Temu Inklusi 2018, Menuju Indonesia Inklusif 2030

Facebooktwitterredditmail

Pertama kali mendengar istilah desa inklusi, saya bingung. Maksudnya bagaimana? Yang para difabelnya bisa berdaya? Atau desa dengan fasilitas dan akses ramah difabel?

Pertanyaan saya terjawab ketika mengikuti acara Temu Inklusi 2018. Temu inklusi 2018 ini sudah ketiga kalinya diadakan. Bila dua tahun lalu diselenggarakan di Desa Sidarejo, Kulon Progo, maka tahun ini di Desa Plembutan, Gunung Kidul.

Saya dan teman-teman blogger bersama Program Peduli, berangkat dari Jogja ke Gunung Kidul pukul 7.30 wib dari Malioboro. Lalu kami menjemput teman-teman lain di Kantor Pos Ketandan. Selanjutnya, perjalanan kurang lebih 1,5 jam kami tempuh. Sekitar pukul 9.00 wib, kami sampai di Balai Desa Plembutan.

tata kelola desa inklusi

temu inklusi 2018

Ada atmosfer yang berbeda ketika saya sampai di Balai Desa Plembutan. Atmosfer itu mungkin belum terlalu terasa ketika saya berada di parkiran kendaraan. Tapi begitu saya melangkah ke tenda lokakarya temu inklusi, pandangan saya tak bisa lepas dari sosok-sosok yang hadir di sana.

Temu Inklusi 2018, Kesetaraan itu Nyata

Tenda non permanen bernuansa putih begitu teduh, kontras dengan teriknya cuaca di Gunung Kidul. Tanah yang saya pijak bahkan retak-retak. Lebih retak daripada bibir saya sewaktu sariawan:D.

Kembali ke suasana di sana, saya melihat seorang laki-laki menuntun laki-laki lain yang berkursi roda untuk duduk pindah ke kursi yang telah disediakan.

staf ahli presiden
Pak Maman, Staf Ahli Presiden

Di tempat lain, mata saya berbinar tatkala seorang bapak dengan gagahnya mengayun kursi rodanya, dan menyapa kami dengan ramah. Penampilannya rapi, dan bersahaja.

Ketika teman saya meminta untuk berfoto bersama, dengan senang hati ia mengiyakan. Bapak yang belakangan saya tahu bernama Pak Maman, bahkan mengajak ngobrol tentang kamera mirrorless yang saya gunakan. Rupanya beliau penyuka fotografi. Wah, makin nyambung saja ngobrolnya.

Tak lama, saya melihat name tag yang disematkan di saku bajunya, ternyata beliau adalah Staf Ahli Kepresidenan yang khusus datang dari Jakarta. OMG, kaget dong ya. Senyumnya memang menyiratkan bahwa beliau tidak minder dengan disabilitasnya.

difabel netra
Pak Harto, MC Lokakarya Tata Kelola Desa Inklusi (berbatik biru)

Seorang laki-laki paruh baya lagi-lagi menyapa saya dan teman-teman blogger. Ia meyakinkan kami agar duduk di bangku depan, supaya ia dapat membawakan acara dengan lebih meriah.

Rupanya, ia adalah MC lokakarya Temu Inklusi 2018 yang akan kami ikuti. Sebagai informasi, MC tersebut juga difabel yang tidak dapat melihat.

Terus terang, saya salut dengan public speaking yang ia miliki. Bagaimana ia mencairkan suasana, bagaimana ia membangun atmosfer yang positif dan membakar agar semua peserta bersemangat, dan sebagainya. Untuk orang non difabel saja tak mudah, apalagi bagi difabel yang tidak bisa melihat.

Mari belajar dari perbedaan, hentikan
segala prasangka dan bersama mewujudkan Indonesia Inklusif yang setara-semartabat! (Program Peduli)
difabel temu inklusi
Salah Satu Peserta Temu Inklusi 2018

Kembali ke acara Temu Inklusi Nasional ke-3, acara ini memang bersifat nasional. Perwakilan dari berbagai daerah di Indonesia hadir untuk memberi masukan terhadap pengembangan dan pemberdayaan para difabel, termasuk menjadi bagian penting dalam mewujudkan Indonesia Inklusif 2030. Ya, program tersebut menjadi agenda nasional yang patut didukung.

Inklusi sosial bukan berarti mengkhususkan suatu golongan, tetapi bagaimana mewujudkan aktivitas sosial yang setara dan semartabat. Semua orang termasuk difabel mempunyai hak yang sama untuk berkegiatan di masyarakat. Seperti kata idola saya, Iwan Fals dalam video di bawah ini.

