Ibu Hamil juga Butuh Piknik

Facebooktwitterredditmail
Gambar dari triptrus.com

Salah satu resolusiku tahun 2015 adalah mengikuti Dieng Culture Festival. Festival kebudayaan Dieng yang menurutku luar biasa. Bertempat di negeri di atas awan, diiringi alunan jazz, menerbangkan lampion, dan tentu saja upacara ruwatan rambut gimbal membuatku sangat penasaran. Destinasi Dieng pun sebenarnya sudah jauh-jauh hari berada dalam daftar “tempat yang harus dikunjungi” mengingat bahwa aku adalah pecinta pegunungan.

Langsung deh diskusi sama suami, minta dicarikan travel agen yang oke, plus nyiapin budget nya juga. Eh ternyata malah ada teman yang share kalau dia dan teman-temannya membuka jasa travel ke acara DCF tersebut. Pucuk dicinta ulam tiba, pas banget. Dengan riang gembira aku menghubungi temanku menanyakan detail acara dan segala macamnya. Tentu saja karena kami berencana membawa balita, maka prioritas kenyamanan adalah hal utama. Pentingnya keberadaan air panas di tempat menginap, dan fasilitas lainnya, tentunya jadi pertimbangan kami. Setelah semuanya deal dan membayar DP, ternyata aku dan suami dikejutkan dengan sebuah berita bahagia. Aku positif hamil!

DCF berlangsung tanggal 31 Juli -2 Agustus, berarti usia kandunganku saat itu akan memasuki 13 minggu, bulan ketiga, trimester pertama. Bisa ditebak apa yang kemudian terjadi. Suami membatalkan ijinnya untuk piknik kali ini! Hiks, hancur banget hatiku. Apalagi dalam kondisi bumil yang lebih sensitif, rasa kesalku sampai ke ubun-ubun, kayaknya sempat mengeluarkan air mata juga deh (hehe agak lebay memang). Aku sampai ngotot berdebat soal kegembiraan ibu hamil lebih penting daripada segala resiko. Tapi suami juga nggak kalah ngotot kalau Dieng itu perjalanannya menanjak, belum lagi di sana dingin, trimester satu masih rentan keguguran, bla bla bla, yang intinya masih bisa lain waktu ke sana, nggak urgent. Sementara aku berpikir sebaliknya, kalau bukan sekarang, kapan lagi? Tahun depan? Pasti akan ada alasan dek bayi masih terlalu kecillah, repotlah, dan sebagainya. Ah, rasanya tahun ini sudah pas.

Maka salah satu caraku untuk tetap pergi adalah mengajak suami untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan kami. Kalau beliau mengijinkan, maka piknik tetap terlaksana. Aku pun deg-degan setengah mati, karena keputusan jadi tidaknya ke Dieng ada di tangan dokter tersebut. Nggak disangka jawaban dokter adalah, “Oh gpp, jalannya enak kok ke sana.” Dan sederet penjelasan tentang resiko keguguran yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan piknik. Yeay, finally 1-0:). Screen shot whatsapp dengan Dsog pun masih tersimpan.

Konsultasi dengan dokter kandungan

“Tuhkan apa kubilang”, kataku pada suami. Yang penting pas di sana nggak ngoyo, kalau capek istirahat, laper ya makan, kebelet ya cari kamar mandi, hehe.

Oke, satu kendala terlewati. Nggak disangka menjelang hari H muncullah kendala lain. Temanku menghubungiku dan berkata bahwa mereka nggak berani bawa ibu hamil dan balita! Karena peserta DFC sudah melebihi kapasitas yang biasanya, tahun kemarin terjual 3000, tahun ini info dari panitia akan ada 5000 orang. Membayangkan aku berdesak-desakkan dengan ribuan orang membuat travel agen temanku yang baru kali ini ke sana mengurungkan niatnya untuk memberangkatkan kami! Hiks.

