Hal-hal yang Disyukuri Selama Pandemi terutama tentang keluarga.
Satu setengah tahun ini terlalu banyak duka. Terlalu banyak kehilangan. Terlalu banyak air mata. Tapi kali ini, aku ingin bercerita sebaliknya. Sebagai sebuah harapan. Bahwa suka juga bisa datang dari hari-hari di rumah saja karena pandemi.
Aktivitasku Sebelum Pandemi, Ibu Tiga Orang Anak
Terus terang, sebelum pandemi, aku juga di rumah saja. Keluar rumah jika ada keperluan seperti antar jemput anak sekolah, atau acara blogger.
Sabtu minggu bagaimana? Setiap sabtu mengantar anakku menjalankan thera play di salah satu klinik psikologi di Depok. Minggu kadang di rumah saja, kadang jalan-jalan bersama keluarga.

November 2019, tiga bulan sebelum pandemi, aku melahirkan seorang bayi laki-laki. Semenjak itu, otomatis aku semakin sering di rumah saja. Karena harus menyusui dan memulihkan diri pasca melahirkan.
Suatu hari, aku mempekerjakan pengasuh untuk anakku. Supaya bisa gantian karena malam hari masih sering begadang. Harapannya, siang hari aku bisa membayar hutang tidur. Tak lupa aku sudah menyiapkan asi perah untuk anakku.

Kalau sedang ada acara seperti pengajian kompleks, aku pergi ke masjid bersama anak tengahku. Kadang aku juga ke sekolah anak pertamaku jika ada kegiatan yang melibatkan orang tua, seperti seminar parenting, atau pengambilan rapor.

Pernah juga ada acara bulanan seperti dongeng, atau buka puasa bersama, dan sebagainya.
Hari-hariku sebagai ibu yang baru melahirkan anak ketiga cukup membosankan. Tapi aku bersyukur, yang penting semua sehat.
Biasanya di pagi hari, aktivitas di rumah sangat hetic. Karena harus mempersiapkan dua anak sekolah. Mereka diantar oleh suamiku karena aku sendiri masih pemulihan. Pulang sekolah diantar oleh kendaraan antar jemput dari sekolah.
Saat masih ada ibuku yang ikut tinggal di rumah, beliau memasak. Aku cukup fokus ke bayi saja. Tapi begitu ibuku pulang, aku mencari pekerja yang bisa membantu di rumah. Bukan perkara mudah mendapatkan pekerja yang sesuai kebutuhan dan keinginan.
Drama asisten rumah tangga kadang membuat pusing kepala. Mempekerjakan dua orang niatnya supaya lebih enak membagi tugasnya, eh malah mereka berantem. Ada pula yang mengajak temannya, eh malah akhirnya berselisih paham.
Kadang aku berpikir apa aku kurang baik ke mereka. Atau aku kurang ini dan itu. Puncaknya, aku memecat semua asisten rumah tangga. Tepat sebelum pandemi (saat itu belum tahu kalau bakal ada pandemi).
Pandemi Datang, Semua Berubah
Pandemi pun datang. Aku, suami, dan anak-anak sangat kaget. Tiba-tiba saja, semua kegiatan offline dihentikan. Anak-anak off sekolah. Suami juga langsung diperintahkan untuk bekerja dari rumah.
Karena sempat trauma terhadap asisten rumah tangga sebelum pandemi, aku malas untuk mencari pengganti. Aku merasa kuat mengerjakan semuanya sendirian. Siapa sangka, ternyata tugas ibu sejak pandemi menjadi bertambah.
Yang biasanya aku bisa ikut tidur pagi dan siang bersama bayiku, kini tidak lagi. Aku harus mendampingi anak pertamaku sekolah. Anak keduaku yang sekolah paud juga sempat mengikuti pembelajaran yang berubah menjadi online melalui zoom.
Awal-awal pandemi, SD anak pertamaku masih beradaptasi terhadap pembelajaran jarak jauh. Guru menggunakan Whatsapp untuk menyampaikan materi dan tugas. Masyaallah banyak sekali tugasnya, dan rata-rata perlu didampingi oleh orang tua.

