Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan kita. Mereka berhak berkarya, bekerja, dan dapat mengakses berbagai fasilitas umum.
Semenjak menjadi orangtua, hidup saya berubah. Tak hanya soal pekerjaan, tapi juga tentang tujuan hidup. Saya semakin menyadari bahwa hidup di dunia ini hanya sebentar. Maka kita perlu menyiapkan bekal untuk kehidupan yang lebih kekal.
Setiap manusia pasti diuji. Hanya bentuknya saja yang dapat berbeda-beda. Mulai dari masalah ekonomi, jodoh, tantangan dalam mengasuh anak, hubungan dengan pasangan, kesehatan, dan sebagainya. Termasuk beberapa teman saya yang diamanahi anak berkebutuhan khusus. Saya yakin tidak mudah bagi mereka untuk tetap berpikiran positif dalam hidup. Untuk tetap termotivasi dan bersemangat, mereka membutuhkan pendukung di sekitarnya.
Saya ingat ketika seorang teman saya berkisah mengenai pengalamannya mengantar anaknya yang ABK untuk terapi ke rumah sakit. Tiga kali seminggu, anaknya harus terapi. Dua kali sebulan, anaknya harus kontrol ke dokter, karena memakai NGT (Nasogastric Tube yaitu selang untuk memasukkan makanan ke lambung, karena belum mampu menelan dengan baik).
Jarak rumah beliau ke RS cukup jauh, dan ia tidak memiliki mobil sendiri. Bila harus menaiki motor, rasanya sulit sambil menggendong anak usia 3 tahun yang masih seperti 3 bulan. Kadang diantar suaminya bila sedang senggang dan bisa mengantar. Tapi bila tidak bisa, ia memilih menaiki transportasi umum, yaitu Trans Jogja.
Kondisi di Trans Jogja sudah bagus, karena ada tempat khusus untuk kursi roda, tetapi akses untuk naik turunnya yang tidak mudah. Keberadaan ramp untuk tempat naik stroller atau kursi roda amat dibutuhkan.
Dunia Online dan Difabel
Teman saya yang bernama Mbak Kartika ini pernah masuk TV lho, program Michael Tjandra Luar Biasa. Saat itu, ia tampil bersama Ibu Endang Setiati, ibu dari Habibie Afsyah, seorang difabel yang ahli di bidang internet marketing dan juga penulis buku. Mas Habibie ini memang terkenal gaungnya. Saya sendiri beberapa kali membaca beritanya baik di media online, di media cetak, maupun di televisi.
Sungguh, saya kagum dengan Mas Habibie dan ibundanya. Meski terlahir tidak sempurna, dan harus menggunakan kursi roda untuk beraktivitas, nyatanya beliau bisa sukses. Dunia digital tentu menjadi angin segar bagi difabel. Mereka dapat berkarya dan bekerja tanpa harus berpenampilan sempurna.
Saya sendiri memilih bekerja di dunia digital dan sosial media, semenjak menjadi ibu. Keterbatasan karena tidak dapat bekerja penuh waktu, membuat saya tidak sengaja mengenal dunia kepenulisan di blog. Siapa sangka, proses menulis yang awalnya menjadi media pelepas stres, ternyata sekarang justru menjadi sumber penghasilan.
Tak hanya saya, banyak juga ibu-ibu seperti saya di Indonesia. Mereka bekerja dari rumah, atau dari mana saja. Saya yakin, di antara kami, ada para difabel yang juga mengais rezeki dari media sosial atau dunia digital. Tak hanya sebagai penulis, tetapi juga di bidang lain seperti ilustrator, penjual online, atau pekerjaan lain yang menggunakan laptop atau komputer.
Co-working Space di Jogja
Co-working space (ruang bersama) adalah tempat dimana orang-orang yang memiliki latar belakang pekerjaan ataupun bisnis, bekerja dalam sebuah tempat. Co-working bisa juga diartikan kerja sama atau berkolaborasi.
Arus teknologi yang bergerak cepat, menjadi salah satu alasan berjamurnya co-working space. Tak hanya ibu-ibu seperti saya saja yang kerap mendatangi co-working space, tapi juga anak-anak muda dan pria dewasa yang sedang merintis start-up (perusahaan rintisan). Tumbuhnya start-up menjadikan co-working space bermanfaat bagi para pekerja industri kreatif. Bahkan mobile working yang diberlakukan di beberapa kantor juga menambah ramainya co-working space.
