kesehatan mental ibu rumah tangga bagaimana cara mencapainya?
Salah satu impian saya adalah mendampingi anak-anak saya saat nanti mereka punya anak. Setidaknya selama mengandung dan setelah melahirkan anak pertama.
Mengapa demikian? Karena saya tahu rasanya menjadi ibu baru. Bingungnya, lelahnya, stresnya, bahkan bisa dibilang saya nyaris gila. Saya memang tidak pergi ke psikolog/ psikiater karena satu dan lain hal. Saat itu, saya mencoba berbagai cara lain untuk bangkit dari keterpurukan.
Terus terang, saya sangat sedih ketika membacca komentar di sebuah postingan tentang betapa kesepiannya dan betapa pura-pura terlihat kuatnya seorang perempuan selama menjadi istri dan ibu.
Mayoritas dari isi komentar menyatakan bahwa mereka ingin kembali aktif seperti masih muda dulu. Ingin bisa keluar rumah dengan bahagia. Ingin punya waktu untuk diri sendiri dan menggapai impian pribadi.
Tapi kenyataan berkata sebaliknya. Bahkan ada yang tidak diizinkan sama sekali untuk keluar rumah oleh mertua dan iparnya. Atau ada yang mengasuh anak seorang diri, tak dipedulikan lagi oleh suaminya. Beberapa diantaranya merasa mulai tidak nyambung ketika mengobrol dengan suami, karena gap pengetahuannya menjadi jauh sejak ia hanya di rumah saja.
Percaya enggak percaya, semua perasaan tersebut pernah saya alami. Saya yang merupakan mahasiswa berprestasi dan lulusan terbaik di fakultas, tiba-tiba menjadi tumpul otaknya.
Boro-boro nyambung ngobrol sama suami, cari waktu untuk ngobrol aja rasanya sulit sekali. Sedangkan posisi saya merantau, tanpa keluarga dekat, dan teman-teman.
Saya harus beradaptasi seorang diri, sambil mengasuh anak yang ternyata berkebutuhan khusus. Proses pengasuhan tentu jauh lebih sulit dibanding mengurus anak tanpa kebutuhan khusus. Yang seharusnya suami menjadi support system, saya justru merasa sebaliknya.
Saya menyadari bahwa saya hanya bisa mengubah diri sendiri, karena tak mungkin mengubah suami. Maka yang saya lakukan adalah keluar dari tempurung atau sangkar emas yang selama ini membuat saya terlena, tapi sebenarnya justru mematikan jiwa.
Cara Menjaga Kesehatan Mental Ibu
Oleh karena itu, pada tulisan kali ini, saya akan membagikan apa yang saya lakukan untuk tetap sehat jiwa selama mengasuh anak. Siapa tahu ada tips yang cocok sehingga bisa diaplikasikan di kehidupan sahabat ismi.
-
Menyadari Bahwa Kamu Berharga
Salah satu perasaan yang kerap mampir sejak menjadi ibu adalah merasa tidak berharga. Karena apa yang sudah dilakukan untuk anak dan keluarga memang minim penghargaan. Jangankan terima kasih dari anak dan suami, senyum dari mereka pun belum tentu ibu dapatkan.
Hal di atas tentu membuat ibu semakin terpuruk. Yang tadinya berusaha ikhlas dalam mengurus rumah tangga, jadi sebaliknya. Ibu menuntut untuk dihargai jerih payahnya.
Sayangnya, memang sebagian besar orang Indonesia tidak tahu bagaimana caranya menghargai seorang ibu. Tak perlu muluk-muluk dengan memberikan hadiah, pelukan hangat disertai bisikan terima kasih sebenarnya sudah lebih dari cukup.
Alih-alih menunggu semua itu, lakukanlah yang bisa ibu kontrol, yaitu perasaan berharga yang berasal dari diri sendiri. Tulis jurnal syukur setiap hari. Hal-hal kecil yang membuat ibu bahagia di hari itu. Contohnya minum teh hangat di pagi hari, suara kicau burung, atau baca buku tanpa distraksi.
Dengan menemukan kebahagiaan kecil setiap hari, ibu akan menyadari bahwa hidupnya berharga. Kalau masih kurang berhasil boleh banget lakukan butterfly hugs (pelukan kepada diri sendiri), dan katakan kalimat yang menguatkan, termasuk berterima kasih pada diri sendiri.
-
Beri Waktu Untuk Diri Sendiri
Cara lain untuk menyatakan dirimu berharga adalah self love. Beri ruang untuk diri sendiri, untuk me time. Minta waktu pada suami dan anak, entah seminggu sekali, atau seminggu dua kali. Benar-benar lakukan apa yang ibu suka tanpa harus mengurus rumah dan anak.
