7 Alasan Mengapa Saya Sangat Menyayangimu, Pa

Facebooktwitterredditmail
Teringat masa kecilku,
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melambung
Di sisimu terngiang
Hangat nafas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi
Serta harapanmu

Lagu Ada Band ini pasti nggak hanya saya yang jadi baper, tapi teman-teman juga banyak yang terbawa perasaan. Apalagi buat seorang anak perempuan, sosok ayah adalah idola, pahlawan. Nggak usah jauh-jauh deh, putri saya ke ayahnya juga gitu, ngidolain banget, apa-apa Ayah, maunya sama Ayah. Maklum sih, mungkin Ayah lebih sabar dan nggak ngomelan kayak Bundanya, hehe.

Saya pun begitu, hingga sebesar sekarang, tetap mengidolakan Papa (panggilan saya ke ayah), meski sudah punya suami. Kenapa? Ya di mata saya, Papa adalah laki-laki yang paling mengerti saya. Papa adalah laki-laki yang paling lama mengenal saya. Papa adalah laki-laki pertama yang mendidik saya, dan rela berkorban untuk saya. Bahkan Papa adalah laki-laki pertama yang selalu ada untuk saya. So sweet kan? Saya memang termasuk beruntung, memiliki ayah seperti Papa.

Ada banyak alasan yang membuat saya menyayanginya. Beberapa alasan tersebut sudah pernah saya tulis dan diterbitkan menjadi sebuah buku. Jadi kali ini, saya akan menggali lagi alasan yang sangat banyak itu. Setidaknya kalau saya rangkum, ada 7 alasan utama mengapa saya menyayangi beliau.

1. Papa adalah sosok teladan

Papa adalah sosok yang banyak positifnya di mata saya. Mulai dari salatnya, ngajinya, puasanya, semua ibadah tersebut kami lihat dengan mata sendiri. Jadi kalau ibadah kami loyo, nggak perlu diomelin, kami sudah sadar sendiri. Lebih tepatnya malu ngelihat Papa yang selalu istiqomah dalam beribadah. Salat subuh di masjid, sahur bangun selalu di awal, hal-hal yang membuat saya kagum dan ingin meneladaninya.

Jadi, kalau kamu seorang ayah, dan ibadahnya kalah sama kakek-kakek kayak Papa saya, pasti juga bakal malu deh. Sahur nggak ada yang namanya bangun akhir eh makanan sudah siap tinggal makan. Yang ada, Papa bangun duluan lalu membangunkan anak dan istrinya. Kalau Mama butuh bantuan dalam menyiapkan sahur ya pasti Papa bantu. Kalau udah ada yang bantu Mama, ya Papa tadarus. Nggak hanya soal ibadah yang patut diteladani, tapi juga tentang hal lainnya.

2. Papa adalah pekerja keras

Papa jelas seorang pekerja keras. Papa sering cerita, dulu saat sekolah, beliau pernah menjajakan kue buatan ibunya. Papa nggak malu berjualan keliling dan berjualan di sekolah. Saat kuliah di Jogja pun, setahu saya, Papa juga nyambi kerja. Papa bukan berasal dari keluarga kaya, saudaranya banyak, jadi Papa sudah terbiasa bekerja keras buat bantu-bantu ekonomi keluarga. Selain menafkahi anak dan istri, Papa juga membantu sebisanya saat “menampung” para keponakan yang kuliah di Jogja.

Daddy’s girl. Papa saat diwisuda

Sampai saat ini, di usianya yang sudah hampir 69 tahun, Papa masih aktif mengajar. Beliau pergi ke kampus tiap pagi dan baru pulang menjelang magrib. Papa juga masih sering mengajar ke luar kota. Belum lagi kalau ada proyek di luar kerjaan kampus, duh makin sibuk deh Papa. Apalagi zaman muda dulu ya, bisa nyambi-nyambi banyak kerjaan. Semua dilakukannya buat kenyamanan anak dan istrinya, serta untuk mengamalkan ilmu beliau, menjadi individu yang bermanfaat. Papa juga tak pernah lupa untuk menyisihkan sebagian rezekinya ke keluarga besar dan orang yang membutuhkan.

