Bolehkah memelihara monyet di Indonesia?
“Aduh lucu banget deh monyetnya.”
“Wah pinternya, mau tidur sendiri.”
Kalimat di atas adalah dua dari sekian ratus komentar dari sebuah video viral di Tiktok. Video yang menggambarkan tentang bayi monyet yang dipelihara oleh seseorang.
Bayi monyet tersebut diberi baju, dan popok sekali pakai. Di video lainnya, terlihat sang pemilik sedang menyuapi pisang dan susu UHT ke bayi monyet tadi.
Terus terang, pertama kali melihat video viral tadi, saya cukup syok. Apalagi ketika membaca komentar berbahasa Inggris dari salah satu pengguna Tiktok yang mengatakan bahwa monyet adalah hewan liar yang tidak boleh dijadikan hewan peliharaan.
Pengomentar menghimbau agar bayi monyet tersebut segera dilepaskan dan dikembalikan kepada induknya.
Rasanya hati saya teriris membayangkan bayi monyet yang dipisahkan dari induknya. Tubuhnya yang mungil menandakan betapa lemahnya ia. Jari tangan yang terus menerus dimasukkan ke mulut menandakan bayi monyet tersebut mencari rasa aman. Saya jadi penasaran, sebenarnya bolehkah memelihara monyet?
Monkey Forest, Kawasan Konservasi Alam yang Memesona
Ingatan saya melayang ke tahun 2018, saat berkunjung ke Ubud Bali. Conblok berwarna abu-abu yang dikelilingi pohon-pohon tinggi menjulang terhampar di hadapan.
Saya dan suami memasuki sebuah bangunan tanpa dinding, mirip pendopo. Di tengah bangunan itu, terdapat area dengan meja melingkar, bertuliskan Information dan Ticketing.
Saya mengisi botol minum dengan air putih yang tersedia tepat di depan loket tiket masuk. Sementara suami membeli dua tiket. Saat itu, ada sekitar sepuluh orang di area loket. Sebagian besar dari mereka berkulit putih, dan berambut pirang.
Setelah mendapatkan tiket, saya dan suami berjalan di jembatan kayu melewati gerbang berbentuk patung perpaduan medusa dengan burung, yang dipenuhi relief monyet. Saya merasakan aura magis dari gerbang tersebut.
Kemudian, terlihat sebuah ukiran bertulisan Monkey Forest dengan patung entah hewan apa (mirip cacing raksasa) yang dipenuhi patung monyet bergelantung.
Saya dan suami melewati conblok dan jembatan kayu lagi, lalu memasuki terowongan batu. Hanya ada beberapa obor di dalam terowongan. Kami berjalan kurang lebih sepuluh meter.
Setelah keluar dari terowongan, kami mulai menyusuri Monkey Forest. Di sepanjang jalan, terlihat beberapa patung dan relief yang berbentuk hewan. Mulai dari naga, gajah, burung, dan tentu saja monyet. Semuanya berwarna abu-abu, seperti batu.
Sesekali saya menaiki tangga yang berwarna sama. Kadang, kaki saya menjejak jembatan dari kayu, dengan pegangan kayu juga. Semua kealamian itu menyatu dengan sulur-sulur yang menjuntai dari atas pohon.
Saya menarik napas sambil tersenyum karena udara begitu segar. Bagaimana tidak? Seluruh area Monkey Forest dipenuhi dengan berbagai pohon besar, tumbuhan, dan flora lain seperti hutan.
Hutan ini terdiri dari sekitar sepersepuluh kilometer persegi (sekitar 27 hektar) dan berisi setidaknya 115 spesies pohon yang berbeda. Sungguh, keanekaragaman hayati Indonesia membuat saya bangga.
Seperti namanya, Hutan Monyet Ubud adalah cagar alam dan kompleks candi di Ubud, Bali. Monkey Forest merupakan rumah bagi kurang lebih 340 monyet yang dikenal sebagai monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Di sini terdapat empat kelompok monyet yang masing-masing menempati wilayah yang berbeda di taman.
The Sacred Monkey Forest merupakan objek wisata populer di Ubud. Pengunjungnya mencapai lebih dari 10.000 wisatawan setiap bulannya. Jumlah yang wow untuk wisata alam dengan primata di dalamnya.