Self love yang bisa ibu lakukan antara lain mulai merawat diri. Bukan hanya mandi dua kali sehari, tapi juga pakai skincare, masker, luluran, dan sebagainya. Kalau tidak ada budget untuk ke salon, lakukan sendiri di rumah/ di rumah teman.
Kalau masih bingung, lanjut ke nomor tiga yuk! Saya akan memberikan contoh apa aktivitas positif untuk diri sendiri yang bisa diajukan izinnya ke suami.
-
Sehat Raga dan Spiritual Dulu
Nongkrong sama teman boleh saja, tapi sekalian melakukan kegiatan positif yang menyehatkan raga dan spiritual. Contohnya olahraga senam, yoga, gym, bersepeda, atau berenang. Lakukan dengan rutin sehingga bisa mendapat teman baru juga.
Dari segi spiritual, sahabat ismi bisa mendatangi kajian-kajian rutin. Atau ikut kegiatan liqo/ tahsin yang biasanya berkelompok di area tertentu. Dengan demikian sahabat ismi juga akan menemukan teman baru yang rata-rata sama-sama seorang istri dan ibu.
Jeda sejenak dari rutinitas ibu rumah tangga amat penting. Menurut saya, olahraga dan ngaji itu seperti minum air setelah lari sprint/ marathon, atau seperti mengambil napas saat berenang. Benar-benar menyegarkan dan dibutuhkan agar tetap waras.
Kesehatan mental ibu bisa tercapai jika secara fisik dan spiritual telah terpenuhi. Apalagi bisa memberikan waktu untuk diri sendiri, benar-benar hanya memperhatikan diri ibu di hari itu.
-
Mulai Bikin To Do List Impian
Seorang ibu yang mulai terganggu jiwa dan mentalnya biasanya sudah tidak lagi punya impian pribadi seperti saat muda dulu.
Impiannya berubah untuk anak dan keluarga. Misalnya, ibu lebih fokus agar anak bisa masuk ke kampus impian dan agar suami bisa naik karirnya, dibanding mengejar impian ibu.
Padahal, sebagai individu, ibu tetap perlu punya impian yang dirawat agar merasa “hidup”. Mungkin tidak seambisius saat masih single dulu, tapi disesuaikan dengan kondisi keluarga. Misal, ibu ingin hidup lebih sehat agar tetap awet mudah. Atau ibu bisa bermimpi punya usaha rumahan yang nantinya menjadi berkah bagi banyak orang.
Saya sendiri akhirnya memutuskan untuk mengejar impian menjadi penulis dan menerbitkan buku. Saya bahkan akhirnya nekat sekolah S2 agar tidak merasa tumpul. Tentunya di balik itu ada impian untuk kembali bekerja di dunia farmasi.
Sepuluh tahun pasca resign dari RS, sempat membuka bisnis dan menjadi freelance blogger, impian saya tercapai. Saya diberi kesempatan dan amanah menjadi dosen di salah satu universitas di Bogor.
Mungkin bagi orang lain, mudah saja bekerja sesuai impiannya. Tapi saya tidak. Saya butuh meyakinkan orang-orang terdekat saya (terutama diri sendiri, suami dan ibu), bahwa saya mampu dan hal tersebut membuat saya lebih bahagia.
-
Maafkan Semua Yang Menyakitkan
Tips terakhir yang menurut saya paling sulit, karena sampai hari ini saya masih terus berusaha. Semua trauma, bullying, sakit hati, kekecewaan yang saya dapatkan setelah menikah dan menjadi ibu masih bisa saya ingat setiap detailnya.
Kalau ada trigger, muncullah flash back atau kilas balik yang membuat saya mengingat kembali kejadian lampau. Dan rasanya enggak enak banget. Memaafkan memang membutuhkan proses yang tidak sebentar. Mungkin butuh waktu bertahun-tahun.
Seorang ustazah mengatakan bahwa ketika muncul rasa sedih, kecewa, marah ucapkanlah istighfar, dan tasbih. Pelafalan yang benar secara otomatis akan melebarkan pernapasan sehingga lebih banyak oksigen yang masuk. Dengan kata lain kata Astaghfirullah dan Subhanallah membuat tenang.
Bila sahabat ismi masih kesulitan untuk memaafkan, sudah saatnya mencari bantuan profesional. Saya pribadi pernah mencoba metode hipnoterapi dan tapping di badan dan kepala. Sampai muntah-muntah waktu tapping itu.
Semoga yang membaca tulisan saya bisa memetik manfaat dan mempraktikannnya ya. Kesehatan mental ibu hanya bisa tercapai jika ibu berniat dan berusaha. Andalkan diri sendiri untuk mencapainya.