Kalau kamu seorang ayah, dan ngerasa susah dapat kerjaan, malu lagi deh sama kakek-kakek yang masih rajin kerja di usia senjanya. Pasti selalu ada jalan kok buat orang yang berusaha. Saya jadi inget film tentang ayah, judulnya Tampan Tailor, sedih banget filmnya.

Diperankan oleh Vino Bastian, berkisah tentang perjuangan seorang ayah yang menafkahi anak semata wayangnya. Semua pekerjaan dicobanya, mulai dari jadi stunt man alias pemeran pengganti sebuah film/iklan, menjadi kuli bangunan, hingga menjadi penjahit. Wajib tonton deh film ini, bareng anak juga boleh. Banyak pesan moral dan inspirasi dari film ini.

3. Papa adalah sosok penyabar

Mama saya suka ngomel, 11-12 kayak saya, hehe. Sementara Papa adalah seorang penyabar. Kalimat yang keluar selalu adem ayem, lemah lembut, sehingga membuat saya ikutan mikir dan malah jadi mewek. Misal nih yang tadinya bawaannya udah mau ngambek atau marah, ya nggak jadi ngambek lah, wong Papa malah ngademin gitu.

Siapa sih anak yang nggak jadi nurut kalau ayahnya super sabar? Tips buat para suami juga nih, kudu sabar ya ngadepin para istri yang suka ngeselin, hehe. Soalnya, Papanya para istri (alias mertua) juga penyabar, jadi para suami juga ikutan sabar ya:D.

4. Papa selalu support keinginan anak

Nah, bagian ini penting banget. Sering kan ya teman-teman mendengar kisah orangtua yang memaksakan keinginannya ke anak. Biasanya sih soal pilihan sekolah, pilihan jurusan kuliah, pilihan pekerjaan, hingga masalah jodoh. Bersyukur banget, Papa saya nggak pernah memaksa saya dalam hal apapun. Pilihan saya selalu di support (asal pilihannya di jalan yang nggak melanggar agama ya). Apapun pilihan saya, beliau akan menjabarkan kelebihan dan kekurangannya, termasuk konsekuensinya. Intinya, meski di- support, tapi beliau juga menjelaskan tanggung jawab terhadap pilihan atau keinginan tersebut. Cukup adil bukan?

Bisa dicontoh oleh para ayah nih, usahakan support setiap pilihan anak, agar anak nggak stres menuruti keinginan orangtua. Percayalah, bila keinginan anak datang dari hatinya, insyaallah juga akan baik untuk masa depannya.

5. Papa bisa diajak diskusi

Komunikasi memang merupakan modal utama dalam hubungan apapun, termasuk hubungan orangtua dengan anak. Orangtua yang otoriter atau diktator, akan membuat anak patuh tapi takut, cenderung malas berkomunikasi karena menghindari konfrontasi. Sebaliknya, orangtua yang terbuka, open minded dan bisa diajak diskusi lah yang menjadi tempat anak-anaknya berbagi cerita. Anak bisa curhat, meminta pendapat orangtua, bila orangtua membuka dirinya untuk diajak bernegosiasi, diskusi tanpa menyalahkan atau menjatuhkan.

Saat saya dan adik-adik masih kecil. Papa selalu ada untuk kami

Begitulah Papa, beliau nggak pernah merasa paling berpengalaman makan asam garam sehingga anak-anaknya kudu ngikutin apa kata beliau. Sebaliknya, beliau tahu bahwa zaman terus berubah, sehingga beliau mau meng- update diri, mau mencari tahu dari sudut pandang lain, sesuai dengan perkembangan zaman dan kondisi saat ini.

Saya ambil contoh ketika terjadi perdebatan ASI vs sufor sewaktu Najla bayi. Saya yang saat itu masih tinggal di rumah orangtua (karena rumah di Jakarta sedang dibangun) menolak keras pemberian sufor pada anak pertama saya. Sebaliknya, Mama saya justru memaksa, karena anak-anaknya dulu sufor semua dan selalu anteng saat tidur malam, nggak kayak Najla yang ngelilir terus. Alih-alih melakukan hal yang sama dengan yang Mama saya lakukan, Papa menengahi. Lalu saat pulang kantor, beliau sudah membawa segepok print-print-an dari internet, yaitu beberapa artikel tentang ASI dan menyusui. Kami membacanya bersama-sama, diskusi, mencari win-win solution.