Rabu, 24 Oktober 2018 kemarin, ada 11 diskusi tematik yang diadakan, dan saya mendapat kesempatan mengikuti Lokakarya dengan tema Tata Kelola Desa Inklusi. Difabel memiliki hak yang sama dengan kita. Oleh karena itu, pendirian desa inklusi mutlak dibutuhkan. Apalagi jika ingin mencapai Indonesia Inklusif 2030. Jika semua desa menjadi inklusi, maka Indonesia Inklusif 2030 akan terwujud. Sunggu, Temu Inklusi 2018 ini membuka mata saya.

Tata Kelola Desa Inklusi Menuju Indonesia Inklusif 2030

Pak Sutrisno Kepala Desa Sidorejo
Pak Sutrisno Kepala Desa Sidorejo

Narasumber pertama adalah Bapak Sutrisno selaku Kepala Desa Sidarejo yang dulu menjadi tuan rumah Temu Inklusi ke-2. Bapak Sutrisno menjelaskan bahwa desanya berstatus desa budaya, wisata dan inklusi. Mata pencaharian 80% warga di Desa Sidarejo adalah buruh tani. Sedangkan sisanya yang 20& terbagi menjadi PNS, Polri, dan swasta.

Nah, pada tahun 2015, ada pendampingan mengenai desa inklusi untuk Desa Sidarejo dan lima desa lain. Lalu pada Mei 2015, SIGAB mendampingi para difabel, sehingga terbentuklah kelompok difabel desa yang diberi nama Forum Difabel Desa Sidarejo. Perlu diketahui bahwa dari 8000 an penduduk, 360 diantaranya merupakan difabel.

Untuk mewujudkan desa inklusi memang bukan perkara mudah, tapi juga tak sulit. Bahkan anggaran untuk difabel dari dana desa mencapai 40 juta rupiah sehingga sangat dapat dimaksimalkan.

Kepala Desa Plembutan
Bu Edi Kepala Desa Plembutan

Narasumber kedua adalah Bu Edi, Kepala Desa Plembutan. Beliau berbagi mengenai keputusan untuk mengembangkan Desa Plembutan menjadi desa inklusi. Yang terberat adalah harus mengubah mind set atau cara pandang masyarakat.

Hasilnya kini dapat dilihat bersama, yaitu Desa Plembutan telah menjadi desa inklusi. Mulai dari pintu masuk jalan besar, sampai aula kepala desa, dapat dimasuki oleh semua orang, termasuk para difabel. Selain itu, kehadiran orang-orang dalam kelompok rentan (semua orang yang mempunyai kebutuhan khusus) juga meningkat. Mereka tidak lagi bersembunyi di dalam rumah.

Interaksi para difabel dalam ruang partisipasi juga semakin baik. Mereka semakin bisa menyampaikan aspirasi dan ide-idenya. Difabel daksa, difabel rungu, difabel netra dan psikososial semuanya diberi tempat untuk menyampaikan pendapatnya.

Secara garis besar, hasil dari desa inklusi adalah berdirinya Paguyuban Mutiara, Forum Disabilitas Plembutan yang anggotanya telah dipercaya bergabung dalam panitia musdes, tim penyusun erkapedes, tim pelaksana kegiatan pembangunan desa, panitia lokal dan volunter di Temu Inklusi Nasional, serta kepanitiaan lainnya. Ternyata keberadaan para difabel di ranah publik begitu bermanfaat.

Bu Edi berpesan untuk terus menjaga motivasi masyarakat dalam melaksanakan prinsip kesetaraan. Setiap tempat yang kita pijak adalah guru, dan semua orang adalah guru.

temu inklusi ke-3

Acara lokakarya dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi. Para peserta yang merupakan perwakilan daerah di seluruh Indonesia sangat antusias. Pak Harto selaku MC juga berhasil menggiring diskusi menjadi lebih menarik dan seru.

Seminar Nasional, Membumikan SDG’s sampai ke Desa

Membumikan SDGs sampai ke Desa

Setelah salat zuhur, dan istirahat makan siang, seminar nasional dimulai di tenda utama tadi. Dalam Temu Inklusi 2018 memang terdapat banyak diskusi dengan berbagai tema sehingga semua hal yang berkaitan dengan disabilitas mendapat masukan dari seluruh peserta Temu Inklusi 2018.

bahasa isyarat

Dengan mata kepala saya sendiri, saya melihat beberapa relawan dengan senang hati mengartikan kalimat-kalimat yang disuarakan oleh narasumber, menjadi bahasa isyarat.

Di depan relawan tersebut, nampak para difabel rungu yang khusyuk melihat isyarat-isyarat tersebut. Tak jarang mereka berpikir dengan keras, tersenyum, dan tertawa. Ah, indahnya pemandangan penuh kesetaraan ini.