Saya sering bekerja di luar rumah. Baik untuk mencari suasana baru, maupun mencari ide. Suasana yang nyaman dan tenang, merupakan syarat co-working space yang saya pilih. Kalau bisa sih ber- AC sehingga ketika cuaca panas, saya enggak kegerahan.
Dari beberapa co-working space yang ada di Jogja, sebagian besar memenuhi syarat di atas. Lainnya terlalu ramai, sehingga saya kurang merasa nyaman. Meski begitu, jika teman-teman tidak masalah dengan co-working space yang penuh, maka tidak ada masalah terhadap hal tersebut.
Ada juga co-working space yang memisahkan area merokok dengan area bebas asap rokok (ber- AC). Menurut saya, hal ini baik karena setiap orang dapat memilih mau menempati area yang mana. Keberadaan ruang rapat menjadi nilai tambah untuk sebuah co-working space.
Co-working space di Jogja yang pernah saya datangi, nyaris tidak ramah untuk difabel. Selain karena tidak menyediakan ramp untuk tempat masuk kursi roda, co-working space dengan lebih dari dua lantai juga tidak menyediakan lift.
Diskominfo Co-Working Space (DCS), Co-Working Space untuk Semua Kalangan
Terus terang, saya baru-baru ini mendengar mengenai DCS. Lokasinya berada di Jl. Brigjen Katamso, Keparakan, Mergangsan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tepat berada di samping kantor Diskominfo Jogja. DCS berada di Jogja bagian selatan, sehingga saya cukup jarang melewatinya. Maklum, rumah saya ada di Jogja bagian utara.
DCS diresmikan pada hari Jumat tanggal 24 Agustus 2018 oleh Kepala Diskominfo DIY, Ir. Rony Primanto Hari MT. Dalam acara peresmian, turut hadir pula Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu.
Sebagai informasi, DCS merupakan bagian dari perwujudan “Jogja Smart Province”, yaitu harapan agar masyarakat Jogja dapat lebih smart dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk pengembangan industri kreatif digital. DCS juga termasuk dalam program “Jogja Beda” yang digagas oleh Diskominfo DIY. Jogja Beda merupakan kegiatan pemberdayaan potensi difabel dalam pengembangan TIK. Semoga program Jogja Beda ini benar-benar melahirkan para difabel handal dalam bidang TIK, aamiin.
Latar Belakang Pembangunan DCS
Kepala Bidang Infromasi dan Komunikasi Publik, Bayu Februarno Putro menyampaikan bahwa latar belakang pembangunan DCS adalah untuk memberi kesempatan bagi komunitas difabel untuk belajar, membangun relasi, bekerja, mengembangkan kemampuan di bidang teknologi, informatika dan komunikasi.
Oleh karena itu, bangunan DCS dibuat sedemikian rupa agar aksesibel bagi para difabel. Sebelum membangun DCS, tim arsitek telah berdiskusi dengan komunitas difabel yang tergabung dalam Komunitas JogjaBEDA sehingga kebutuhan-kebutuhan difabel bisa terfasilitasi di DCS.
Pengalaman Mencicipi DCS
Senin lalu, saya mendatangi DCS. Kebetulan Pak suami sedang ada kepentingan di daerah Masjid Jogokariyan yang lokasinya dekat DCS. Langsung deh saya ikutan ke Jogja bagian selatan. DCS mudah di temukan. Dari Pariwisata ke selatan sedikit. Kalau mau ke sana cukup cari di Google Maps dan berhentilah di plang kantor Diskominfo DIY. Dekat dengan pos satpam, akan terlihat tulisan DCS yang cukup besar.
Di sebelah tulisan DCS, ada ramp (permukaan miring yang digunakan oleh pengguna kursi roda/stroller). Bila saya ke ruangan DCS melalui pintu masuk kantor Diskominfo DIY, maka para difabel bisa melalui ramp yang akan langsung menuju area outdoor DCS. Di ujung ramp juga ada pintu yang menghubungkan area indoor dengan outdoor DCS.
Setelah masuk, saya diminta mengisi buku tamu di meja informasi. Mata saya melihat sekeliling. DCS indoor tidak terlalu luas, tapi cukup untuk berkumpul dengan para pegiat start up.
Seperempat hari di DCS membuat saya berani merekomendasikan tempat ini untuk semua kalangan. Setidaknya ada lima alasan mengapa teman-teman perlu bekerja di DCS, yaitu:
-
Inklusif dan Aksesibel
Semua penataan ruangan dan akses masuk serta akses selama di DCS sudah disesuaikan untuk semua kalangan, termasuk teman-teman difabel. Saya melihat dengan mata kepala sendiri bahwa DCS dapat digunakan oleh semua orang.