Di Monkey Forest, saya berjalan kaki sambil menikmati suasana asri. Hutan di tengah kota adalah sebuah keistimewaan dari Monkey Forest. Selain rumah dari para monyet, Monkey Forest juga berisi Pura Dalem Agung Padangtegal serta pura pemandian “Mata Air Suci” dan pura lain yang digunakan untuk upacara kremasi.
Sebenarnya saya takut dengan monyet. Mereka sangat lincah dan bisa melompat dengan cepat. Tak jarang ada monyet yang mengambil barang bawaan pengunjung, seperti topi, tas, dan jam tangan. Oleh karena itu, sejak awal para wisatawan sudah diberi peringatan untuk menyimpan barang berharganya dengan aman.
Seekor monyet sempat mendekati saya dan suami. Dengan kecepatan kilat, ia mengambil air mineral kami, membuka tutupnya, dan meneguk airnya. Lucu sih, walaupun saya agak kesal dan takut. Memang, berjalan-jalan di Monkey Forest perlu berhati-hati. Selain menjaga barang bawaan, jangan sampai membuat mereka marah.
Bagaimanapun juga, para monyet yang ada di cagar alam Monkey Forest tetaplah hewan liar. Yang bisa kapan saja mengamuk bila marah. Terutama jika ada induk yang mengira anaknya diganggu. Induk monyet cukup posesif terhadap keamanan anak-anaknya. Oleh karena itu, pengunjung perlu benar-benar memperhatikan perilakunya.
Saya sempat melihat seekor induk monyet menyusui anaknya. Ada pula yang saling mencari kutu. Lainnya berjalan di setapak, dan bergelantungan dari satu pohon ke pohon lain. Riuh tapi menyenangkan.
Para monyet di Monkey Forest bergerombol dan terlihat bersenda gurau. Sedangkan bayi monyet, atau monyet-monyet yang masih kecil lebih sering berada dekat dengan induknya. Seperti bayi manusia yang tidak ingin jauh dari ibunya, para bayi monyet juga dipeluk dan digendong oleh sang induk. Tatapan antara induk dan bayi monyet sangat menyentuh. Kasih sayang sang induk terasa hingga ke hati.
Kondisi anak monyet di cagar alam di Monkey Forest tentu berbeda dengan kondisi anak monyet yang menjadi peliharaan manusia. Sebenarnya, Menurut sahabat ismi, bolehkah memelihara monyet di Indonesia?
Legalitas Memelihara Satwa di Indonesia
Saya menelusuri berbagai sumber, dan menemukan bahwa monyet ternyata legal diperjual belikan di Indonesia. Bahkan hewan langka boleh dipelihara oleh masyarakat umum.
Berikut ini adalah kutipan dari laman indonesia.go.id mengenai izin memelihara hewan langka:
Hewan langka wajib dijaga dan dilestarikan. Secara umum, hal tersebut menjadi perhatian pemerintah melalui Balai Konservasi atau pun Suaka Margasatwa.
Meskipun demikian, masyarakat umum juga bisa membantu pemerintah menjaga dan melestarikan keberadaan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi. Tentu saja mereka harus memenuhi syarat yang sudah ditetapkan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).
Berikut syarat-syarat jika ingin memelihara atau memperjualbelikan hewan langka:
- Hewan langka yang dimanfaatkan untuk peliharaan atau diperjualbelikan harus didapatkan dari penangkaran, bukan dari alam.
- Hewan langka yang boleh dimanfaatkan dari penangkaran merupakan kategori F2.
Kategori ini merupakan hewan generasi ketiga yang dihasilkan dari penangkaran. Dengan kata lain, hanya cucu dari generasi pertama di tempat penangkaran yang bisa dipelihara atau diperjualbelikan.
- Hewan langka yang legal untuk dimanfaatkan setelah ditangkarkan hanya hewan dengan kategori Appendix 2. Sedangkan hewan langka kategori Appendix 1, walau sudah ditangkarkan, tetap tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun karena harus dikonservasi.
- Hewan langka kategori Appendix 2 adalah hewan langka yang dilindungi di alamnya. Tidak boleh diambil dan dijual apabila keturunan hewan langka langsung dari alam. Namun, apabila sudah ditangkarkan, maka keturunan generasi ketiga atau F2-nya boleh dimanfaatkan.
Contohnya: Elang, alap-alap, buaya muara, jalak bali.