Misalnya tugas olahraga yang harus difoto. Membuat video role play. Dan sebagainya. Karena aku merasa tidak bisa menghandle semuanya, anak keduaku terpaksa aku cutikan saat tahun ajaran baru tiba.
Yang seharusnya ia masuk TK A, tidak aku daftarkan di sekolah manapun. Saat itu, jarang ada sekolah yang bisa memberikan materi dengan menarik secara online.
Aku malas kalau hanya via Whatsapp dengan tugas segunung. Sama saja orang tuanya yang mengajar, tapi tetap bayar jutaan rupiah untuk uang masuk. Dan ratusan ribu untuk SPP.
Pada akhirnya agar anak keduaku tidak bosan, aku mendaftarkannya ke sebuah komunitas yang menyediakan materi untuk belajar sendiri. Komunitas tersebut berfokus pada literasi dan sains. Alhamdulillah anak keduaku ada kegiatan yang sesuai dengan usianya.


Setiap pagi di sela-sela mendampingi anak pertamaku sekolah, aku sempatkan memasak. Terutama sayur karena kalau beli kebanyakan rasanya pedas. Kalau sempat, aku juga membuat camilan untuk anak-anak.

Aku juga harus memasak MPASI untuk bayiku ketika ia berusia 6 bulan.

Tapi kalau aku capek, suami menyarankan untuk membeli makanan via online. Atau kadang aku menyetok frozen food. Pokoknya gimana caranya agar anak-anak tetap yang utama.
Proses adaptasi selama pandemi sangat menguras tenaga. Yang tadinya aku berpikir hanya mengurus satu bayi saja, karena kedua kakaknya sudah sekolah. Tiba-tiba semua anak ada di rumah. Termasuk suamiku.

Suamiku sendiri mengalami masa-masa adaptasi yang tidak mudah. Yang biasanya kerja dengan fokus di kantor. Tiba-tiba harus nyambi nyebokin anak, ditanya ini itu sama anak. Bahkan jadi kang cek laptop kalau terjadi eror pada zoom sekolah anak.
Mulai Beradaptasi dengan Pandemi
Akhirnya di bulan ketujuh pandemi, aku sudah tidak sanggup lagi. Aku dan suami mulai mencari asisten rumah tangga lagi. Alhamdulillah dapat yang sesuai. Kini aku bisa fokus mendampingi anak sekolah dan fokus ke bayi.
Suamiku juga sudah mulai memaklumi kondisi work from home yang tidak senyaman di kantor. Meski begitu, ia jelas sangat bersyukur karena tidak kehilangan pekerjaan karena perusahaan tempat suamiku bekerja masuk di sektor essensial yaitu telekomunikasi.
Sekolah anak pertamaku juga mulai beradaptasi dengan proses pembelajaran online. Yang tadinya hanya memakai Whatsapp dan harus print tugas, kini berubah menggunakan zoom dan handout serta materi diantar ke rumah masing-masing murid. Alhamdulillah.
Hal-hal yang Disyukuri Selama Pandemi
Kalau aku boleh menuliskan hal-hal yang aku syukuri selama 1,5 tahun ini, rasanya tidak cukup untuk dituliskan dalam satu artikel. Tapi ada beberapa hal menarik yang aku alami selama pandemi. Terutama dari segi kebersamaan keluarga.
Fakta menyatakan pandemi membuat angka perceraian meningkat. Yang tadinya ketemu pasangan hanya beberapa jam dalam sehari, tiba-tiba harus ketemu 24 jam. Yang tadinya hanya ketemu anak-anak setiap mau berangkat sekolah dan pulang sekolah, kini harus bersama-sama selama 24 jam.
Aku akui, tidak mudah memang. Awal-awal pandemi, aku juga bertengkar hebat dengan suamiku. Menganggap ia tidak peka dengan kerepotanku. Menganggap ia kurang membantuku dalam mengurus tiga anak di rumah, dan sebagainya.
Memasuki bulan ketujuh, kami menyadari membutuhkan bala bantuan, agar tetap waras mengurus rumah, bekerja, dan membersamai anak-anak selama di rumah saja.
Kenapa aku bisa bilang banyak hal yang aku syukuri selama pandemi? Bahkan pandemi ini justru menjadi 1,5 tahun terindah selama 10 tahun pernikahanku. Yuk, lanjut baca hal-hal yang aku syukuri selama pandemi.
1. Bisa Makan Siang Bareng Suami
Kesannya remeh, tapi aku sering iri saat melihat teman-teman yang sudah menikah bisa makan siang bareng pasangannya. Ada yang memang kerja bareng karena sama-sama berwirausaha sehingga istirahat siang ya bareng.
Ada pula yang lokasi kantor dekat dengan rumah sehingga bisa mampir makan siang di rumah, atau sang istri menyusul ke kantor suami buat bawain makan siang.
Sementara itu, lainnya janjian makan siang bareng di resto atau rumah makan di tengah – tengah antara kantor dan rumah.
Lha kalau aku? Mana bisa! Kantor suami di Jakarta, sedangkan rumah kami di Depok. Bolak – balik buat makan siang bisa-bisa menghabiskan waktu 3 jam di jalan, haha. Habis makan siang, sampai rumah bakalan sudah lapar lagi.
Bahkan aku pernah mengikuti sebuah acara blogger di Jakarta, dan enggak jadi pulang bareng suami karena lokasinya ngalang. Daripada saling tunggu, atau saling menghampiri, mending pulang masing-masing naik KRL. Hiks, melas banget, kan?.

