Kehamilan Pertama, Kehamilan Tahan Banting

Facebooktwitterredditmail

Percayakah anda bahwa anak itu termasuk rezeki?

Aku sangat percaya dan merasakan hal tersebut. Sejak pernikahan, aku dan suami sepakat untuk tidak menunda momongan ataupun berprogram untuk mendapatkannya. Istilahnya let it flow. Maka hari-hari pun kami lewati dengan fokus pada pekerjaan kami masing- masing di Ibukota. Ya, begitu menikah, aku pindah mengikuti suami ke Jakarta. Beruntung di saat yang sama, aku mendapatkan pekerjaan di sebuah Rumah Sakit swasta di Jakarta Timur.

Sebagai karyawan swasta, yang bekerja 8-12 jam/hari, tentu mempengaruhi kondisi fisik kami. Hingga tiba 3 bulan setelah menikah, aku mulai merasakan lelah dengan pekerjaan kantor. Dalam keadaan di titik nadir tersebut, aku mengadu pada Tuhan, melantunkan doa, Ya Allah, aku ingin menjadi ibu rumah tangga saja. Sebuah doa yang entah kenapa saat itu terasa begitu syahdu dan datang dari hati.

Siapa sangka, doaku terkabul. Tepat seminggu kemudian, saat sedang bekerja, tiba-tiba nyeri menyerang perutku. Padahal tidak sedang kedatangan tamu bulanan. Sudah makan juga, jadi bukan karena maag. Siangnya terpaksa masuk UGD, kemudian di injeksi ranitidin dan pulang saat itu. Beberapa hari kemudian, aku coba mengecek dengan testpack. Hasilnya, dua garis merah muncul secara ajaib. Berita tersebut menjadi kado terindah di bulan kelahiranku, April.

Besoknya, sepulang kerja, kutemui dr. SpOG di RS tempat kerjaku. Ternyata benar, sang cabang bayi sudah berusia 5 minggu. Entah karena sugesti atau apa, herannya, sejak mengetahui kalau hamil, justru mual muntah atau biasa yang disebut morning sickness melanda.

Hampir setiap pagi, semua sarapan berakhir di wastafel atau kamar mandi. Tapi karena aku tipe yang tidak tahan lapar, jadi mau nggak mau tetap mengkonsumsi makanan apapun sebagai penggantinya. Roti tawar, buah, bubur, haruslah mengganjal karena kalori tersebut pasti diperlukan selama bekerja nanti. Jangan sampai aku diopname karena dehidrasi atau kurang nutrisi, sehingga lemas dan pingsan seperti yang dialami beberapa wanita lainnya.

Semenjak hamil, tubuhku memilah sendiri makanan-makanan instan atau makanan berpenyedap yang tidak baik untuk dikonsumsi. Seperti mie gelas, termasuk beberapa masakan di warung dekat kantor dan dekat kos, menjadi korban indra penciuman dan pencernaanku yang menolaknya.

Tubuh manusia sudah didesain sedemikian rupa, untuk menyeleksi apa-apa yang dibutuhkannya dan apa-apa yang membawa dampak buruk. Inilah yang disebut proses kehamilan yang alami, tanpa diet, tanpa pantangan. Tetapi spontan berubah peta makanan yang masuk, berubah aktivitas, berubah kesiapan tubuh dan mentalnya untuk kelak menghadapi persalinan dan menjadi seorang ibu. It is a natural process, believe me.

Pemberdayaan diri mulai kulakukan. Berlangganan newsletter sebuah majalah parenting secara online dan free. Browsing website parenting kemudian bergabung di dalamnya dan membaca sebagian besar artikel tentang kehamilan. Hingga membenamkan diri dalam buku-buku tentang kehamilan dan persalinan. Masih kuingat salah satu program berlangganan yang kuikuti adalah penjelasan usia mingguan sang janin. Jadi, setiap minggu akan mendapatkan email yang menjelaskan pembentukan janin sudah sampai mana, aktivitas janin sudah dapat melakukan apa (menghisap jempolnya sendiri dan mulai bermimpi misalnya), berat ideal janin dan posisi janin yang seharusnya, dan sebagainya. Sungguh amazing mengetahui setiap minggu perkembangan janin kita, walaupun hanya dari sebuah artikel dan gambar, rasanya seperti melihat langsung ke dalam rahim.

Menghadiri Maternity, Baby and Kids Expo
Menghadiri Maternity, Baby and Kids Expo

Pemberdayaan diri juga kulakukan dengan menghadiri event-event kehamilan dan parenting seperti expo, seminar, dan kelas-kelas bagi calon ibu. Kalau foto di atas sekalian refreshing, hehe.