Pada akhirnya, Najla tetap minum ASI, karena kami menyimpulkan mungkin Najla sedang growth support (sebuah istilah yang saat itu asing untuk saya dan Papa). Kami juga berpikir untuk menyetok ASI, sehingga kalau saya kelelahan karena Najla selalu bangun, maka anak saya bisa diminumkan ASI perah.

6. Papa menanamkan akhlak, moral dan norma yang baik

Agak berat ya bahasannya? Padahal nggak juga lho. Justru salah satu hal yang membuat saya selalu sayang Papa adalah karena meski beliau sibuk, tapi beliau berhasil menanamkan banyak prinsip dasar ke kami, anak-anaknya. Antara lain tentang kejujuran, berbagi, rasa syukur, pemahaman bahwa Allah selalu melihat apa yang kita lakukan, dan sebagainya. Saya tahu bahwa hal tersebut tidak dibuat dalam semalam, menanamkan prinsip tersebut butuh waktu bertahun-tahun, bahkan hingga kami dewasa pun Papa tetap menanamkannya ke kami.

Benar bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, tetapi ayah adalah kepala sekolahnya. Jadi, peran ayah dalam keluarga itu sangat penting, sama pentingnya seperti peran ibu.

7. Papa selalu mendoakan anak-anaknya

Mendoakan anak merupakan ibadah yang tanpa kita sadari ternyata berpengaruh terhadap kehidupan anak-anak. Saya sendiri masih belajar soal ini. Papa selalu mengingatkan saya untuk berkata yang baik tentang anak, karena bisa menjadi doa. Nggak mau kan kalau nggak sengaja ngedoain anak yang nggak baik? Makanya Papa sampai mewanti-wanti saya untuk pakai kalimat yang bagus-bagus, meski anak sedang ngeselin (which is susah banget buat saya, hoho).

Mendoakan anak secara khusus setiap habis salat merupakan cara Papa menyayangi kami, yang otomatis membuat saya juga semakin menyayanginya.

Sekarang teman-teman jadi tahu kan, kenapa saya bisa sayang banget sama Papa? Ya karena beliau benar-benar sosok ayah idaman, sosok ayah kebanggaan keluarga. Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, Papa juga bukan manusia sempurna, misalnya sikap over protektifnya yang lumayan bikin gerah, hehe. Karena anak Papa cewek semua tiga orang (dulu anak pertama cowok, tapi meninggal dunia di usia 9 bulan), jadilah Papa selalu hati-hati banget dalam menjaga kami. Nggak ada yang dibolehin belajar naik kendaraan pribadi atau naik kendaraan umum, kecuali saya yang nekat belajar naik motor ke sepupu, hehe.

Tiga anak perempuan Papa, yang dua sudah menikah, masih ada satu yang dijaga Papa.

Papa lebih memilih mempekerjakan sopir yang mengantar kami kemana-mana, bahkan ditungguin saat kami harus pergi ke sebuah acara. Akibatnya, tentu saat besar jadi kurang mandiri dong ya. Saya sih beruntung bisa bawa motor sendiri, meski konsekuensinya pernah kecelakaan dua kali hingga membuat Papa dan Mama saya kaget dan sedih. Tapi so far sikap over protektif Papa itu memang ampuh sih.

Ingin menjadi ayah kesayangan anak?

Kalau teman-teman ingin menjadi ayah kesayangan anak, lakukanlah yang Papa saya lakukan. Nggak harus jadi sosok sempurna kok. Saya juga heran, mengapa Papa bisa membuat saya kagum dan menempati ruang paling besar di hati saya? Padahal secara waktu, saat saya kecil pun mungkin tidak menghabiskan banyak waktu bersama beliau (karena beliau kerja dari pagi sampai malam). Mungkin karena yang saya lihat dari beliau lah yang justru membuat kami mencontoh, tanpa harus disuruh.

Hingga saat ini pun, Papa masih selalu ada untuk saya, bahkan menjadi sosok laki-laki yang disayangi oleh putri saya, cucunya.

Hadiah untuk Papa

Saya ingin memberi kado Samsung Galaxy S7 Edge buat Papa.