Berkat pandemi, suamiku wfh 1,5 tahun lebih. Setiap siang selalu makan di rumah. Kadang kalau ada keperluan bareng aku, ya kami makan di luar. Sering pula dapat kiriman lauk pauk, snack, minuman dari kantornya sehingga bisa dinikmati oleh seluruh anggota keluarga. Alhamdulillah
Momen makan siang bareng tentu berkesan. Karena aku dan suami bisa ngobrol. Anak-anak juga bisa bercengkrama dengan ayahnya. Inilah salah satu dari hal-hal yang disyukuri selama pandemi.
2. Bisa Pergi Mengurus Ini Itu Berdua Suami
Terus terang, sebelum pandemi, ketika mau pergi mengurus ini itu terkait administrasi tempat tinggal, dan sebagainya, aku selalu berangkat sendiri. Lain waktu suami harus cuti atau berangkat lebih pagi untuk ke kantor kelurahan lalu langsungan ke kantornya. Sama sekali enggak bisa bareng-bareng istrinya.

Setelah pandemi, suami sering mengambil cuti. Karena cutinya masih banyak. Dua kali lebaran tidak pulang. Idul adha pun tidak mudik. Waktu-waktu cuti ini kami gunakan sebaik mungkin. Mulai dari mendaftar haji berdua, mengurus perpanjangan SIM, sampai survei rumah berdua. Alhamdulillah.
Makanya di sela-sela mengurus macam-macam berdua, kalau sudah kesiangan, aku dan suami makan siang di luar. Soalnya begitu sampai rumah, ada si bayi yang langsung nodong mau menyusu ke Bundanya. Daripada aku lemes dan ASI nya tanpa gizi, mending makan dulu.
Momen pergi berdua tentu kami manfaatkan untuk ngobrol receh. Cerita berbagai hal mulai dari hal enggak penting, sampai soal anak dan kerjaan. Momen yang nyaris enggak kami dapatkan sebelum pandemi.
3. Lebih Memahami Kerepotan Pasangan
Dengan bekerja dari rumah, suamiku jadi tahu betapa merepotkannya mengurus tiga anak. Saat tidak ada asisten rumah tangga selama 7 bulan, kami saling bahu-membahu urusan domestik.