Barista Inklusif, Karena Kopi Kita Setara

Dari jauh, saya melihat stan Barista Inklusif. Pada Temu Inklusi 2018, ada banyak stan yang berisi karya anak-anak SLB se-Gunung Kidul. Mulai dari makanan khas, minuman kesehatan atau madu, kerajinan tangan, dan sebagainya.

kerajinan tangan SLB
Kerajinan Tangan Anak-Anak SLB

Saya sempat membeli gula jawa jahe, bros batik, bros rajut dan sayur labu yang besar sekali:D. Duh, pokoknya emak-emak jadi kepingin semuanya deh.

Menjelang sore, Barista Inklusif mulai menyeduh kopi. Barista Inklusif ini adalah tim @staracoffee dampingan salah satu mitra Program Peduli yaitu YAKKUM (FB: Pusat Rehabilitasi YAKKUM). Untuk menjadi barista, mereka mendapatkan pelatihan profesional terlebih dahulu.

Saya enggak mau ketinggalan memesan kopi racikan Barista Inklusif. Saya menghampiri seorang seorang perempuan berkacamata. Perempuan dan disabilitas, dua kata yang cukup untuk menggambarkan bahwa ibu ini mendobrak stigma ketidakberdayaan di masyarakat.

Dengan ramah ia bertanya nama saya, “Siapa nama Mbak?

“Dian, Bu.”

“Mau pesan kopi apa?”

“Robusta dengan susu” jawab saya.

“Dingin atau panas?” tanyanya lagi.

“Dingin, Bu.” jawab saya.

difabel perempuan

Ibu tersebut tak tahu, saya mengamatinya. Saya melihat bagaimana ia bekerja. Menulis huruf demi huruf dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya yang tak sempurna, gesit memegang cup kopi. Diam-diam saya kagum pada semangatnya.

barista inklusif
Pak Eko, Barista Inklusif

Begitu juga ketika Pak Eko, barista difabel menyeduh kopi dengan kedua tangannya yang tak sempurna. Saya salut padanya. Ia berhasil mengalahkan keterbatasannya. Maka ketika saya masih mengeluh, saya membuka kembali foto ini dan merenung.

kopi racikan barista inklusi
Yeay! Jadi Juga Kopi Pesanan Saya:)
Hari itu, saya melihat banyak difabel yang berdaya dan berinteraksi dengan non difabel. Mereka tidak lagi terkurung dalam stigma negatif. Harapan saya, desa inklusi benar-benar terwujud di seluruh pelosok Indonesia sehingga kita semua setara.

(Visited 183 times, 1 visits today)
Facebooktwitterredditmail Nih buat jajan

18 thoughts on “Temu Inklusi 2018, Menuju Indonesia Inklusif 2030

  1. Nisya Rifiani Reply

    Wah Mak Dian ikutan liputan ke sana ya…
    Aku penasaran banget nih sama barista inklusinya… Semoga aku bisa ketemu sama mereka yaa…

  2. Sapti nurul hidayati Reply

    Pengalaman yang sangat berharga ya mb.. Betapa Allah menciptakan kelebihan di setiap kekurangan. Bersyukur itulah yang seharusnya selalu kita lakukan. Malu untuk mengeluh melihat perjuangan dan kegigihan saudara-saudara kita ini. Makasih mb utk ulasannya, sangat menarik..

  3. Ririe Khayan Reply

    Temu inklusi yang membawa angin motivasi luar biasa. Bagaimana mereka yang difabel mampu mengoptimalkan sisi keberdayaannya di bidang yang disukai dan mampu berprestasi. Salut dan semoga semangatnya semakin membuat kita-kita lebih termotivasi utk berkarya.

  4. Mini GK Reply

    Salam buat teman teman istimewa ini. Beberapanya saya kenal juga sudah go internasional. Kalau nggak salah ada yang sampai Ausie

  5. Agata Reply

    Mbak acara2 ini harus sering diadakan justru menyemangati orang2 yang sempurna secara fisik tapi males2an

  6. Hanifa Reply

    Waaa seru bangettt. Nggak kalah seru sama yang dulu sempet diselenggarakan langsung di YAKKUM, yah? Dari sana saya juga diem2 kagum banget sama semangat temen2 difabel. Ih, jadi malu kalo misal sombat sambat gitu setelah ketemu mereka :’)

  7. Agi Tiara Reply

    kalo liat semangat teman-teman difabel kadang-kadang jadi malu sendiri dengan tubuh yang sudah diberi kelengkapan… :”)) pengen peluk semua baristanyaaaaa

  8. Ima satrianto Reply

    Acaranya seru dan ramai ya Di, tentunya bikin melek mata krn banyak yg membuat two thumbs dengan semangat para baristanya. Semoga mereka makin sukses dan maju ya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.