Nakal didefinisikan sebagai tidak menurut, mengganggu, dan sebagainya (KBBI). Kata nakal ini memang dalam dunia parenting dilarang untuk dipakai, tapi terus terang saya sendiri masih suka keceplosan menggunakannya. Hiks, setiap habis mencap anak dengan kata nakal, saya merasa sedih. Seharusnya bisa lebih menahan emosi. Saya memang mengakui bahwa untuk menjadi orangtua itu tidak mudah, sama halnya saat menjadi anak. Apalagi di masa remaja, masa peralihan dari dunia anak-anak ke dewasa. Saat dimana terjadi perubahan fisik,hormonal dan mental. Siapa sih yang nggak kaget dengan perubahan tersebut? Makanya masa remaja sering diidentikkan dengan saat puber, yaitu saat dimana mereka membutuhkan perhatian lebih. Katanya bila masa ini tidak dilewati dengan baik, maka remaja akan tumbuh dalam keadaan kehilangan jati diri.
Masa remaja, apa sih yang dimau?
Saya pernah remaja, tentunya Anda juga pernah. Orangtua saya juga pernah mengalami saat remaja. Apa yang saya lakukan saat remaja dulu? Bolos sekolah? Agak lupa sih, tapi kayaknya pernah nggak masuk pelajaran tertentu, entah karena malas, atau karena bosan. Nyontek? Pernah lah, apalagi kalau soalnya susah dan kunci jawaban sudah beredar bahkan sebelum ulangan dimulai. Bohong sama orangtua? Kayaknya juga pernah. Agak lupa sih bohong soal apa. Biasanya bohong bilang mau belajar kelompok, padahal mah mau jalan sama teman misalnya. Akui aja deh kalau saat remaja itu nggak ada yang sempurna. Dengan begitu, kita nggak bingung dengan sikap anak remaja kita.
Yang dimau oleh remaja itu ya diperhatikan. Diajak ngobrol, didengarkan kegalauan dan keinginannya. Iya, memang mereka masih labil. Bisa saja saat itu bilang mau jadi anak band misalnya, eh begitu lulus SMA siapa tahu cita-citanya berubah. Meski begitu, orangtua jangan buru-buru menjudge bahwa impian remaja itu hanya angin lalu. Justru sebaliknya, ini adalah saatnya orangtua menjadi sahabat anak. Jadi ketika anak ada masalah, mereka mau bercerita.
Gap antara orangtua dan anak
Hal yang paling saya ingat dari kalimat ibu saya adalah, “Kalian itu enak, nggak perlu susah-susah kayak zaman Mama muda dulu. Harus jalan kaki, harus naik becak, makan pakai krupuk dan kecap kalau wesel telat datang, bla..bla..bla…” Kalau sudah membandingkan kayak gini, spontan saya biasanya menjawab,” Nggak bisa disamain lah zaman sekarang sama zaman dulu. Terus Mama maunya gimana? Susah juga?” Hmm, Cuma masalah sepele kayak di atas aja sudah bisa bikin ribut. Apalagi persoalan yang besar. Mungkin maksud ibu saya adalah agar saya lebih bersyukur, tapi yang sampai ke saya adalah hidup saya enak bener, coba bisa merasakan susahnya hidup kayak Mama.
<
Contoh di atas nggak hanya kejadian pada saya dan Mama, tapi juga pada saya dan anak saya. Sering banget saya ribut sama anak pertama saya. Usianya belum 6 tahun, tapi jago banget ngeles dan muter-muterin kalimat (entah niru siapa:D). Kalau ngeyelnya sih memang niru saya, hehe. Belum lagi kalau saya keceplosan pakai “kata nakal” tambah deh anak saya nangkepnya Bunda lagi marah. Apa yang saya sampaikan nggak masuk lah ke pikirannya. Karena yang dia kira, Bunda marah-marah. Teorinya sih seharusnya saya menggunakan pola komunikasi efektif ke anak, tapi prakteknya nggak semudah itu kan? Orangtua kayak saya perlu belajar lagi gimana cara yang benar saat ngomong sama anak. Terutama di saat anak sedang melakukan sesuatu yang nggak orangtua sukai.
Film My Generation, tentang apa?
Pemain, sutradara, setting
Film ini bergenre drama remaja, dengan mengangkat problematika remaja millenials.
Mbak Upi yang sedang membawa mik
Film ini disutradarai oleh Mbak Upi, yang juga pernah menggarap film My Stupid Boss, 30 Hari Mencari Cinta, Realita Cinta Rock and Roll.
IFI Sinema menggandeng 4 pemain baru di industri perfilman Indonesia, yaitu Bryan Langelo, Arya Vasco, Alexandra Kosasie, dan Lutesha. Selain itu, film ini juga dibintangi actor dan actris senior seperti Tyo Pakusadewo, Ira Wibowo, Surya Saputra, Joko Anwar, Indah Kalalo, Karina Suwandhi, dan Aida Nurmala. Setting film My Generation adalah zaman ini, yaitu masanya generasi millenial.
Keunikan ide, dan pemain film
Film ini berkisah tentang persahabatan 4 anak SMA, yaitu Zeke, Konji, Suki, dan Orly. Keempatnya mengalami gagal liburan karena video yang mereka buat menjadi viral di sekolah. Padahal video itu berisi protes kepada orangtua, guru dan sekolah. Mereka pun akhirnya dihukum untuk nggak boleh ikut liburan. Gagal liburan tidak membuat mereka kecewa. Justru ini lah awal mula petualangan yang memberi pelajaran dalam kehidupan.