Suami bagian memasukkan baju ke mesin, menjemur dan melipat. Aku bagian cuci piring, bersih-bersih dan memasak bila sempat. Selain itu, kami juga bergantian mengurus anak-anak.
Menurutku suami jadi lebih paham bahwa menjadi ibu rumah tangga itu berat. Belum lagi sering dilanda bosan dan harus tahan mental. Kalau anak-anak sedang enggak kooperatif, orang tua juga latihan mengendalikan emosi. Sungguh, bukan hal yang mudah.
Sama halnya dengan yang aku rasakan terhadap pekerjaan suamiku. Semenjak pandemi, aku jadi tahu bahwa suamiku memang sesibuk itu.
Yang tadinya suka kesel karena jarang balas Whatsapp saat sedang ngantor. Sekarang jadi tahu kalau kerjaannya banyak meeting maraton.
Selain itu jika sedang melakukan programming, otomatis enggak bisa diganggu. Meleng sedikit bakalan lupa mau ngetik kode apa. Yang ada program bisa eror atau eror bisa enggak selesai-selesai.
Saat pandemi, aku bahkan melihat langsung suamiku enggak sempat makan, dan minum jika kerjaan sedang banyak. Atau saat ada kerjaan mendesak yang perlu diselesaikan dengan cepat. Maklum, departemen suamiku berhubungan dengan pemerintah sehingga dituntut serba cepat.
Alhamdulillah setelah lebih memahami masing-masing pekerjaan, aku dan suami jadi lebih jarang bertengkar. Saling memahami berujung pada saling berempati dan lebih menghargai kerepotan masing-masing. Inilah salah satu keajaiban dari hal-hal yang disyukuri selama pandemi.
4. Lebih Dekat dengan Anak
Dulu, anak pertamaku hanya bertemu ayahnya dua minggu sekali selama hampir 1,5 tahun. Sedangkan anak keduaku hanya bertemu satu minggu sekali. Karena setiap kali melahirkan, aku selaku di Jogja.
Anak ketigaku lahir ketika aku sudah kembali ke Depok. Tapi lagi-lagi, ia hanya bertemu ayahnya sekitar 2 jam per hari yaitu 1 jam pagi dan 1 jam siang. Kecuali malam hari karena masih begadang, suamiku bergantian menggendong bayi selama sekitar 4 jam per malam.
Saat pandemi terjadi, anak bungsuku bisa bertemu ayahnya 24 jam sehari. Tak heran bila kata pertamanya adalah “Ayah”. Suamiku bukan hanya bertatap muka dengannya, tapi juga memandikan, dan menyuapi MPASI.

Suamiku mengajak anak laki-laki satu-satunya bermain di aspal, mengejar kucing, bermain bola, dan sebagainya. Bahkan si bungsu juga belajar mbengkel pakai obeng dan mompa sepeda karena melihat ayahnya nukang.
Alhamdulillah siapa sangka Allah mengabulkan salah satu doaku di depan Ka’bah yaitu agar aku melahirkan anak laki-laki yang kelak bisa mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya.
Bukan hanya anak ketiga yang mendapatkan waktu ekstra dari ayahnya, tapi kedua kakaknya juga. Suamiku menyempatkan sarapan dan makan siang bersama mereka.
Mengajak mereka salat jamaah. Membacakan buku setiap menjelang tidur. Dan yang terbaru, mengajak hafalan surat-surat pendek setiap mau tidur.
Salah satu hal yang sulit aku ajarkan ke anak adalah hafalan surat. Ternyata justru bersama ayahnya yang konsisten, anak-anakku mampu menghafal surat dengan rajin dan cepat.
Iya, menjelang tidur aku harus menyusui si bungsu, sehingga tugas mendongeng dan ritual tidur kakak-kakak, ayahnya lah yang turun tangan.
Berkat waktu ekstra tersebut, enggak ada lagi anak yang menangis menanyakan kapan ayahnya pulang. Enggak ada lagi anak yang menangis ingin diantar jemput sekolah oleh ayahnya. Karena sekarang mereka bisa 24 jam bersama dengan ayahnya. Ya, berkat pandemi!
5. Waktu Bersama Lebih Banyak
Seperti sudah aku detailkan di atas, yang biasanya aku dan suami hanya bertemu satu jam pagi dan satu jam malam, setelah pandemi jadi bertemu 24 jam. Kalau dikurangi jam tidur ya jadi 14 jam. Waktu ekstra yang sangat banyak, bukan?
Apakah kami tidak bertengkar seperti pasangan lain? Tentu kami bertengkar. Apalagi di awal-awal pandemi. Kami juga butuh beradaptasi. Tapi kalau harus dibandingkan, enggak sebanding sih dengan kenikmatan bersama-sama di rumah.
Aku jadi merasa suami lebih peka, lebih banyak senyum (mungkin karena enggak capek macet-macetan di jalan). Aku juga merasa suami lebih mau turun tangan mendidik anak-anak dan membantu mereka belajar.
Aku dan suami menjadi lebih dekat, lebih saling menghargai dan memahami. Aku dan suami juga menjadi lebih memahami anak-anak yang berbeda-beda karakternya.

