Self development, sepenting apa? Kalau berbicara tentang pencapaian tertinggi dalam hidup, saya bisa saja menuliskan hal-hal non abstrak yang bisa dinilai atau dilihat. Misalnya menjadi mahasiswa dengan ipk tertinggi saat kelulusan di fakultas, menang Lomba Karya Tulis Ilmiah, atau akhirnya bisa menerbitkan buku solo. Tapi kali ini, saya akan menulis hal sebaliknya. Karena saya percaya bahwa hidup itu dinamis, dan manusia harus bergerak dan berubah menjadi lebih baik setiap harinya.
Mencari Ilmu, Kunci dari Pengembangan Diri
Sebagai seseorang yang selalu haus akan ilmu, saya tidak pernah merasa lelah belajar. Bagi saya, belajar itu bukan sekadar menclok sana menclok sini, lalu waktu habis begitu saja dengan sia-sia.
Sekalipun ilmu tersebut sudah pernah saya dapatkan, pasti ada ilmu baru yang bisa dipetik. Oleh karena itu, bila memang ada sebuah seminar, workshop, pelatihan yang saya minat atau saya butuhkan, insyaallah akan saya ikuti. Tentunya dengan mengedepankan waktu, tenaga, dan budget yang dimiliki.
Bahkan belajar melalui pendidikan formal juga saya jabanin. Benar, bahwa salah satu alasan saya untuk sekolah lagi adalah bekal kalau-kalau nanti harus bekerja kembali di sektor formal. Tapi ada alasan lain di balik motivasi tersebut.
Saya suka atmosfer kampus. Saya suka atmosfer pendidikan. Saya senang ketika bisa mengembangkan diri. Baik dalam bentuk peningkatan berpikir kritis, problem solving, maupun memperluas networking.
Bagi saya, mencari ilmu itu banyak berkahnya. Apalagi bila kelak dipraktikkan, diamalkan, dan dibagikan. Makanya sampai Allah memberikan nikmat khusus bagi para pencari ilmu dan pemberi ilmu.
“…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).
Bahkan ada banyak hadits yang membahas keutamaan orang berilmu.
Rasulullah SAW bersabda:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata kepada Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Saya pribadi meyakini bahwa mencari ilmu tidak harus melalui pendidikan formal. Membaca buku, mendengarkan kajian, mengikuti pengajian, kulwap, webinar, zoom juga menjadi sarana pencarian ilmu.
Tingkatkan Kualitas Dirimu dengan Self Development
Lalu apa hubungannya dengan self development? Self development atau pengembangan diri adalah peningkatan kualitas diri sehingga hidup menjadi lebih baik. Pengembangan diri erat kaitannya dengan memaksimalkan potensi diri.
Pengembangan diri juga tidak terbatas pada hard skill, tapi juga soft skill. Misalnya public speaking, leadership, manajemen emosi, manajemen konflik, dan sebagainya.
Saya sempat berada pada posisi stuk, hidup seperti dalam cangkang emas. Enggak ada pengembangan diri sama sekali, karena saya enggak tahu potensi apa yang harus saya maksimalkan. Atau soft skill apa yang harus saya tingkatkan, termasuk apa tujuannya.
Langkah pertama saya dalam pengembangan diri adalah ikut kelas IELTS di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Setiap hari Sabtu dan Minggu saya bertemu dengan teman-teman berbagai kalangan dan berbagai latar belakang. Tujuan kami sama, lolos tes IELTS sehingga bisa apply beasiswa ke luar negeri.
Langkah kedua saya, yang mungkin tergolong nekat adalah melanjutkan sekolah ke jenjang S2. Pencapaian terbesar saat itu bukan karena bisa diterima di magister favorit di UGM, tapi lebih kepada membagi peran antara menjadi ibu, istri, dan seorang mahasiswa baru. Memang ada yang harus dinomorsekiankan, karena keterbatasan waktu dan tenaga yang saya miliki. Tapi bagi saya, sekolah lagi saat sudah punya anak (bahkan sedang hamil anak kedua), bukan perkara mudah.
Self development berikutnya adalah ketika saya mulai aware mengikuti berbagai workshop parenting dan mempraktikkannya. Memang, tidak semua teori parenting cocok untuk keluarga kita. Makanya “jajan atau belanja” ilmu parenting itu sah-sah saja. Karena pada akhirnya saya menemukan apa yang paling pas dan bisa dipraktikkan untuk keluarga.
Pengembangan diri dari segi parenting membawa dampak luar biasa bagi peningkatan kualitas diri sebagai seorang individu. Dari ilmu parenting, saya belajar manajemen emosi, saya belajar mengenal pasangan dan manajemen konflik. Saya bahkan belajar menurunkan ego dan meningkatkan empati.
Dari ilmu parenting, saya juga belajar meningkatkan kualitas ibadah dan keimanan. Karena pada dasarnya, semua yang terjadi dalam keluarga ada campur tangan Allah. Dan pada Pencipta lah kita bisa meminta kekuatan, atau kemudahan dalam mendidik anak-anak. Hingga kini, saya masih terus belajar. Karena bagi saya, proses pengembangan diri itu ya sepanjang hayat.
Self development selanjutnya adalah dari segi kepenulisan. Pengembangan diri salam bentuk hard skill seperti keahlian menulis, fotografi, videografi, bahkan audiografi seperti podcast, semua saya jabanin. Dan memang enggak ada yang sia-sia. Secara soft skill juga dapat banget. Bagaimana cara negosiasi, manajemen waktu, dan attitude dalam bekerja juga termasuk dalam pengembangan diri yang didapatkan dari pencarian ilmu.
Bila sekarang masih ada kurangnya, wajar. Karena seperti saya bilang, hidup itu dinamis. Dan pengembangan diri terus dilakukan sepanjang hayat. Karena berpuas diri dekat pada kesombongan.
Meski begitu, merasa cukup juga diperlukan sebagai kontrol. Ada saatnya kita jeda sejenak. Ada saatnya kita membagikan ilmu. Ada saatnya kita menggali lagi ilmu yang sudah didapat, lalu memodifikasinya sesuai kebutuhan.
Tulisan ini adalah bagian dari #BPNRamadan2021 Day 4