Bagaimana karakter 4 tokoh di film ini?
-
Orly
Perempuan kritis, berprinsip kuat, pintar, dan sedang sering memberontak, terutama soal kesetaraan gender (salah satunya tentang keperawanan). Orly berusaha mendobrak label-label negatif yang disematkan pada kaum perempuan. Di sisi lain, Orly mempunyai problem dengan ibunya yang single parents. Sang Ibu menjalin hubungan dengan laki-laki yang lebih muda, dan bagi Orly hal tersebut tidak dapat diterima.
-
Suki
Perempuan cool yang memunyai masalah krisis kepercayaan diri. Krisis ini dia sembunyikan, tetapi karena sikap orangtuanya yang cenderung negatif, akhirnya krisis PD nya justru membesar.
-
Zeke
Pemuda rebellious, easy going, dan loyal pada sahabat-sahabatnya. Di balik semua sifat positifnya, ternyata Zeke memendam masalah. Ia merasa orangtuanya tidak mencintainya dan tidak menginginkannya. Untuk menyembuhkan luka hatinya, ia harus berkonfrontasi dengan orangtuanya, dan membuka pintu komunikasi dengan mereka.
-
Konji
Pemuda polos, naif dan sedang dilemma. Ia merasa tertekan akibat sikap orangtuanya yang over protektif dan kolot. Sampai suatu hari, ada kejadian yang mengagetkannya, sehingga hilang lah kepercayaan pada orangtuanya dan membuatnya bertanya-tanya moralitas orangtuanya.
Penokohan pada film My Generation memang kuat, Mbak Upi sendiri sampai riset selama 2 tahun lho. Risetnya juga nggak main-main. Dimulai dari social media listening, yaitu mengamati langsung percakapan dan komunikasi generasi millenials di sosial media. Beberapa dialog pada film ini bahkan diambil langsung dari hasil riset. Pengerjaan film ini juga memakan waktu cukup panjang, yaitu 1 tahun, sehingga saya pribadi merasa bahwa film My Generation dibuat dengan sungguh-sungguh oleh Mbak Upi, IFI Sinema, dan tim.
Permasalahan yang dihadapi di film My Generation sangat banyak dan kompleks, sehingga diharapkan dapat menyajikan potret nyata keseharian kids zaman now. Dengan begitu, orangtua dapat mengetahui langkah apa yang tepat untuk berkomunikasi dengan mereka. Tentunya tanpa membuat mereka merasa dikekang. Dengan kata lain, kebebasan yang bertanggung jawab lah yang mereka butuhkan. Ide dalam film ini tergolong unik, bila film lain menyoroti perilaku remaja dari sudut orangtua, maka Film My Generation ini sebaliknya, yaitu justru mengangkat pertanyaan dari remaja atas sikap orangtua
Film My Generation dapat menjadi rujukan bagaimana sih kondisi real kids zaman now yang lebih kritis, open minded dan nggak mau terikat. Generasi millennial sebenarnya bisa patuh pada orangtua, tentunya dengan cara yang dapat mereka terima. Cara apa? Hindari membanding-bandingkan, labelling negatif, dan proteksi berlebihan. Lebih baik beri mereka contoh yang benar, agar mereka melihat sendiri bagaimana sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang individu yang disebut “orang baik”.
Film My Generation, opini saya
Generasi millenials tentu memiliki permasalahannya sendiri. Sosial media bisa begitu kejam lho bagi remaja. Bahaya pornografi, narkoba, penyebaran kebencian, cyber crime, dapat menimpa siapa saja. Bahkan menimpa remaja dengan orangtua sempurna sekalipun. Kemudahan teknologi dan internet mau nggak mau membuat orangtua lebih protektif. Padahal kita nggak bisa mencegah masuknya digitalisasi tersebut. Yang dapat dilakukan oleh orangtua adalah memperkuat pondasi diri anak, yaitu dimulai dengan komunikasi yang efektif.
Sementara itu, fakta berbicara bahwa banyak remaja yang tidak dekat dengan orangtuanya. Di mata mereka, orangtua itu cenderung ingin dituruti, mengekang, bahkan diktator. Oleh karena itu, bijak dalam menyikapi fenomena kids zaman now adalah solusi terbaik.
Bila saya harus bertanya, “Remaja nakal, tanggung jawab siapa?” Maka jawabannya adalah tanggung jawab kita bersama. Ya orangtua, keluarga, guru, sekolah, dan lingkungan. Mereka terbentuk dari pola asuh keluarga. Mereka dapat terpengaruh oleh lingkungan sekolah dan tempat tinggal. Jadi, sikap mereka ya tanggung jawab semua pihak. Nggak ada lagi sikap menyalahkan remaja atas perilaku negatifnya, sebaliknya, kita yang instrospeksi diri. Terlihat mudah sih, tapi kenyatannya nggak semudah itu. Nggak mau kan, kelak ketika dewasa, karena masa remaja yang tanpa pendampingan, akhirnya mereka malah terjerumus dalam korupsi atau perilaku amoral lainnya? Mari kenali mereka, salah satu caranya adalah dengan melihat realitas kehidupan sehari-hari mereka di Film My Generation ini. Catat tanggalnya 9 November 2017, di bioskop kesayangan Anda ya:)
<
Orangtua & keluarga sangat mempengaruhi pembentukan karakter anak ya mb
iya benar mbak
Film bikin haru biru sampai saya buat ulasan dengan give away di blog saya hehehehe
iya benar banget mbak