Bahkan aku juga jadi tahu kelemahan anak pertamaku dalam pelajaran apa saja. Dan keunggulan atau kekuatannya di pelajaran apa. Lalu aku dan suami bergantian membantunya lebih giat belajar di pelajaran yang ia kesulitan.

Masyaallah, pandemi ini membuat aku dan suami berubah menjadi lebih baik sebagai pasangan dan orang tua. Aku dan suami lebih kompak dalam mendidik dan mengasuh anak.
Aku juga merasa lebih bisa mensyukuri hal-hal kecil seperti kesehatan keluarga. Bisa makan dan masih tetap ada pekerjaan juga menjadi hal yang aku syukuri.
Aku tahu bahwa pandemi sama sekali tidak mudah untuk semua orang. Tapi aku percaya, kalau kita mau menggali lebih dalam, ada hal-hal yang disyukuri selama pandemi.
Pandemi membuatku sadar bahwa keluarga adalah yang utama. Bahwa perusahaan bisa memecatmu, tapi keluarga akan selalu ada. Bahwa sekolah bisa melepas muridnya untuk belajar sendiri, tapi orang tua selalu ada untuk kembali mendidik anak-anak.
Pandemi membuatku semakin memaknai bahwa hidup tidak hanya sekadar sibuk sendiri dengan duniawi. Tapi juga harus ingat berbagi dan ingat mati.