- Hewan langka Appendix 1 adalah hewan langka yang jumlahnya kurang dari 800 ekor di alam. Meski sudah ditangkarkan, hewan ini tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun dan harus tetap kembali ke kawasan konservasi.
Contohnya: Anoa, badak bercula satu, harimau sumatera, macan dahan, serta orangutan.
Setelah mengetahui syarat-syarat tersebut, masyarakat umum yang ingin memelihara atau memperjualbelikan hewan langka mesti mengurus surat izinnya.
Berikut ini cara membuat surat izin memelihara hewan langka:
- Proposal izin menangkaran atau memelihara hewan yang diajukan ke BKSDA
- Salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk individu atau perseorangan serta akta notaris untuk badan usaha.
- Surat Bebas Gangguan Usaha dari kecamatan setempat. Surat ini berisi keterangan bahwa aktifitas penangkaran dan pemeliharaan hewan tidak mengganggu lingkungan sekitar.
- Bukti tertulis asal usul indukan.
Bukti ini memuat syarat tentang indukan dari hewan yang dipelihara. Indukan hewan dilindungi yang akan dipelihara harus berasal dari hewan yang telah didaftarkan sebagai hewan yang dipelihara atau ditangkarkan secara sah pula.
Artinya, hewan hasil tangkapan liar dilarang untuk dipelihara karena tidak memenuhi syarat ini. Di sinilah diketahui syarat hewan yang akan dipelihara telah melewati 3 generasi penangkaran oleh manusia.
- BAP kesiapan teknis, mencakup kandang tempat penangkaran atau pemeliharaan hewan dilindungi, kesiapan pakan dalam memelihara hewan dilindungi, perlengkapan memelihara hewan, dan lain sebagainya.
- Surat Rekomendasi dari kepala BKSDA setempat jika hewan berasal dari daerah lain.
Bagaimana dengan kenyataannya?
Apakah benar bahwa hewan-hewan langka, atau bayi monyet yang diperjual belikan ini berasal dari penangkaran, bukan perburuan liar? Jawabannya, saya tidak tahu persis. Mungkin saya harus menggali lebih dalam, atau harus melakukan penelusuran ke lapangan.
Bila berasal dari perburuan liar, masih bolehkah memelihara monyet?
Keanekaragaman Primata di Indonesia
Seperti yang sahabat ismi ketahui, Indonesia terletak di garis khatulistiwa dan merupakan negara kepulauan
dengan jumlah pulau kurang lebih 17.000.
Secara geografis, Indonesia diapit oleh dua benua dan dua samudera. Posisi ini menyebabkan terciptanya kekayaan
alam yang berlimpah dan beragam sehingga Indonesia mendapat julukan sebagai salah satu negara megabiodiversitas dunia.
Menurut Guru Besar Fakultas MIPA IPB University, Prof Dr Ir Raden Roro Dyah Perwitasari, MSc., Indonesia memiliki biodiversitas satwa primata paling beragam di dunia, yakni 61 spesies dari 479 spesies satwa primata yang tersebar di seluruh dunia. Artinya lebih dari 12% primata dunia terdapat di Indonesia.
Dalam orasi ilmiahnya, Prof Dr Ir Raden Roro Dyah Perwitasari, MSc. mengatakan bahwa dari 61 spesies satwa primata di Indonesia, 38 diantaranya adalah spesies endemik, yakni dari 11 genus dan lima famili.
Dikutip dari sebuah studi yang diterbitkan di Jurnal Primatologi Indonesia, Presbytis merupakan spesies dengan jumlah tertinggi, diikuti Macaca 10 spesies, Tarsius 9 spesies dan Hylobates 8 spesies.
Sebagian besar primata Indonesia tersebar di empat pulau besar (Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi) serta pulau – pulau kecil di sekitarnya. Sumatera memiliki jumlah spesies satwa primata tertinggi (24 spesies), Sulawesi 16 spesies, Kalimantan 14 spesies dan Jawa 5 spesies.
Primata di Sumatera, Jawa dan Kalimantan cenderung seragam spesiesnya. Sedangkan di Sulawesi, terdapat satwa primata genus Macaca yang berbeda-beda spesiesnya dan merupakan satwa primata endemik.
Jumlah populasi satwa primata tersebut memang tidak diketahui secara pasti. Tapi yang jelas, jumlahnya terus menurun dari waktu ke waktu.
