Ubud, Destinasi Wisata untuk Bulan Madu.
Terakhir kali ke Bali adalah ketika saya kuliah, acara family gathering kantor Papa saya. Sebelumnya, alias pertama kali ke Bali adalah saat wisata SMA. Lokasi wisata yang dikunjungi kurang lebih sama lah. Antara lain Pantai Kuta, Garuda Wisnu Kencana, Pasar Sukowati, Pusat Oleh-oleh Khrisna (tempat oleh-oleh paling ngehits nih di kalangan wisatawan), dan tentu saja yang tak pernah dilewatkan, yaitu membeli kaos khas Bali di Joger.
Yang paling saya ingat dari perjalanan family gathering adalah saat ada festival entah apa di Pantai Kuta, sehingga membuat kami yang seharusnya menaiki sejenis shuttle bus, menjadi berjalan kaki karena jalanan sangat padat dan macet. Kebayang dong jalan kaki berkilo-kilo dari Hotel ke Pantai Kuta. Untung saat pulang, suasana sudah mulai kondusif dan bisa naik shuttle bus lagi, meskipun selalu penuh, sehingga mau nggak mau jadi berdesak-desakan deh.
Sementara yang paling saya ingat dari perjalanan wisata SMA ke Bali adalah … hmm…apa ya..kok bingung ya? Haha, soalnya berasa cuma sebentar di Bali terus langsung berangkat ke Lombok. Yang jelas saat itu, saya dan teman-teman sempat berfoto di GWK yang masih setengah badan, dan saya begitu takjub dengan lokasi wisata GWK yang sangat luas di kelilingi bukit kapur, bersih dan tertata rapi.
Perbedaan yang begitu mencolok di antara kedua perjalanan wisata tersebut adalah soal penginapannya. Wajar, kan, akomodasi anak sekolah dibanding dengan hotel yang dipilih oleh sebuah kantor yang sebenarnya juga sekolahan sih, karena Papa saya ngajar di sebuah universitas, tentu berbeda. Untuk level anak SMA, yang penting ada kasur buat molor, sekamar beramai-ramai pun nggak masalah, malah senang bisa ngobrol bareng alias ngegosip, hehe. Beda dengan family gathering yang mengutamakan kenyamanan karena membawa keluarga besar.
Anyway, saya ingin kembali lagi ke Bali. Kali ini, bersama keluarga kecil saya. Kalau pengantin baru menjadikan Bali sebagai pilihan honeymoonnya, saya juga mau! Maklumlah, 5 tahun yang lalu habis akad nikah nggak ada yang namanya bulan madu. Bahkan seminggu setelah menikah, saya sudah harus masuk kerja di tempat baru di Jakarta.
Kalau ada kesempatan buat ke Bali lagi, saya ingin mengeksplorasi Ubud.
Entah kapan pertama kali saya mendengar tentang Ubud, yang jelas, nama Ubud mulai muncul lagi saat saya gemar menulis dan tidak sengaja membaca pengumuman akan diadakan Ubud Writers Festival di Bali. Langsung kepo dong sama festival tersebut. Ternyata festival dimana para penulis bertemu itu adalah acara besar dan melibatkan banyak penulis handal. Tapi, hebatnya, panitia juga memberi kesempatan untuk para menulis pemula atau penulis kawakan yang sudah memiliki buku/cerpen, untuk ikut mendaftar dengan mengirimkan contoh karyanya. Sebuah cara ikut yang fair menurut saya.
Balik lagi ke Ubud, Ubud memang terkenal sebagai kota budaya. Lonelyplanet pun menyatakan Ubud adalah kota yang hidup secara spriritual (Ubud is spiritual awakenings). Pantas saja, buku dan film Eat, Pray, Love pun mengambil Ubud sebagai lokasi background ceritanya. Ubud begitu asri karena di kepung oleh persawahan. Di tempat ini, kabarnya kita dapat tinggal dengan budget berapapun, dengan tetap dapat menikmati wisata dan kearifan lokal. Uhuy, pas banget nih tujuan wisata buat emak-emak yang perhitungan soal budget=).
Tapi lagi-lagi, karena saya mengutamakan kenyamanan tempat tinggal, maka saya akan memilih hotel yang direkomendasikan banyak orang, fasilitasnya oke, dan homy. Karena rencananya mau honeymoon atau family traveling, maka kamar yang dipilih juga yang luas, dan tentu saja area hotel harus aman dan cocok untuk anak.
Saya pun menemukan Hotel Ubud Bali yang sesuai keinginan saya di traveloka.com. Bebek Tepi Sawah Villas and Spa menjawab kebutuhan saya. Lokasinya yang berdampingan dengan sawah, mengingatkan saya pada desa wisata Tembi di kampung halaman suami saya. Servis spa yang menjadi unggulan, membuat saya tak sabar untuk mencicipi bugarnya badan setelah di spa. Jacuzinya pas untuk pasangan yang sedang honeymoon. Kamarnya yang luas juga sesuai bila kami akan membawa anak-anak, mereka bisa berlarian dengan puas. Bonusnya, letak villa ini dekat dengan Ubud Monkey Forest yang popular itu.
Ah Ubud memang ngangeni. Yang lain yang menarik dari Ubud menurut saya adalah hasil kerajinan. banyak bener barang-barang seni yang menarik yang bikin kantong jebol kalau tidak hati-hati belanjanya 🙂
Wah jadi penasaran sama kerajinan tangannya Ubud. Kalo soal harga termasuk nggak terjangkau y?
Bali memang nggak ada matinya. Sejak dulu smp mini msh jadi destinasi popular. Aku suka GWK semya , balik lokasi Dan suguhan tarian tradisionalnya.
Sama. Itu GWK memang terkenal
kamu dalam satu tahun honeymoon berapa kali mbak. hehe
Wah jleb nih,kalo ke luar kota jarang Mas..haha
Eh, idem, terakhir ke Bali juga pas gathering kantor bapak :))
Berasa udah lama banget ya=)
wah keren banget, sayang blom punya pasangan aka jomblo 🙂
Hihi..semoga disegerakan ya jodohnya
kalo ke bali, aku slalu milih ubud utk tempat nginap mbak.. krn aku ga suka pantai ygcendrung lbh panas :D.. makanya lbh seneng tinggal di tempat yg adem kyk ubud gini.. lbh sepi juga , cocok utk relaksasi