iya ya mba, ada pelajaran di setiap peristiwa, termasuk pandemi ini. Aku pun dari sisi positif ada banyak pelajarannya dan pergeseran kebiasaan positif, mulai dari lebih pilih masak sendiri, mulai makan sehat, hidup sehat, rajin olahraga, dan yang pasti bisa lebih berhemat dan akhirnya bisa menabung/mencukupi cicilan2 bulanan hehe
Menarik ya mbak, jadi ada cerita yang bisa ditulis juga sebagai kenangan yang memorabel. Hehe, jadi pengen juga nulis dengan versi seorang yang baru menjejakkan kaki sebagai traveler.
Selalu ada hal2 baik yg bisa dijadikan bahan bakar syukur
ga heran Rasul mencontohkan, ketika ada kejadian tdk menyenangkan dlm hidup, kita kudu berucap “Alhamdulillah ‘alaa kulli haal”
Riset menunjukkan angka perceraian meningkat kala pandemi melanda dunia, ngeri banget ya kak. Ada yang mengatakan bahwa hal itu disebabkan oleh stres, lelah, bosan dengan aktivitas di rumah, bosen bertemu pasangan karena 4L (loe-lagi-loe-lagi), akhirnya menimbulkan banyak konflik. Alhamdulillah tidak terjadi pada kita ya, kak. Hal itu patut kita syukuri, selain itu saat melihat seluruh anggota keluarga sehat semua. Karena dengan bersyukur, maka kita akan bahagia.
Mensyukuri hikmah yang didapat memang cara ampuh untuk meredam stres karena pandemi ini. Sebagai blogger saya juga dapat hikmah pandemi ini jadi bisa ikut banyak event melalui zoom karena biasanya event sering dilaksanakan di kota-kota besar saja.
Ada banyak hal kecil yang patut untuk disyukuri ya kak. Meski dalam keadaan sesulit apapun. Semoga pandemi ini segera berlalu. Aamiin
Semoga sehat selalu dan tetap bisa berkumpul dengan keluarga
Karena semakin kesini memang harta paling berharga adalah kesehatan seluruh anggota keluarga
Jangan sampai ada masalah yang membuat tak bahagia dalam jangka waktu lama
Memang smua ada hikmah dan patut dsyukuri ya. Aku lebih hemat dan lebih dekat keluarga pas pandemi, at least istri dan anak2. Karena bapaknya lagi ngebolang ke negeri oppa-oppa.
Wah aku suka sekali dengan cara pikir mbak yang masih bisa melihat dampak positif dari pandemi ini.. Memang ya, jadi ada hal-hal baru yang dilakukan yang mungkin sebelumnya nggak pernah terfikirkan.. Semoga pandemi ini cepat selesai..
Syukurlah ya Mbak, ada dampak positif selama pandemi. Selalu ada hikmah dibalik kejadian. Sang ayah jadi dekat dengan anak-anak. Dan bisa ke mana-mana bareng sama mbak Dian :))
Selalu ada hikmah bagi yang mau berpikir ya, Mbak 🙂 Jadi pengen nulis juga, versi orangtua tunggal dengan dua orang anak remaja 😀
Pandemi ini kalo disyukuri ternyata membawa berkah ya mbak. Hal2 kecil yang sebenarnya wajar banget dilakukan oleh setiap orang atau pasangan. Kalo dilakukan bersama, meski sempat ada pertengkaran, akan terasa ringan, bahkan semakin mengasyikkan. Semoga keluarganya dilimpahkan banyak kesehatan dan rezeki sehingga bisa melalui pandemi ini dengan tenang dan senang.
sebetulnya ya memang banyak hikmah dan ada aja hal yang selalu bisa kita syukuri ya mba. kalau aku di pandemi ini paling bersyukur karena keluargaku sehat semua, semoga Allah selalu menjaga kita. juga pas sekolah online, anak keduaku bisa ikut sekolah meski aku cuma bayar buat kakaknya wkwkwk
MasyaAllah bener banget mbaa. pandemi yang udah 2 tahunan ini juga banyak hikmahnya buat saya dan keluarga. MAsyaAllah yaaa. Banyak yg bisa diambil selama kita mau melihat hikmahnya
Salah satu hal yang bisa disyukuri selama pandemi sepertinya adalah kebersamaan bersama keluarga yang lebih lama ya bun, walaupun mungkin di sisi lain sering bertemu malah bisa jadi kemungkinan bertengkar lebih besar tapi ya… kapan lagi bisa melakukan semuanya bersama. Sebagai pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh, pandemi malah membuat kami lebih sulit untuk bertemu, jadi kadang ada rasa iri dengan orang-orang yang ketika pandemi malah bisa 24 jam bersama orang tersayang