Masih menurut hasil penelitian dari Jurnal Primatologi Indonesia, status konservasi dari spesies satwa primata Indonesia adalah sebagai berikut: 9 spesies kritis, 20 terancam, 17 rentan, 3 hampir terancam, 4 informasi kurang, 4 belum dievaluasi, dan 2 beresiko rendah (Ruskhanidar et al. 2017).
Beberapa jenis primata di Indonesia yang terancam punah diantaranya adalah Bekantan (Nasalis larvatus), Owa Jawa (Hylobates moloch), dan Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis).
Orangutan Tapanuli masuk dalam red list /daftar merah dari IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), karena menjadi primata yang populasinya sangat memprihatinkan.
Menurut data dari IUCN, selain Orangutan Tapanuli, populasi dari Orangutan Sumatera (Pongo abelli), dan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) juga terus menurun. Terus terang, saya sedih melihat fakta tersebut.
Tak hanya itu, kelompok tarsius juga masuk dalam red list IUCN dan dilindungi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI.
Sebagai WNI, saya jelas bangga ketika mengetahui keanekaragaman fauna Indonesia, termasuk berbagai spesies primata yang tersebar di Indonesia.
Tapi di sisi lain, saya juga tergerak untuk melakukan hal yang lebih dalam rangka menjaga dan melindungi fauna Indonesia khususnya primata. Apalagi ketika mengetahui ada beberapa spesies primata Indonesia yang status konservasinya kritis atau terancam punah.
Cara apa saja yang bisa saya dan sahabat ismi lakukan untuk menjaga dan melindungi primata di Indonesia? Lalu bolehkah memelihara monyet bila banyak primata yang hampir punah? Baca terus tulisan ini ya.
Bolehkah Memelihara Monyet?
Sebagai informasi, yang disebut monyet adalah istilah untuk semua anggota primata yang bukan prosimia (pra-kera, seperti lemur dan tarsius), atau kera, baik yang tinggal di Dunia Lama (Asia, Eropa, Afrika) maupun Dunia Baru (Amerika).
Perbedaan Monyet dan kera adalah monyet biasanya berukuran lebih kecil dan berekor. Saat ini, telah ditemukan 263 jenis monyet di dunia.
Monyet ekor panjang adalah jenis monyet yang sering berinteraksi dengan manusia, baik dijadikan hewan peliharaan, hewan sirkus, atau digunakan untuk penelitian di laboratorium.
Tidak Mudah Memelihara Monyet
Hasil riset menunjukkan bahwa memelihara primata termasuk monyet bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan niat yang tulus, komitmen dan finansial yang bagus dari calon pemelihara.
Menurut penjelasan dari Primate Rescue Center, anak monyet diambil dari ibunya saat masih bayi (pada usia beberapa hari) untuk dijual sebagai hewan peliharaan. Pemisahan paksa ini tentu sangat traumatis bagi anak monyet dan ibunya. Bahkan ada yang membunuh orangtua monyet agar bisa mendapatkan anaknya.
Berikut ini adalah pernyataan Kevin Wright, seorang dokter hewan dari Phoenix Zoo, Arizona, pada National Geographic, “Jika anda mencoba menjadikannya sebagai hewan peliharaan, anda menciptakan hewan yang mengalami gangguan mental pada 99,9 % kasus. Hewan itu tidak akan pernah bisa cocok dengan hewan lain. Mereka tidak pernah belajar bagaimana (cara) bergaul dengan monyet lain. Dan berakhir dengan banyak perilaku yang merusak diri sendiri.”
Miris, bukan? Mengapa bisa demikian? Karena monyet adalah primata yang kehidupan sosialnya mirip dengan manusia. Beberapa primata seperti simpanse, orang utan, owa dan gorila memiliki DNA yang kemiripannya lebih dari 95% dengan DNA manusia.
Perilaku Alami Monyet
Saya termasuk orang yang percaya bahwa sebagus apapun pemeliharaan yang diberikan oleh manusia, tidak akan bisa menggantikan induk monyet. Seperti perilaku induk monyet yang pernah saya saksikan di Monkey Forest, ketika berada dalam kawanannya, induk monyet akan menjaga anak-anaknya.
Kawanan monyet tersebut akan mencari makan bersama, dan saling melindungi dari predator. Lalu bagaimana bila monyet dipisahkan dari kawanannya?
