kepeduliannya dipuji dalam bentuk fashion keberlanjutan seperti ini ya mbak

Leave a Reply

Your email address will not be published.