segala hal harus disyukuri ya, mbak. Karena selalu ada hikmah dibalik semuanya. Aku juga punya 3 anak. tapi sekarang dah besar-besar, tapi dulu waktu mereka masih kecil-kecil rasanya ya Allohuakbar mbak. Semangat.
Alhamdulillah sekali masih banyak berkahnya.
Alhamdulillah ya selama pandemi jadi banyak suami yang punya waktu di rumah. Suamiku juga udah setahun WFH. Nanti bakalan kesepian deh aku kalo semua udah kembali beraktivitas di luar.
MasyaAllah, pandemi ini memang punya dua sisi ya, baiknya ya gini keluarga jadi lebih dekat dan saling mengerti satu sama lain, Alhamdulillah family time jadi lebih banyak ya Mbak selama WFH 🙂
Setuju banget mbak, banyak sekali hal yang bisa disyukuri selama pandemi ini. Saya sih yakin aja kalau semua yang terjadi pasti ada hikmahnya, biar gak kebanyakan ngeluh ya kan, yang ada malah jadi beban pikiran. Makasih sharingnya mbak Dian, inspiratif sekali
bener bu, meskipun pandemi merupakan musibah, kita selalu bisa mengambil hikmah positifnya. Kebanyakan memang gara-gara pandemi semua yg biasanya sibuk bekerja di luar, sekarang lebih dekat dengan keluarganya. Waktu bersama keluarga itu berharga banget apalagi punya anak kecil yang masih perlu bimbingan dari orang tuanya.
Secara emosional dan chemistry, hubungan dalam antar anggota keluarga jadi lebih dekat ya Mbak. Semoga kita bisa selalu melihat hal positif dari sebuah ketidakbahagiaan, seperti pandemi ini.
Setelah terkena covid saya pun bersyukur masih diberi sehat kembali sekeluarga dan pandemi benar-benar memberikan banyak hikmah. Saya yakin pasti ada kebaikan di setiap kejadian yang kita alami
Pandemi tuh memang mengubah segalanya ya mak, terutama kita nih yang memiliki anak karena jadi lebih seru di rumahkan. Nyiapain makanan dan cemilan saja berasa gak kelar-kelar deh, hehehhee… Tapi memang jadi banyak positifnya sih, saya jadi lebih rajin masak, hidup lebih bersih dan sehat, memilih makanan pun jadi lebih selektif lagi.
Pandemi ini musibah atau berkah tergantung bagaimana kita menyikapinya. Saya merasakan banyak hal yang disyukuri juga. Bahkan makin banyak kesempatan bagus yang datang. Tentu ada yang harus dibuang atau sesuaikan, tapi tetap banyak plusnya ya Mbak.
Pandemi membuat kita semua kembali lagi ke rumah masing-masing dan memfungsikan tugas untuk mengurus rumah dengan kompak.
Salut banget kak..
Pointnya adalah hati yang senantiasa bersyukur atas segala nikmat.
Barakallahu fiikum.
ah iya, sama mbak
ssjak pandemi suami juga lebih banyak wfh
jadi lebih banyak bantuin kerjaan rumah dan mengasuh anak
alhamdulillah, tetap banyak yang bisa disyukuri meski pandemi ya mbak
Aktivitas sebelum dan saat pandemi emang bener2 berbeda yah. Saya pun merasakannya. Namun, masih ad sisi positifnya. Salah satunya bsa dekat dengan keluarga
Selalu ada hal2 baik yg kita syukuri dlm hidup ya Mba
Seberat apapun tantangan yg kita hadapi.
tetap semangaaatt!
Bener, pandemi memang mengubah banyak hal. Awal2 pandmei aku agak stres mba, karena biasa tiap minggu pergi keluar kota tapi pas pandemi harus diam di rumah aja. Sebelum pandemi penghasilan lumayan, pas pandemi tinggal 20 persen saja. Tapi dibalik semua itu, aku jadi lebih dekat dengan anak-anak dan suami. Tapi aku berharap, semoga pandemi segera berlalu, bisa hidup normal lagi, bisa kerja lagi. aamiin
kalo aku list hal-hal yang disyukuri selama pandemi bakalan gak cukup dalam satu tulisan blog, ataupun 1 jam rekaman saking banyaknya nikmat yang Allah telah berikan di masa pandemi ataupun sebelum pandemi
Pandemi memang bikin susah, tapi lebih banyak hal buat disyukuri. Rasanya tuh lebih ke melawan diri sendiri daripada virus. Bersyukur akhirnya sama pasangan saling membantu