Bukan hanya kemampuan sosial monyet yang akan hilang, tapi juga anak-anak monyet tersebut menjadi kesulitan untuk beradaptasi jika suatu saat dilepas ke alam bebas.
Saya melihat sendiri dalam salah satu video Tiktok yang viral bahwa bayi monyet yang dipelihara memeluk erat tangan pemiliknya ketika pura-pura akan dilepas ke pepohonan/ alam bebas. Ya iyalah, bayi monyet tersebut tidak punya insting untuk bertahan hidup di alam liar.
Bayi monyet mempelajarinya dari monyet dewasa di sekitarnya, salah satunya induknya. Bila yang berada di sekitar bayi monyet adalah manusia, ya monyet tadi meniru perilaku manusia.
Tak hanya itu, monyet dewasa juga berpotensi mencelakai manusia. Bayi monyet yang menjadi hewan peliharaan memang tampak lucu dan menggemaskan, tapi perilaku monyet dewasa berbeda dengan bayi monyet.
Menurut Primate Rescue Center, biasanya monyet dewasa bersifat agresif. Perilakunya tidak bisa diprediksi, tidak bisa dikendalikan, dan berbahaya. Mereka sering mencakar, menggigit, termasuk kepada pengasuh yang merawat sejak kecil.
Bolehkah Memelihara Monyet Dilihat dari Segi Kesehatan
Sahabat ismi perlu tahu bahwa gigitan monyet bisa menularkan berbagai jenis virus seperti hepatitis dan herpes. Berdasarkan buku berjudul Human Herpesviruses: Biology, Therapy, and Immunoprophylaxis, endemik alpha herpes virus pada monyet (genus Macaca) disebut sebagai Virus B (Cercopithecine herpes virus 1, herpes viridae). Virus ini adalah salah satu dari 35 virus herpes primata non-manusia yang teridentifikasi sangat patogen pada manusia.
Virus B telah dikaitkan dengan lebih dari dua lusin kematian manusia sejak laporan pertama pada tahun 1933, lima di antaranya dalam 12 tahun terakhir, menyusul paparan yang melibatkan kera selama infeksi virus B akut. Infeksi virus B yang tidak diobati pada manusia menghasilkan tingkat kematian yang sangat tinggi (∼80%).
Menurut cdc.gov, infeksi virus B sangat jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan kerusakan otak yang parah atau kematian jika tidak segera mendapatkan perawatan.
Manusia bisa terinfeksi virus B jika digigit atau dicakar oleh monyet macaque yang terinfeksi. Atau melakukan kontak dengan mata, hidung, atau mulut monyet. Hanya satu kasus telah didokumentasikan dari orang yang terinfeksi menyebarkan virus B ke orang lain.
Bolehkah Memelihara Monyet Jika Dikaitkan dengan Perburuan
Sangat disayangkan bila niat melindungi monyet dengan menjadikannya sebagai hewan peliharaan, justru memberikan dampak buruk. Salah satunya adalah membuat perburuan liar semakin merajalela.
Apalagi jika memelihara primata ini terus dieksploitasi di media sosial. Saya khawatir nantinya akan menjadi tren. Masyarakat Indonesia bukan lagi memelihara kucing, atau anjing, tapi berganti memelihara bayi monyet.
Primate Rescue Center menyampaikan bahwa jika satu kandang telah kosong karena monyet dibeli oleh seseorang, maka kandang itu akan segera diisi oleh monyet-monyet baru. Lingkaran setan ini akan terus berlanjut dan pemburu terus membunuh monyet dewasa agar anaknya bisa dijual.
Jadi menurut sahabat ismi, bolehkah memelihara monyet?
Peran Masyarakat Untuk Menjaga dan Melindungi Fauna Indonesia
Tentu saya dan sahabat ismi tidak ingin hal tersebut terjadi, bukan? Lalu apa yang bisa dilakukan untuk menjaga dan melindungi fauna Indonesia?
-
Laporkan Perburuan Liar
Bila sahabat ismi melihat atau mengetahui adanya perburuan liar atau penangkapan satwa ilegal, baik fauna langka ataupun bukan, laporkan ke pihak berwajib. Siapkan bukti agar para pemburu tidak bisa berkelit.
