Review Buku Anakku Bukan Anakku

Facebooktwitterredditmail
Anakku Bukan Anakku, ketika surga tidak lagi berada di bawah telapak kaki ibu.
Anakku Bukan Anakku, ketika surga tidak lagi berada di bawah telapak kaki ibu.

Memulai awal tahun dengan review buku Anakku Bukan Anakku, sebuah buku parenting.

Ada kurang lebih 3 buku nonfiksi yang menunggu untuk diselesaian. Belum sempat karena yang dibaca saat ini kebanyakan jurnal, dan buku-buku farmasi, hehe. Nah, pas lagi tanggal merah gini disempatkan baca salah satu buku gratis yang saya dapat langsung dari penulisnya, Mbak Deassy. Waktu Mbak Deassy kasih info bagi-bagi buku Anakku Bukan Anakku khusus untuk ibu hamil, ibu menyusui dan tenaga medis serta pengajar, wah langsung deh ikutan. Alhamdulillah dalam beberapa hari bukunya nyampe di rumah.

Judul buku: Anakku Bukan Anakku

Penulis: Deassy M. Destiani, dkk

Penyunting: Ali Ghufron, Rachmi N Hamidawati

Desain cover: Dwi Sulistyono

Penerbit: Selaksa Publising

Cetakan pertama, Februari 2015

356 halaman.

Buku ini dibuka dengan Kata Pengantar yang berisi latar belakang para penulis mengapa mereka menulis buku ini. Ternyata mereka penasaran kok ada seorang ibu yang tega menyakiti bayinya? Para penulis berharap, bahwa dengan adanya buku ini, banyak orangtua yang lebih aware dengan BBS (baby blues syndrom) dan PPD (Post Partum Depression) sehingga para pasangan yang sudah menikah dan dikarunia anak lebih siap dalam menghadapi sindrom ini, serta dapat mengatasinya dengan solusi yang tepat.

Halaman selanjutnya adalah Pendahuluan. Berisi tentang apa itu Depresi Paska Melahirkan, faktor-faktor yang mempengaruhinya, jenis-jenisnya (yup, ada beberapa jenis PPD ternyata, mulai yang ringan hingga yang parah seperti PPD Psikosa), dan ada contoh kasus PPD dan BBS yang diungkap oleh publik (rata-rata kasus di luar negeri, tapi ada juga yang di Indonesia). Bab 1 hingga Bab 6 berisi kisah-kisah nyata dari para ibu di seluruh Indonesia yang survive dari BBS dan PPD. Beberapa mengisahkan langsung pengalaman mereka, sementara lainnya menceritakan kepada penulis. Pembagian 1-6 lebih kepada tema kisah nyata tersebut, misal Bab 1 dengan tema “Suami yang Tidak Peduli”, Bab 3 dengan tema, “Aku Sudah Lelah.”, dan Bab 6 dengan tema, “Ada Orang Lain di Sana.”

Sudah pada penasaran belum dari penjabaran saya di atas?

So far, buku ini dengan jelas membuka mata saya bahwa saya tidak sendiri sebagai seorang ibu yang pernah mengalami BBS bahkan mungkin masuk PPD. Saya memang belum pernah secara langsung berkonsultasi dengan psikolog (hanya pernah konsultasi dengan beberapa teman lulusan fakultas Psikologi, dan justru berkonsultasi dengan Psikolog Anak terkait tumbang Najla, anak pertama saya). Kalau boleh curcol, persis beberapa kisah di buku Anakku Bukan Anakku, saya mengalami beberapa gejala yang sama. Misalnya, perasaan tidak bisa menjadi ibu yang baik, gagal menjadi ibu, ketakutan dengan omongan orang-orang mengenai saya dan anak saya, hingga kepanikan bila anak menangis. Faktor-faktor penyebab dan pencetusnya pun saya paham benar, yaitu kesepian yang melanda ketika suami kerja dari pagi-malam, anak aktif yang mudah bosan dan menangis, hingga kelelahan fisik karena mengurus rumah dan anak sendirian. Hal itu saya sadari, tapi saya tidak tahu solusinya! Dari buku ini saya jadi tahu bahwa banyak ibu-ibu lain yang kasusnya lebih berat dari saya sehingga seharusnya saya lebih bersyukur lagi.

Saya kasih nilai 4 bintang deh untuk buku ini, kurang 1 bintang mungkin karena terlalu banyak kisah nyatanya dibanding tips-tips praktis untuk mencegah/mengatasi PPD. Disampaikan sih solusi per kasusnya, tapi terlalu khusus solusinya menurut saya.

Dengan nilai 4 ini, saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca semua pasangan caten dan calon ayah serta calon ibu, kalau perlu nenek kakek dan pengasuh agar lebih memahami kondisi psikis ibu paska melahirkan. Ini saja setelah selesai saya baca, mau minta suami supaya baca juga, supaya ngerti apa yang dialami wanita-wanita yang hamil, melahirkan dan menyusui, terutama memahami istrinya:)

(Visited 503 times, 1 visits today)
Facebooktwitterredditmail Nih buat jajan

7 thoughts on “Review Buku Anakku Bukan Anakku

  1. Rach Alida Bahaweres Reply

    Hmm aku mengalami baby blue sindrom deh saat kelahiran anakku, mba. Bawaanya capek banget, jadi ngerasa panik saat anak menangis, dan perasaan bersalah lainnya. Makasih infonya, mba 🙂

  2. Anggarani Reply

    Penting ya, Mak bukunya. Kita memang harus peduli sama ibu yang berusaha meneruskan perjuangan setelah melahirkan

    • dian.ismyama Post authorReply

      Iy mak..kadang banyak orang yg ga menyadari kalau ibu2 paska melahirkan disekitarnya juga butuh perhatian. Dan perubahan fisik serta hormonal mempengaruhi mereka. Ayo suport ibu2 paska melahirkan jd lebih bahagia:)

  3. unidzalika Reply

    Wuih, bookmark, ah! Lumayan untuk referensi. Aku banyak baca bebebrapa buku serupa tapi ya belum diaplikasikan dalam hidup juga sih 😀

    • dian.ismyama Post authorReply

      Buku oke nih buat calon manten.hehe.biar tahu bahwa pernikahan juga bisa jadi ada tidak indahnya..sedih kalau baca kisah2 nyatanya-_-

  4. Ardiba Reply

    Aku sempet depresi pas ASI nggak keluar. Judge dari orang2 ‘sok peduli’ itu yang justru bikin tambah depresi.

Leave a Reply

Your email address will not be published.