Untuk Papa, yang kebetulan tanggal 9 April besok berulang tahun, Dian ingin memberikan hadiah handphone. Papa kadang agak cuek sama dirinya sendiri. Kalau beli gadget pasti yang nggak bermerek gitu, wkkka, asal bisa sms, telepon dan bisa browsing, sudah cukup buat Papa. Sedihnya, handphone Papa mudah rusak. Padahal Papa membutuhkan handphone sebagai alat komunikasinya dengan bagian akademik kampus, atau dengan mahasiswa-mahasiswanya. Akibatnya, komunikasi Papa sering terganggu gara-gara handphone -nya eror. Kayak baru-baru ini, Papa sempat bilang kalau kontak nama di gawainya banyak yang hilang:(.

Detail produk dari Elevania

Membaca detail produk di atas, pasti Papa suka, dan pasti sangat bermanfaat buat Papa.

Beli hadiahnya dimana?

Saya sih biasanya belanja online biar mudah, cepat dan hemat. Kalau belanja di market place terpercaya kayak Elevania, nggak perlu takut handphone-nya palsu, karena ada garansinya lho. Elevania merupakan marketplace yang menyediakan lebih dari 30.000 seller dan lebih dari 4 juta produk, mantap ya!

Teman-teman juga nggak perlu was-was takut penipuan, karena Elevania mempunyai layanan proses “Purchasing Journey” yang jelas dari hulu ke hilir. Apakah itu? Elevania melakukan “tracking” yang jelas sejak produk tersebut dibeli, produk dibayar, barang dikirim penjual, diterima pihak kurir hingga sampai ke tangan konsumen. Sehingga setiap barang yang teman-teman beli, akan selalu tiba di tangan teman-teman, dalam kondisi sempurna. Selain itu, juga banyak promo menarik lho di Elevania.

Kembali ke laptop, doakan saya bisa memberikan hadiah tersebut ya ke Papa. Saya pernah menulis semacam surat pendek buat Papa, semoga menginspirasi teman-teman semua untuk menjadi ayah kesayangan anak ya:)

Surat untuk Papa (bagian 1). Foto dokumentasi pribadi.
Surat untuk Papa (bagian 2).
(Visited 283 times, 1 visits today)
Facebooktwitterredditmail Nih buat jajan

25 thoughts on “7 Alasan Mengapa Saya Sangat Menyayangimu, Pa

  1. Keluarga Biru Reply

    Papa Mbak Dian bikin aku kagum dan pengin meneladaninya, emang rata-rata gitu ya seorang suami atau ayah biasanya lebih sabar dan ga banyak omong he3

    • dian.ismyama Post authorReply

      Ayo Mas Ihwan pasti bisa. Meski sibuk tetep kudu jadi panutan anak. Dan itu masuk ke alam bawah sadar anak lho, selalu teringat sampai gede, segala hal positif ayah

  2. Kartika Nugmalia Reply

    Aku pernah ketemu papa Dian. Asli sabaaaaar banget beliau itu…sungkem buat papa yaaaa….
    Baca ini entah kenapa malah mewek.
    Aku termasuk yang dekat juga sama Bapak. Anak bapak bangeeet….

  3. qhachan Reply

    malah jadi mewek. aku juga lebih sering diskusi sama bapak :”). sehat selalu papanya mba diaaan.

  4. Arni Reply

    Kalau sudah bahas orang tua, gak bisa ditahan deh pasti jadi mewek huhuhuhu
    Semoga dapat hadiah buat papanya ya mbak

  5. retno Reply

    Jadi ingat Bapakku mbak, beliau juga sabar dan pekerja keras. Bapakku seorang guru yg tinggal di desa, jaman dulu jadi guru kan bayarannya sedikit, sedangkan dua kakakku kuliah barengan di kota.Jadi bapak kerja dari pagi sampai sore buat ngajar sana sin Sampai sekarang di usia beliau yang ke 73 juga masih mengajar. Meskipun jam nya sudah jauh berkurang…semoga kedua orang tua kita selalu diberi kesehatan ya mbak…

    • dian.ismyama Post authorReply

      Wah kisah Bapak Mbak Retno sangat menginspirasi. Bikin kita sebagai anaknya, dan anak muda lainnya jadi ikut ingin meneladani beliau ya. Salam buat Bapak

Leave a Reply

Your email address will not be published.