Perburuan liar tidak hanya menyisakan trauma, tapi juga mengganggu kehidupan satwa di alam. Perburuan ilegal menghancurkan harga diri manusia sebagai makhluk berakal yang seharusnya melindungi dan melestarikan alam beserta isinya, termasuk hewan.
Bagaimana dengan perburuan tradisional? Menurut Peraturan Pemerintahan RI Nomor 108 Tahun 2015 (tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam), pemanfaatan tradisonal seperti kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisonal terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi, masih diperbolehkan. Artinya, perburuan terbatas tidak dilarang.
-
Tidak Melakukan Jual Beli Hewan Ilegal
Saya menghimbau agar sahabat ismi juga tidak melakukan jual beli hewan secara ilegal. Apalagi yang tidak jelas asalnya, dari penangkaran atau hasil perburuan liar.
Penyelundupan satwa juga termasuk ranah jual beli hewan ilegal. Saya jadi ingat sebuah film anak Indonesia berjudul Naura & Genk Juara. Film ini bercerita tentang Naura dan teman-temannya yang sedang mengikuti kompetisi sains di acara kemah kreatif.
Tanpa sengaja, mereka terlibat dalam petualangan menggagalkan usaha kelompok sindikat perdagangan hewan liar yang akan menyelundupkan satwa secara ilegal.
Oleh karena itu, jangan mau kalah dengan keberanian Naura dan teman-temannya. Bila melihat atau mengetahui adanya jual beli satwa ilegal, maka sahabat ismi bisa melaporkannya ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa pemeliharaan atau jual beli satwa langka harus dengan izin dan memenuhi syarat tertentu.
-
Menjaga Habitat Fauna Indonesia
Sahabat ismi bisa berperan dalam menjaga habitat fauna Indonesia, salah satunya dengan cara menjaga dan melindungi hutan.
Jika hutan penuh sampah, maka habitat para satwa akan rusak. Begitu pula jika terjadi kebakaran hutan, maka fauna Indonesia akan kehilangan tempat tinggalnya.
Sama halnya jika tanah kawasan hutan dilepas untuk pertanian, perkebunan, apalagi pembangunan. Kalau hutan habis, lalu dimana para hewan liar akan tinggal?
Pada akhirnya mereka akan masuk ke kampung penduduk untuk mencari makanan. Atau perlahan-lahan punah karena kelaparan dan kehilangan tempat tinggal.
-
Menjaga Kawasan Konservasi Alam
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia memiliki 219 Cagar Alam, dan 72 Suaka Marga Satwa.
Selain itu, ada banyak kawasan konservasi alam lainnya seperti Taman Wisata Alam, Taman Buru, Taman Hutan Raya, Taman Nasional, dan KSA (Kawasan Suaka Alam)/ KPA (Kawasan Pelestarian Alam). Masing-masing jumlah dari kawasan konservasi tersebut bisa sahabat ismi lihat di tabel.
Sahabat ismi bisa berpartisipasi untuk menjaga kelestarian kawasan konservasi alam. Misalnya, bila sahabat ismi mengunjungi suaka marga satwa atau taman nasional untuk rekreasi, maka hendaklah tidak merusak dan mengambil apapun yang ada di sana. Termasuk juga tidak meninggalkan apapun seperti sampah.
Bila sahabat ismi adalah seorang peneliti, atau pendidik yang mengunjungi kawasan konservasi alam untuk melakukan penelitian atau dalam rangka mengedukasi para siswa, maka hendaklah bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.
Jangan mengeksploitasi atau menyiksa satwa, apalagi satwa langka. Perlakukan mereka seperti kita ingin diperlakukan.
Keanekaragaman fauna di Indonesia jelas membuat saya bangga. Sahabat ismi bisa melihat dari jumlah KSA dan KPA di Indonesia. Belum lagi hutan belantara dan perairan di Indonesia. Dari jumlah dan luasnya saja bisa dibayangkan keanekaragaman hayati di Indonesia.
Oleh karena itu, keanekaragaman fauna di Indonesia, termasuk primata, perlu dijaga dan dilindungi. Apalagi fauna langka yang terancam punah. Dan fauna lainnya yang menurun populasinya.
Semoga tulisan ini membuat saya dan sahabat ismi semakin menyadari pentingnya menjaga dan melindungi fauna Indonesia. Karena melindungi satwa, berarti melindungi ekosistem. Dengan melindungi ekosistem, maka kehidupan di bumi tetap berjalan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya, manusia juga yang akan merasakan manfaatnya.