Mobilitas bagi para difabel diperhatikan dengan seksama. Begitu juga dengan perabotan yang digunakan seperti meja dan kursi yang didesain khusus agar dapat naik turun menyesuaikan penggunanya. Mejanya bisa dibuat lebih tinggi. Jarak antar perabot dan jarak antar ruangan dibuat lebar.
Lebih lanjut, ramp, handrail, guiding block, toilet akses, arah putar di kamar mandi, dan pintu kamar mandi juga didesain sedemikian rupa agar ramah difabel.
Tak hanya ruangan DCS yang ramah difabel, kantor Diskominfo juga telah berbenah, yaitu menyiapkan aksesibilitas fisik para semua kalangan. Beberapa sarana sudah mulai aksesibel. Saat saya ke kantor Diskominfo, sudah jalan miring bagi difabel pengguna kursi roda. Saya juga sempat ke kemar mandinya dan sangat luas. Agak heran juga waktu itu, tapi sekarang saya sadar bahwa kamar mandi ini dibuat luas dan ada pegangan tangan (handrail) agar dapat digunakan oleh para difabel.
-
Fasilitasnya Lengkap
Berdasarkan informasi, terdapat empat zona di DCS, yaitu zona ruang kelas, zona indoor yang terhubung dengan zona outdoor, dan zona laboratorium. Ruang kelas DCS berkapasitas 20 orang. Ruang ini dapat digunakan untuk workshop.
Zona laboratorium merupakan ruang studio kecil yang bisa digunakan untuk membuat animasi dan film pendek. Saat saya ke sana, di ruang studionya sedang tidak ada orang. Jika ada lebih banyak masyarakat yang tahu bahwa co- working space di Diskominfo ini gratis, saya yakin DCS akan semakin ramai.
Seperti yang sudah saya tulis di awal, area outdoor DCS sangat luas. Terdapat meja dan kursi mirip yang bentuknya nyaman digunakan untuk berdiskusi dengan klien atau patner kerja.
Di ujung tengah ruangan terdapat area performance untuk komunitas yang ingin menampilkan karyanya. Wah, bisa nih mengadakan acara bedah karya atau talkshow di sini.
Fasilitas lainnya adalah ada beberapa komputer yang dapat digunakan untuk online. Colokan listrik cukup banyak dan tersebar sehingga yang membawa laptop tidak perlu khawatir dengan daya baterai laptopnya.
Di DCS juga tersedia dispenser dan AC.
-
Tersedia Wifi Gratis
Co-working space tanpa Wifi bagai sayur tanpa garam. Oleh karena itu, keberadaan internet gratis menjadi keunggulan dari DCS. Lihat deh gambar di bawah ini, beneran ada WiFi -nya lho.
-
Internetnya Cepat
Tak hanya gratis, kecepatan internet di DCS patut diacungi jempol. Saya dapat browsing, mengunggah foto dan video dengan cepat. Sama sekali enggak lambat loading -nya.
-
Tempat dan Suasananya Nyaman
Di dinding DCS terdapat quote-quote menarik dan inspiratif, termasuk stiker dekorasi huruf Jawa dan lampu khas Jawa. Perabotannya juga masih baru dan bersih. Musik kekinian juga mengalun sepanjang waktu. Suasana yang nyaman membuat saya betah berlama-lama.
DCS memang dirancang untuk semua kalangan. Bagi para difabel, Diskominfo bermaksud memberikan fasilitas dan kesempatan dalam mengembangkan potensinya. Seperti kita ketahui, dibalik hambatan mobilitas dan aktivitas yang terjadi, para difabel mempunyai kelebihan pada konsentrasi. Para difabel juga gigih mencapai tujuan bila mempunyai motivasi yang kuat. Pak Roni selaku ketua Diskominfo ingin agar mereka tidak hanya tersentuh, tetapi betul-betul terlibat dalam setiap tahap pembangunan yang ada di Yogyakarta.
Saya pribadi berharap DCS dapat menjadi tempat berkumpul para pekerja digital, pegiat start- up, pebisnis, dan berbagai komunitas yang ada di Jogja. Dengan begitu, mereka juga dapat saling mendukung dan berkolaborasi. Bertemu di DCS, lalu menjadi patner kerja. Bukankah menyenangkan bila hal tersebut dapat terealisasi?
