Ketika aku memandangnya lekat di pagi ini. Perempuanku lebih cantik dari biasanya. Matanya lebih hidup, bersinar dan memantulkan wajah lelaki yang dicintainya. Bibirnya lebih merekah, menggoda, magnet bagi kumbang yang meliriknya.
Perempuan itu tersenyum dengan menghela nafas padaku. Senyumnya masih sama seperti saat aku pertama kali jatuh cinta padanya. Terpanah cupid satu kali, dua kali, jatuh cinta lagi dan lagi.
Perempuanku mengedip, manja.
Aku jatuh cinta tuk kesekian kali.
Walaupun aku dapat melihat kantung hitam di bawah matanya, menandakan dia kurang tidur tadi malam. Tapi itu tak mengganggu aura magis di sekitarnya.
Perempuanku berjalan perlahan, menyiratkan lambatnya waktu berlalu pagi itu.
Pandangan kami beradu, melintas alam kembali ke masa lalu.
“Bila takdirku adalah mencintaimu, maka kaupun begitu, Layla.”
“Bila memang kau mencintaiku, maka semesta akan mengerti, Hendra.”
Semesta membuktikan.
Cinta saja tak cukup.
Mati-matian aku mengejarmu. Mati-matian aku belajar menjadi sepertimu.
Ibuku benar.
Perbedaan itu seperti kanker, yang bisa kapan saja menggerogoti sel-sel di hati sang pencinta.
***
Perempuanku tak pernah menjauhiku. Dia hanya berhenti mencintai.
Tepat setelah aku mengucapkan dua kalimat syahadat. Kau ulurkan undangan bersampul merah muda itu.
Tertulis namanya, pria yang disodorkan orangtuamu.
***
Perempuanku berjalan perlahan, menyiratkan lambatnya waktu berlalu pagi itu. Layla berjalan perlahan, menuju pelaminan. Langkahku berat mengikuti di belakangnya.
Seraya menyalami mempelai pria, kutusukkan belati berulang-ulang hingga ususnya terburai.
Dalam riuh histeris, teriakanku menggema, “Bukankah Tuhanmu akan mengampuni siapapun yang bertobat padaNya?! Maka kaupun akan mengampuniku, Layla.”
“Aku jatuh cinta lagi, padamu!” kali ini Layla murung mendengar rayuanku.
244 kata.
Tulisan ini diikutsertakan dalam “Birthday Giveaway “When I See You Again” di blog: http://itshoesand.wordpress.com “
huwaa… huwa… kejammm
Iy nh,bisany bkin yg kejam2 mulu