Menjaga dan melindungi fauna Indonesia merupakan tugas kita bersama. Jadi, mari lakukan tugas tersebut! Semoga tulisan ini bisa menjawab bolehkah memelihara monyet di Indonesia.
Referensi:
Peraturan Pemerintahan RI Nomor 108 Tahun 2015
indonesia.go.id
https://www.cdc.gov/herpesbvirus/index.html
https://www.iucnredlist.org
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK47426/
Ruskhanidar et al. 2017. Spesies dan Sebaran Satwa Primata di Indonesia. Jurnal Primatologi Indonesia: 14(2), 3-8, Januari 2017
https://www.idntimes.com/science/discovery/nena-zakiah-1/alasan-kenapa-sebaiknya-tidak-pelihara-monyet
https://www.merdeka.com/peristiwa/indonesia-memiliki-satwa-primata-paling-beragam-di-dunia-61-spesies.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Macaque
Dah lamaaa banget daku ga ke Baliii
kangen explore aneka kawasan di sana, utamanya UBUD.
yg selalu bikin tenang jiwa raga.
Aakkk, baca artikel ini, aku dapat edukasi yg mumpuni soal monyet dan pelestarian fauna langka.
semogaaaa, kita makin tercerahkan yaaa
ooo baru tau ade ada pembagian kategori hewan yang bisa diperjualbelikan. Dibunuh lalu diperjual belikan salah satu bagian tubuhnya itu juga bisa ditangkap ya? Macam badak bercula satu tuh kan banyak yang jual culanya. Begitu juga hiu, masih baby dah ditangkapin untuk diambil siripnya.
Waduh lebih serem lagi iya jatuhnya penyelundupan dan jual beli organ hewan ya mba.
Ya ampun sedih bannget, baca tentang anak monyet tadi. Setuju banget mbak, sebaik apapun manusia memlihara mereka, pasti tetap nggak akan sebanding dengan kasih sayang dari ibunya. Menurutku kita harus lebih sering mengkampanyekan ini supaya nggak makin banyak orang yang pelihara satwa gini.
Aku termasuk yang sangat nggak setuju hewan monyet dipelihara, biarlah dia hidup di alamnya, bersama kawanannya. Apalagi diambil saat masih bayi, memisahkannya dari induknya bukan perbuatan yang bisa dimaafkan, kecuali untuk keperluan pengobatan (misal menemukan monyet kecil celaka dan terluka) yang sifatnya sementara, lalu diberikan kembali ke induknya.
Tulisan yang panjang dan dalam ini semestinya membawa pencerahan buat kita semua agar semakin memiliki kemauan kuat dalam menjaga dan melestarikan fauna Indonesia.
Idem mba. Kalau baca tulisanku scra lengkap di sini aq prefer ga pelihara monyet juga, apalagi bayi monyet masih kecil banget. Dengan segala risiko di atas yg buanyak. Meskipun legal di Indonesia 🙁
Aku sebetulnya nggak bisa juga mba pelihara monyet. Tapi juga nggak bisa meliharan hewan :(. Bagaimanapun ada perlindungan yang harus kita berikan ya mba ke hewan seperti monyet. Aku jadi pengen ke Monkey Forrest mba.
Duh aku sedih ngebayangin kalau anak monyet dipaksa pisah dari induknya. Ya Allah jadi inget anak sendiri aku mah. Apalagi aku baru punya bayi. Aku baru tahu juga ternyata hewan langka bisa dipelihara ya. Semoga orang orang yang melihara hewan amanah ya.
Wah, jadi ingat di Monkey Forest Bali aku pernah disergap monyet hahahha tiba2 dia nemplok di bahuku. Kaget dan takut pastinya apalagi dia berbau hahaha 😀 Oh, ternyata urusan memiliki dan memelihara monyet maupun hewan lain itu ada peraturannya ya jadi ga bisa sembarangan punya 🙂
Jadi inget kapan hari ada topeng monyet. Kasihan. Primata di Indonesia ini banyak, tapi ya itu terancam punah. Kudu terus dijaga dan dilestarikan
Waktu ke Monkey Forest di Sangeh, Bali aku sempat kaget saat seekor monyet nangring di pundakku gitu. Haduh kaget banget. Nggak kepikiran juga kalo harus adopsi monyet di rumah. Lucu sih, tapi pasti riweuh juga ngurusnya. Kasihan
Ada perasaan deg-degan kalau dekat dengan hewan habitatnya asli dari alam begini.
