Di usia tiga puluh lima, ada perempuan yang baru saja menikah, dengan lelaki pilihannya. Atau pilihan orang tuanya.
Di usia 35, ada perempuan yang baru saja berpisah. Baik karena perceraian, atau maut.
Di usia 35, ada perempuan yang masih menunggu jodohnya. Segala usaha dilakukan. Segala doa dipanjatkan.
Di usia 35, ada perempuan yang sudah diamanahi tiga buah hati. Masing-masing anak ada perjuangannya tersendiri.
Di usia 35, ada perempuan yang masih menanti buah hati. Ada yang berjuang mati-matian, meski raga dan jiwa mulai lelah. Ada pula yang sudah pasrah. Tak apa menua asal bersama belahan jiwa.
Di usia 35, ada perempuan yang mencapai puncak karir. Semua usahanya berbuah hasil. Sungguh perjuangan baru dimulai, bukan akhir.
Di usia 35, ada perempuan yang justru baru berhenti dari pekerjaan. Entah karena dilema antara anak dan karir, atau memang sudah bulat keputusannya.
Di usia 35, ada perempuan yang mulai menemukan jati diri. Tak lagi memusingkan perkataan orang lain. Yang penting percaya pada diri sendiri. Terserah orang mau bilang apa.
Di usia 35, ada perempuan yang masih saja menghakimi perempuan lain. Entah karena merasa lebih, atau justru insecure sebenarnya dia banyak kurangnya.
Di usia 35, saat hidup tak lagi hitam putih, kadang ada ranah abu-abu. Tapi yang tadinya samar bisa juga menjadi semakin jelas.
Pertemanan-pertemanan mulai mengecil. Terseleksi dengan sendirinya. Mungkin juga karena sudah sama-sama sibuk. Jadi tak punya waktu untuk sekedar bertukar sapa.
Pertemanan baru bisa saja datang. Yang sevisi akan langgeng.
Pertemanan sejati yang tak pernah lekang. Meski diamuk badai, dipisah jarak, pada akhirnya tetap kan bersua.
Ada yang semakin mengenali pasangannya. Karena adaptasinya ternyata butuh waktu panjang. Tapi ada pula yang justru jauh dari pasangannya. Karena musibah bisa datang kapan saja, pada siapa saja.
Anak – anak sedang lucu-lucunya. Sekaligus sedang dalam fase yang bikin kita lelah. Ya begitulah, dua sisi yang berbeda.
Apapun yang kamu alami di usia 35, itu adalah jalan hidupmu. Wajar saja berbeda dengan orang lain. Karena jalan hidupnya juga berbeda. Mungkin yang sekarang tampak, rumput tetangga lebih hijau. Usia 35mu tampak lebih suram. Percayalah, itu hanya yang terlihat oleh mata. Mereka juga sama berjuangnya denganmu.
Apapun yang kamu capai di usia 35. Itu adalah hasil yang berhak kamu nikmati. Karena usaha dan doamu di usia-usia sebelumnya. Tentunya juga berkat kasih sayang Dia Sang Pencipta.
Apapun yang telah hilang di usia 35. Entah itu kelembapan kulit wajah, atau kekuatan otot tubuh (alias mudah encok). Bahkan kehilangan anggota keluarga, dan hewan peliharaan, semoga bisa membuatmu semakin tangguh dan tetap sabar.
Apapun yang terganti di usia 35, semoga membuatmu semakin yakin akan kasih sayangNya. Sehingga meningkatkan syukur.
Di usia tiga puluh lima, aku semakin sadar bahwa aku enggak punya waktu untuk berinteraksi untuk si pencuri kepercayaan diri. Juga si pencuri hari positif yang ingin kulalui. Karena hidup bukan saja tentang reaksi atau respon kita terhadap sebuah kejadian. Tapi juga kadang ada andil aksi orang-orang di sekeliling kita.
Jadi, berhentilah membuat dirimu diperdaya, didzalimi, dimanfaatkan, diikat dalam hubungan toksik. Hanya karena kamu percaya bahwa yang salah akan menerima hukum tabur tuai, tak berarti bahwa kamu berhak disakiti. Karena mencintai diri juga bagian dari perlindunganmu terhadap diri sendiri. Dan itu juga merupakan wujud dari rasa syukurmu. Menjauhi, meninggalkan semua bentuk interaksi dan hubungan yang toksik.
Kadang, kita tahu bahwa ada jerat dari seseorang yang sebenarnya tidak berperilaku baik. Tapi batas toleransi direnggangkan. Hingga menjadi bias. Mau sampai kapan berpura-pura semuanya baik-baik saja? Mau sampai kapan menerima perlakuan menyakitkan? Mau sampai kapan menerima pengkhianatan?
Iya, kamu sendiri yang menentukan batasannya. Jangan sampai semuanya terlambat. Kadang, di usia 35 sekalipun, kamu mengabaikan firasat-firasat. Kamu mengabaikan tanda – tanda yang diberikan oleh semesta.
Hmm, kamu sendiri yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang kamu pilih. Tetap berdiri dan bergandengan tangan bersama orang-orang yang menyedot aura positifmu? Atau berusaha lebih kuat untuk memberikan aura positifmu ke mereka? Dengan risiko gagal, dan kehilangan dirimu.
Selamat datang usia 35, semoga makin yakin saat akan menyingkirkan apa-apa yang membawa aura negatif.
Selamat datang usia 35, semoga makin bisa mengelola emosi dan meningkatkan empati. Karena hidup bukan saja tentang diri sendiri, tapi juga ada kamu, dia, dan kita.
Selamat datang usia 35, semoga diri ini makin banyak berbuat kebajikan.
Selamat datang usia 35, semoga perasan bertambah dewasa ini tak lantas membebani.
Apa harapanmu di usia tiga puluh lima?