Setuju, Mbak. Kebersamaan dengan keluarga melimpah banget di saat pandemi. Sayang jadinya kalau gak dimanfaatkan
paling repot kalau ada tugas video ya apalag buat anak-anak yang masih kecil pendampingan perlu banget. Untungnya kalau di SD anakku tugasnya ga pakai wa nih dari awal udah pakai Zoom & GMeet. Trus ada materi yang disampaikan lebih intens lewat video call per 4 orang & kalau ada kesulitan juga boleh tanya nanti dijelaskan private. Aku bersyukur banget ini jadi anak gak ketinggalan pelajaran.
Bener sih buat anak TK agak susah juga kalau harus sekolah online mana bayarannya lumayan ya. Banyak rezeki juga selama pandemi ya bisa sama-sama keluarga terus
Setuju mbak, dibalik banyaknya masalah yang dialami selama pandemi, tetap ada hal-hal positif yang bisa diambil, meskipun terus terang awalnya aku kerepotan juga selama anak-anak PJJ 100% di rumah, biasanya kalau pagi sampai sore aku bisa nulis dengan tenang tiba-tiba harus mengeser jadwal nulisku karena kudu menemani anak-anak belajar daring. Tapi seiring waktu berlalu, mulai beradaptasi dan sekarang agak was-was karena anak-anak mulai bertahap tatap muka.
Alhamdulillah banyak hikmah dari pandemi ini ya mbak. Poin kedekatan di rumah antara suami, saya dan anak-anak juga saya dapatkan
Semoga selalu diberi kesehatan buat Mbak Dian dan keluarga.
Senang baca ini jadi reminder juga buat saya untuk mensyukuri banyak hal yang terjadi selama pandemi
Alhamdulillah ya Mak, berkah pandemi meski tetap ada plus minus, alhamdulillah kalo luas bersyukur yang minus jadi mudah. Btw kita sama nih punya anak 3, saya perempuan semua dan dekat sama bapaknya, jadi ada waktu juga me time hehehe
Bener banget, Mba Dian. Di sisi lain ada nilai positifnya karena pandemi. Iya, kerasa banget juga buat kami yang senin-jumat gak di rumah. Eh, sempet wfh juga. Terus yang biasa makan seringnya beli, karena banyak waktu di rumah, jadi sering masak. Dan Masya Allah banget, masih diberi nikmat sehat yang luar biasa.
Pandemi memang merubah tananan keseharian kita ya, mbak. Aku dulu awal2 juga stres. Bahkan skeg juga sering stres. Tp balik lagi, disyukuri krn ada hal2 yg perlu kita syukuri
Pandemi yang datangnya tiba-tiba bikin kita kaget ya mbak, semua beralih ke online. Alhamdulillah banyak hal yang disyukuri, lebih dekat dengan anak-anak dan suami.Sehat-sehat selalu ya mbak
iya ya mbak, awalnya memang berat. Tapi setelah dijalani ternyata bisa dan pelan-pelan jadi terbiasa dan nggak terasa berat lagi. Malah akhirnya menemukan hikmah yang sangat besar, antara lain memperbaiki/meiningkatkan hubungan antar anggota keluarga
pandemi jadi makin deket dan makin heboh ya mak di rumah ahhahahah tai yang penting sehat sekeluarga karena sekarang itu yang terpenting mak
lebih deket sama pasangan juga ya mak asal jangan jadi makin deket menuju…..hamil lagi *eh *kaburrrrrrrrrrrrr
Wkkka ojo mak. Ga sempet juga smua anak di rumah. Haha
Pada akhirnya kita akan terbiasa dengan keadaan ini. Itulah hebatnya manusia dapat menerima situasi paling terburuk bahkan bisa menjadikannya ajang inovasi. Salut deh buat kita manusia, hahaha.
Selalu ada hal baik di tengah kesulitan yang kita hadapi. Pandemi memang membatasi banyak hal, tetapi bertemu keluarga jadi makin sering. Bisa lebih dekat dengan anak lagi. Anakku juga tadinya mau aku masukkin PAUD usia 4 tahun ini. Tapi pandemi membuat aku memutuskan home schooling saja.
Pandemi ini mengajarkan banyak hal ya Mbak. Meskipun sulit & ada proses baradaptasi, banyak banget juga hal yg patut disyukuri. Jadi lebih dekat dgn anggota keluarga satu sama lain ya
Setiap keadaan diterima dan disyukuri aja..
Semua ada hikmahnya..jadi lebih banyak me time dengan keluarga…
Semoga keluarga sehat bahagia ya mak..