Apakah itu yang dinamakan jatuh cinta?
Hahhaa…((garink))
Tapi beneran ya..kami sendiri ((di rumah Ibu)) punya hewan (langka) yang diawetkan lalu dipajang di rumah dan ini pemberian orang, sebagai tanda pengabdian Bapak rahimahullah di propinsi tersebut.
Jadi,
Tidak ada hukum yang tegas untuk hal-hal begini.
hewan langka jika kita pelihara meski memiliki ijin, bagi yang kurang telaten pasti repot juga yah. naun kalo yang sudah emang hobi pasti akan lebih terurus dan dipelihara dengan baik. Semoga hewan2 ini tetap diperlakukan dengan layak dan tetap sehat. seperti monyet ini
Jadi inget, tiap lihat monyet di jalan yang dipelihara dan dimanfaatkan orang rasanya sedih banget.
Bener juga ya, kalau masuk wisata monkey forest sebaiknya nggak pakai asesoris yang mencolok yang bikin monyet ambil barang kita
Komodo hampir punah ya di Indonesia, kita perlu menjaga kelestarian alam dan terus menjaganya. Jangan sampai alam Indonesia rusak dan faunanya punah.
Jadi inget pengamen-pengamen di perempatan yang bawa monyet. Di satu sisi kok gimana gitu ya itu anak monyet dieksploitasi. Kalau si pengamennya ga dikasih kasian juga anak monyetnya jadi ga terurus. Serba salah. Sama hewan primata ini cukup menikmati kelucuannya dari jauh aja. Kalau deket-deket takut pas lagi agresifnya. Jangan sampai mencakar dan menggigit. Apalagi kalau ternyata bisa menularkan penyakit lewat virus B itu
Monyet memang baiknya nggak dipelihara ya mbak
sedih lihat banyak monyek yang g terawat saat dipelihara
Jadi ingat saat di Bali, ke Sangeh dulu. Atau ke Malang, di wendit. Banyak monyet berkeliaran. Bebas. Tp yap, mereka tuh ya tetap hewan liar yg ‘kurang akrab’ dg manusia.
Aku belom pernah ke situ kak. Pengen diajak jalan-jalan. Beberapa hari lalu aku liat di youtube orang thailand pada pelihara monyet sampe beranak banyak lho. Disusui sama pakein pampers juga
Adekku kebetulan pegawai BKSDA nih makdi dan sering cerita saat membebaskan beberapa satwa langka dari orang-orang kaya yang mengoleksi satwa langka untuk hobby
Wah serius Mak? Menarik banget pekerjaannya. Terus mereka mau ngelepasin nya?
Wah Monkey Forest… Tempatnya emang asik ya buat jalan-jalan..monyetnya gak mengganggu. Ini salah satu tempat pelestarian yang menarik buat dikunjungi..keseimbangan antara alam, flora, fauna, budaya, dan masyarakat..
Dari dulu gak terlalu sreg kalau ada kenalan pelihara monyet, ngrasa emang gak pas aja gtu dan sering kejadian emang jd tiba2 monyetnya kyk nyerang gtu
Tp praktiknya emang keknya regulasi yg ngatur soal melihara monyet ini blm tegas atau gmn ya? Krn masyarakat msh banyak yg maklumin buat memelihara
Bahkan sampai ada yg dijadikan obyek cari duit huhu
Makin tercerahkan baca artikel mba, tentang primata dan legalitas memeliharanya. Semoga makin banyak orang yang sadar untuk tidak berburu unruk memeliharanya. Kasian juga anaknya dipisahkan dari induknya.
aku suak sedih monyet2 yang ada di wisata, mereka malah makan camilan manusia yang diberi oleh kita
Hmmm prakteknya emang masih banyak banget Mak di antara masyarakat Indonesia, terutama kalangan crazy rich, yang masih memelihara fauna eksotik yang peruntukannya memang bukan buat didomestifikasi. Nggak ngerti sih apa motifnya… Apakah karena pride atau bingung tuh duit mau dibelanjain apa lagi, tapi semoga praktek jual beli fauna ilegal ini bisa diminimalisir di Indonesia..