Mereka nggak mau terjadi apa-apa padaku dan anakku dengan kondisi yang pastinya akan crowded. Mereka bahkan bersedia mengembalikan semua uang DP karena pembatalan dari pihak travel. Huaaa, nyesek rasanya. Sudah dapat ijin dokter dan suami, malah travel agennya nggak bersedia. Apa segitu ramainya DFC? Apa segitu susahnya bawa bumil? Apa ibu hamil nggak boleh piknik? Piknik ini penting bagiku. Impianku sejak SMA untuk ke Dieng. Resolusi 2015-ku dalam hal traveling. Waktu acara yang semua bisa ikut (suami sudah cuti, aku sedang free, anak masih playgrup dan bisa ijin nggak masuk). Tambah penting lagi semenjak banyak orang yang nggak mengijinkan. Bukankah ibu hamil juga butuh piknik?!:)

Lalu, apa yang bisa kulakukan? Akhirnya aku menghubungi teman SMAku yang berwisata ke DFC tahun sebelumnya. Menanyakan kondisi acara dan lokasi. Apakah akan berdesakan, apakah tidak ada pintu prioritas untuk ibu hamil dan balita? Apakah menurut dia tidak memungkinkan bila aku ngotot tetap ke DFC? Subjektif sih memang, tapi setidaknya aku punya gambaran mengenai situasi di sana. Ternyata menurut temanku, memang ramai sekali terutama saat acara-acara tertentu seperti jazz di atas awan, ritual rambut gimbal, dan tentu saja kalau mau naik ke Sikunir. Selebihnya sih masih bisalah di tangani, nggak terlalu ruwet. Soal pintu khusus, masih menurut temanku, bisa saja bilang pada panitia, karena biasanya pihak pers (media) dan orang-orang dengan kondisi tertentu (maksudnya pejabat kali ya, haha. Termasuk bumil sih) dapat melewati pintu lain yang lebih lengang. Wah leganya, jadi punya alasan ke travel agen untuk meminta bantuan panitia.

Konsultasi dengan teman yang pernah ke dieng

Singkat cerita, akhirnya travel temanku tersebut mau memberangkatkan kami. Dengan catatan menambah biaya untuk mobil, guide dan sopir (karena kami naik mobil berbeda dengan peserta lain, dan karena peserta yang seharusnya bersama kami membatalkan) yah begitulah, tempat penginapan-pun dipindah dengan alasan tertentu. Guide pun dibedakan agar kami tak perlu terburu-buru dengan jadwal acara bersama peserta lain (maksudnya supaya lebih fleksibel gitu). Kayaknya jadi merepotkan banget ya ;(. Dan sedihnya lagi, temanku itu malah nggak jadi ikut! Hiks, jadilah berasa asing. Tapi mau gimana lagi. Feel pikniknya udah besar banget. Beruntung kami jadi berangkat.

Jadilah kami packing. Eh 2 malam sebelum keberangkatan, anakku malah panas. Hiks. Dan mengeluh mulutnya sakit. Dia nggak mau minum dan makan. Ya Allah gimana ini, dugaanku anakku terkena radang tenggorokan atau sariawan. Jadilah kami observasi dan menyiapkan obat-obatan yang sesuai gejala. Berharap semoga esoknya anakku sudah baikan. Alhamdulillah setelah diberi obat demam, suhunya turun, meskipun masih agak lemas. Benar-benar persiapan piknik yang banyak kendala. Melihat kondisi anakku yang membaik, kami memutuskan tetap berangkat (agak nekat sih).

Ibu hamil juga butuh piknik

So far, piknik ke Dieng berkesan banget. Kami sekeluarga menikmati pemandangan alamnya yang begitu indah. Kawah Sikidang yang mempesona, telaga warna, telaga pengilon yang menakjubkan, serta tentu saja rangkaian acara DFC yang terlalu sayang untuk dilewatkan. Najla anakku pun menikmati naik kuda dan berfoto bersama doraemon, berlarian di taman rumput sekitar candi. Dan ternyata di sana ada pasar malam, jadilah anakku naik bianglala dan odong-odong, haha.

Kawah Sikidang yang mempesona
Telaga warna dan telaga pengilon

Meskipun ada juga saat-saat genting, seperti ketika malam pertama di sana, anakku dan aku muntah-muntah, sepertinya karena masuk angin kedinginan, padahal sudah menghidupkan perapian, tapi tetap saja nggak ngaruh. Maka malam kedua kami membeli jaket yang lebih tebal.

Terus kandunganku juga sempat berasa agak kenceng-kenceng kalau kelamaan jalan. Maklum saja, karena ternyata semua acara yang di candi membuat kami harus berjalan kaki dari penginapan (karena kendaraan mobil nggak bisa masuk dan parkir sama saja jauh).

Kawasan candi di Dieng
Ritual ruwat rambut gimbal

Tapi yang ditakutkan seperti berdesakan tidak terbukti, acara jazz di atas awan menurutku cukup lengang bila peserta dibandingkan dengan luas area acara. Kami masih bisa masuk, berjalan dan keluar dengan leluasa.