Sekedar masukan, mungkin Diskominfo sesekali bisa mengadakan acara seperti bincang-bincang dengan ahli/para pekerja di dunia digital, untuk menarik massa agar DCS lebih dikenal oleh masyakarat. Kegiatan lain seperti penampilan kesenian misalnya, juga dapat menjadi strategi “pemasaran” DCS.
Keberadaan DCS sebagai tempat online inklusi dan aksesibel untuk semua kalangan merupakan oase bagi masyarakat Jogja. Mari manfaatkan tempat ini dengan maksimal untuk kepentingan daerah dan negara:)
“Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi Pagelaran TIK yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY”.
waah hadirnya DCS ini sangat membantu banget yaa.. apalagi bisa dipakai semua orang khususnya teman teman difabel. aku kalo kesana pasti betah deeeh lama lama berada di sana hihi
Iya Mbak, aku aja betah. Semoga teman difabel juga betah
Ini Diskominfo Yogya ya yang punya? Keren ya ada diskominfo kayak gini! Perlu ditiru!
Iya, lokasinya aja sebelahan dengan kantor Diskominfo
penting banget itu memang untuk mengkondisikan fasilitas umum agar ramah terhadap semua orang, sayang memeang belum semua fasilitas umum di Indonesia ramah kaum difabel, semoga kedepan lebih baik
Aamiin, dengan ada yang begini kita juga dukung terus
Bagus sekali ya Mbak gagasan dari Diskominfo ini. Menggandeng para difabel untuk bebas berkarya bersama masyarakat umum. Semoga cita-cita untuk membangun Yogya (dan Indonesia) lebih baik dapat terwujud. Aamiin.
Aamiin, makasih doanya ya
Aku baru tau banget soal ini nih mba. Semoga aja nanti pemerintah kalsel juga bikin beginian dan masyarakat juga bisa menggunakan dengan baik seperti di yk.
Aamiin semoga Kalsel menyusul ya
suka iri dengan kota yang sudah punya coworking space. di Pontianak belum ada, jadi kalau udah nyari temen buat ngerjain project susahnya minta ampun. hanya mengandalkan saran dari temen atau kenalan ajah
Serius di Pontianak belum ada co-working spacenya? Ayo bisa jadi ide usaha tuh:)
Tempat yang bagus yaa, fasilitas yang cukup memadai dan ramah juga untuk penyandang dafabel
Bagus, masih baru, bersih, rapi
Di Jepara blm ada nih yg buat orang berkebutuhan khusus. Semoga nanti menular krn kini baru bangun trotoar yg ramah buat mereka. Bagaimanapun, mereka juga berhak dapat pelayanan yg baik juga
Aamiin, iya fasilitas publik mulai diakomodir buat difabel
alhamdulillah sekarang perhatian pemerintah terhadap kaum difabel sudah semakin meningkat ya Mbak Dian
Iya Mbak Alhamdulillah banget
Wah tempatnya asik banget. Kalo di sini mungkin mirip kaya Jepara Digital Valley, aku belum pernah kesana sih. Kayanya fungsinya juga sama. Hehe
Wah di Jepara adakah yang begini? Semoga makin banyak ya di Indonesia
MashaAllah…
Semoga makin banyak fasilitas publik yang bisa dinikmati siapa saja. Tanpa batas.
Karena kita harus me-manusia-kan manusia.
Aaamiin benar sekali Mbak, sepakat
Wah keren juga ini co working space-nya. Mengakomodasi kepentingan kaum difabel yang jg bekerja, mungkin jd freelancer or pekerja digital gtu ya mbak?
Benar Mbak, difabel yang mau buka usaha atau start up juga bisa
Inovasinya sudah bagus koq, cuma tingkat konsisten saja, perbaikan disana-sini bisa lah sambilan, yang penting niat dulu ada..
Kota yang maju adalah Kota yang nyaman untuk para difable. Woww kece banget Ada co working yang memperhatikan kenyamanan bagi pengunjung difable.. ini angin segar supaya Makin byk difable yang dapat mengembangkan potensi mereka . salut aku mb
Tempatnya terlihat comfy, produktif, dan serasa turut kreatif berpikir yah Mbaaak, jadi ingin berkunjung ke sana. Terus bener2 jadi ruang buat semua kalangan, suka-suka. Kemudian bagi para difabel jadi bisa produktif atau ada sarana berkreasi tak kalah seperti kita! 🙂
Wah, jogja berinovasi. Semoga bisa diikuti di kota-kota lainnya. agar teman-teman yang memiliki keterbatasan bisa berkarya seperti yang lainnya. Menginspirasi
Iya senang sekali rasanya. Semoga bisa diikuti daerah lain