Oh ya, atas dasar saran dari beberapa teman dan dari pengetahuan yang kubaca. Sejak kehamilan 25 minggu ke atas, sebaiknya ikutilah senam hamil. Bukan tanpa alasan aku mengikuti relaksasi tersebut. Menginjak usia kehamilan trimester kedua, timbul lah masalah kehamilan. Mulai dari bengkak pada telapak kaki, hingga yang paling mengganggu adalah nyeri di pinggang dan punggungku. Nyeri ini menyebabkan tidak bisa duduk lesehan di bawah, termasuk kesulitan bangun dari posisi duduk, maupun duduk dari posisi berbaring. Rasanya seperti mau copot tulang-tulangnya. Hal ini mungkin akibat dari aktivitasku yang cukup melelahkan bagi seorang ibu hamil. Berangkat kerja menaiki ojek, disambung dengan angkot, lalu berjalan kaki hingga usia kehamilan 7 bulan. Sama halnya ketika di Rumah Sakit, masih berkeliling dari satu bangsal ke bangsal lain, dari gedung rawat jalan ke gedung rawat inap.

Bahkan kadang bekerja dari jam 7 hingga jam 10 malam (kelak di kemudian hari, anakku Najla tumbuh menjadi sosok yang aktif, tak kenal lelah, dan doyan begadang juga, hehe). Kurangnya waktu untuk duduk dan mobilitas yang tinggi menjadikan nyeri pinggangku menjadi-jadi. Relaksasi dan beberapa tips posisi senam tampaknya berhasil mengurangi keluhan kehamilan. It is work, Moms. Senam hamil juga memberikan latihan bagaimana pernafasan yang benar kala persalinan, dan ini penting supaya tidak salah mengejan. Untuk yang muslim, membaca Al- Qur’an dan mendengarkan murotal adalah cara jitu relaksasi sekaligus memperkenalkan Tuhan pada sang janin.

Foto session mengabadikan kehamilan
Foto session mengabadikan kehamilan
Foto session mengabadikan kehamilan
Foto session mengabadikan kehamilan

Masa-masa kehamilanku memang tidak mudah, tapi percayalah, ada saat di mana justru keberadaan cabang bayi membuatnya jadi mudah. Sebut saja ketika hati atau mood saya sedang tidak karuan, janin pun merespon dengan hentakan kuat yang menandakan ketidaksukaannya. Saat seperti itu terjadi, saya menjadi sadar agar segera menarik napas panjang, sehingga gerakan janin menjadi lembut kembali. Memang benar bahwa ikatan batin ibu dan bayi di dalam kandungan itu begitu kuat. Maka, kehamilan seharusnya merupakan proses yang dipersiapkan kedatangannya. Yaitu membekali calon ibu dengan berbagai ilmu, baik pengelolaan emosi, manajemen menghadapi perubahan fisik dan perubahan hormonal, serta serba-serbi mitos dan fakta tentang kehamilan. Yang tak kalah penting adalah peran suami, memijat bahu atau punggung istri yang nyeri, membelikan makanan yang diinginkan (walaupun katanya ngidam itu hanya mitos, hehe), dan membuat istri tertawa adalah hal-hal kecil yang dampaknya besar bagi ibu dan calon anak.

Duh, rasanya kok ingin kembali ke masa itu ya. Sekarang anak pertamaku sudah berusia 3 tahun 4 bulan, yang artinya memang sudah seharusnya punya adik. 🙂

Ini kisah kehamilan pertamaku yang tahan banting, kalau kisahmu?

#PregnancyStory

Tulisan ini diikutsertakan dalam Pregnancy Story Writing Competition by NUK Baby Indonesia

(Visited 871 times, 1 visits today)
Facebooktwitterredditmail Nih buat jajan

8 thoughts on “Kehamilan Pertama, Kehamilan Tahan Banting

  1. Tetty Hermawati Reply

    Iya Mbak.. kehamilan pertama saya juga tahan banting. Saya baru tau hamil pas udah 8 minggu dan itu masih kemping di tengah utan ngeospek adik tingkat. haduhh. *dan sekarang belum hamil lagi* hihi.. 🙂

    • dian farida Post authorReply

      Hihi..jadi inget saya pun begitu..5minggu pertama masih smpt motoran jauh bgt dr jkrta ke tambun..tp blm tahu kl hamil

  2. enci harmoni Reply

    hamil anak pertama berat mbak, karena umur dah 32, rasanya capek banget…. dududu, jadi keinget cerita hamil anak pertama…

    • dian farida Post authorReply

      Waduh.serius mak usia kerasa bgt ya lbh berat..saya udh mau 30-_-.skrg udh brp mak anakny?

  3. dianramadhani Reply

    Iya mba Alhamdulillah.. karena hamil kita jadi terpicu untuk bisa memberikan yang terbaik ditengah kondisi yang beraneka rasanya, hehe

    • dian farida Post authorReply

      Iya benar..kalo hamil itu jadinya lbh hati2, lbh care sm diri sendiri. Soalny ada 2orang yg dijaga:)

  4. Grace Melia Reply

    #TeamDukungNajlaPunyaAdik. Hahaha. Kece Mak foto session hamilnya. Jadi pengeeen. Sukses yaaa ^^

Leave a Reply

Your email address will not be published.