Jazz di atas awan

Nah, pas acara menerbangkan lampion itu yang cukup deg-deg ser. Pintu keluarnya kecil banget, parahnya nggak dibuat satu arah. Jadi ketika yang sudah menerbangkan lampion mau keluar, eh dari arah sebaliknya masih banyak orang yang mau masuk. Mestinya hal seperti ini bisa diatasi dengan membuat pintu masuk dan keluar yang berbeda, sebuah saran penting untuk panitia. Untuk saya masih bisa bernapas waktu berdesakan, Najla pun sampai digendong di bahu agar tidak kegencet.

Festival lampion

Ah, benar-benar piknik yang berkesan. Diawali dengan banyak kendala hingga beberapa kali nyaris batal. Kemudian diakhiri dengan berasa refresh banget setelah menghirup udara Dieng yang masih bersih dan segar.

Kalau dirangkum, berikut beberapa tips piknik bagi ibu hamil:

1. Cek usia kandungan yang tidak rawan keguguran atau menjelang persalinan.

2. Konsultasikan kepada dokter kandungan terkait lokasi traveling dan faktor resiko selama perjalanan dan acara. Bila perlu minta obat penguat kandungan.

3. Pastikan travel agen/panitia acara mengetahui kondisi kehamilan.

4. Bila piknik pribadi bersama keluarga, pastikan anggota keluarga selalu menemani selama acara.

5. Bila ragu, konsultasi ke teman yang pernah travel ke tempat tujuan/teman yang merupakan traveller.

6. Persiapkan segala obat-obatan pribadi, vitamin, termasuk barang-barang pembuat kenyamanan ibu hamil.

7. Di lokasi wisata, tidak perlu ngoyo untuk mengikuti semua acara/ mengunjungi semua lokasi bila memang kondisi sudah letih.

8. Pastikan ibu hamil cukup makan, minum, dan beristirahat selama piknik.

Destinasi lain yang ingin kukunjungi adalah kota Bogor. Kalau punya kesempatan liburan di Bogor, aku pingin banget ke Warso Farm dan Marcopolo Water Adventure. Mengapa? Soalnya kalau ke Kebun Raya Bogor, Taman Safari, dan beberapa air terjun dikawasan Bogor sudah pernah dikunjungi. Nah Warso Farm sendiri jelas karena aku penyuka durian, jadi lahan seluas 8,5 hektar yang ditumbuhi durian membuatku penasaran. Kabarnya, terdapat sekitar 900 pohon durian di sana dengan varietas mencapai 19 jenis durian.

Gambar via wisatapedi.com

Kalau water adventure tak lain dan tak bukan, karena merupakan destinasi keluarga, anakku pasti senang sekali, apalagi di Marcopolo Water Adventure ada waterboom, geitser, ember tumpah, air mancur, banana boat, dan lain-lain. Kolam permainan air nya pun bervariasi, ada kolam dewasa, kolam anak, kolam bayi, kolam arus, kolam pasir, dan kolam air hangat (whirpool).

Gambar via evoucher.tumblr.com

Wah sepertinya seru ya! Semoga terlaksana piknik bersama keluarga ke Bogor:)

Tulisan ini diikutsertakan dalam “Lomba Blog Piknik itu Penting”

(Visited 2,467 times, 1 visits today)
Facebooktwitterredditmail Nih buat jajan

12 thoughts on “Ibu Hamil juga Butuh Piknik

  1. Hilda Ikka Reply

    Ah ya ampun, aku sendiri bacanya ikut deg-degan. Alhamdulillah terbayar lunas ya meski ada beberapa kendala. Suka banget ama semangat pikniknya, gak gampang dilibas. Hihihi. Salam kenal yah. ^^

    CokelatGosong.blogspot.com

  2. Nindya Prayastika Reply

    ibu hamil juga butuh piknik dong *elus perut* *isinya lemak bukan bayi*
    btw, kemarin aku juga ke dieng mbak, malah beberapa hari sebelum DFC makanya rame banget! XDDD

  3. Nunung Yuni a Reply

    Akhirnya bisa kesampaian juga ya ke Dieng nya..Seru sekali prosesnya ke sana.

    • dian.ismyama Post authorReply

      Iya alhamdulillah kesampaian. Maunya sih nggak berliku-liku, tapi apa daya harus begitu jalannya:).makasih sudah mampir mak

  4. murtiyarini Reply

    Ceritanya seru. Terimakasih sudah berpartisipasi dalam lomba. Maaf, pengumuman ditunda tgl 20 Oktober 2015. Goodluck.

Leave a Reply

Your email address will not be published.