Pita memandang lekat kalender di telepon genggamnya. 25 Januari 2014, tanggal yang telah merenggut kenyamanan tidurnya.
Sebuah perjanjian pernah terucap kala usianya 28 tahun, bersama dengan sahabat kentalnya, Bram. Ikrar itu, jika selama 10 tahun berikutnya mereka berdua tak kunjung menikah, maka biarlah atas nama persahabatan, cinta akan dibina. Menobatkan dua sahabat menjadi dua sejoli.
Pita merapikan gaun hitam tanpa lengannya, sembari tersenyum di depan cermin milik sebuah restoran Prancis. Kerutan memang tersamarkan oleh krim yang dipolesnya. Rambutnya tergerai bergelombang, dihiasi untaian anting mutiara. Raut wajahnya memancarkan aura menggoda bak akan pergi ke kencan pertama. Memang Pita begitu terpikat pada Bram, tapi dia terlalu angkuh untuk mengakuinya.
Pita meyakini jodohnya sudah dekat. Tanpa pernah menerima undangan apapun dari Bram, pastilah pria tersebut akan datang dengan sekuntum bunga dan mungkin saja sebuah cincin untuknya.
Seorang wanita bergaun merah menabraknya ketika keluar dari toilet. Wanita itu jelas sedang terburu-buru.
Pita kembali bersandar di singgasana kencannya.
Waktu menunjukkan lewat 15 menit dari yang disepakati. Lagi-lagi pandangannya tertuju pada wanita separuh baya di meja seberang. Gaun merah melekat ketat membalut tubuh rampingnya. Lelaki menawan di hadapannya spontan meraih telapak tangan si wanita kemudian mengecupnya. Tanpa canggung, wanita tersebut berbisik di telinga sang pria, lalu mereka berdua tertawa renyah.
Bram muncul sekelebat sudah dalam posisi menopang dagu di depan Pita. Laksana angin tak tercium darimana datangnya. Cincin berkilau di jari manis tangan kanan Bram merupakan pukulan paling telak yang tak di duganya. Kapan? Dengan siapa? Mengapa tak mengundangnya?
“Jadi, kulihat di tanganmu tak melingkar cincin apapun, Pita?”
“Ya, di sinilah aku sekarang, masih sendiri. Bagaimana denganmu, Bram?”
“Hmm, entah harus memulai darimana. Sekarang, tepat di belakang kursiku, istriku terbukti selingkuh dengan bosnya. Malam ini juga aku akan menceraikannya.”
Pita terhenyak.
“Bukankah tak ada yang kebetulan di dunia ini? Jadi, bagaimana kalau kamu juga melakukan hal yang sama, denganku, Bram?”
299 kata.
Ditulis dalam rangka ulang tahun Monday Flash Fiction yang pertama
wuihhhhhhhhhh diannnn kerennnnnn.. apa lagi tokoh utamanyaa hahhaha
salut salutt. empat jempol gw buat dian :-* hahhaha
btw makasih ya di muuahh hehhee
Thanks.anyway,tkoh utamanya terinspirasi dari kamu. Tapi jgn smpai kisahny sama ya, hihi
Wah, twist yang tak diduga :D. Tapi pertanyaan Pita juga menjadi pertanyaan saya 🙂
Hihi. Terserah pembaca mau dijawab apa prtnyaannya pita. Bisa lupa,sengaja nggak kasih tahu kalo mau nikah,ataupun sebenarnya sudah mengirim undangan tapi tak pernah sampai/sampai tapi Pita terlewat membacanya (by email/sosmed misalnya)
aku paling ga suka jawaban ‘terserah pembaca’ 🙁
Waduh mba La.kalo versiku sih emang sengaja nggak ngundang.
Menarik banget. Meski FF, penokohannya kuat ^^b